Prognosis Strabismus
Prognosis strabismus yang tidak diobati, maka strabismus akan mengganggu penglihatan binokular, dan yang paling ditakutkan adalah ambliopia. Hal ini tentunya akan mempengaruhi keadaan psikososial pasien, gangguan performa akademik di sekolah, kurangnya kepercayaan diri, dan kesulitan melamar pekerjaan.[1,2]
Komplikasi
Strabismus memberikan dampak psikososial bagi anak maupun orang dewasa yang mengalaminya, seperti rasa rendah diri, kurang diterima di kelompok bermain, persepsi kurangnya kecerdasan, gangguan hubungan interpersonal, isolasi sosial, dan kesulitan mendapatkan pekerjaan. Hal ini terutama terjadi pada strabismus yang mudah disadari orang awam.
Studi menunjukkan bahwa pasien dengan deviasi >25 derajat prisma dioptri lebih sering mengalami perasaan rendah diri dibandingkan mereka yang memiliki sudut deviasi lebih rendah. Selain itu, bukti ilmiah juga menunjukkan bahwa sejak usia <6 tahun anak yang strabismus seringkali mendapatkan sikap yang kurang baik dari lingkungan sekitarnya.[68]
Pada orang dewasa, strabismus terutama akan memberikan keluhan diplopia, hal ini dapat mengganggu konsentrasi, persepsi kedalaman, kemampuan membaca, serta menyebabkan stress dan kecemasan.[41]
Ambliopia
Ambliopia adalah penurunan ketajaman visual pada salah satu atau kedua mata karena adanya gangguan perkembangan penglihatan. Strabismus dengan deviasi ≥8 derajat prisma dioptri dari posisi primer berisiko untuk mengalami ambliopia.[40,61]
Komplikasi Operasi
Komplikasi operasi pada strabismus diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yang terdiri dari:
- Ringan, di mana komplikasi bersifat self-limiting dan tidak menyebabkan perubahan outcome operasi, seperti abrasi kornea
- Sedang, di mana komplikasi memerlukan terapi tambahan yang tidak berhubungan dengan strabismus, tetapi tidak mengganggu outcome operasi, seperti skleritis anterior dan reaksi alergi terhadap polyglactin 910 sutures
- Berat, di mana komplikasi berpotensi menyebabkan gangguan visual outcome, seperti perforasi orbita dengan atau tanpa vitreous loss[69]
Strabismus dapat sembuh dengan sequelae, yang meliputi gangguan ketajaman visual, gangguan persepsi kedalaman objek (3D) (stereopsis), ambliopia pada mata yang deviasi, dan diplopia. Akan tetapi, prevalensi diplopia post operasi pada orang dewasa adalah <1% dan tidak terjadi pada pasien yang tidak memiliki keluhan diplopia preoperasi.[10,41]
Apabila sudut strabismus terlalu besar, jaringan otot ekstraokular dan jaringan sekitarnya akan menjadi kaku karena kontraktur. Hal ini akan meningkatkan risiko komplikasi operasi seperti waktu operasi yang lebih panjang, perforasi sklera, dan keterbatasan pergerakan mata post operasi.[67]
Infeksi post operasi dapat terjadi setelah operasi strabismus dengan insidens 1 per 1.100 sampai dengan 1 per 1.900 kasus. Infeksi post operasi muncul dalam bentuk konjungtivitis, selulitis orbital atau preseptal, dan abses subkonjungtiva atau subtenon. Gejala yang timbul antara lain kemerahan pada konjungtiva, sekret mukopurulen, fotofobia, edema periorbita dan palpebra, nyeri tekan, nyeri dengan pergerakan mata, demam, dan fatigue.[69,70]
Peningkatan Tekanan Intraokular
Peningkatan tekanan intraokular biasanya terjadi akibat komplikasi dari pemberian kortikosteroid topikal post operasi. Peningkatan tekanan intraokular ini biasanya terjadi dalam 2 minggu pertama pemberian kortikosteroid dan tidak memberikan efek samping jangka panjang. Peningkatan tekanan intraokular ini kembali normal setelah terapi dihentikan dan dilakukan pengobatan glaukoma.[69]
Prognosis
Prognosis strabismus pada anak umumnya baik bila ditangani sebelum usia 7 tahun. Pada studi yang dilakukan oleh Hemptinne et al., kontrol keseimbangan saat berjalan membaik setelah dilakukan operasi strabismus pada anak yang onset strabismusnya kurang dari 1 tahun. Selain itu, pada anak yang mengalami esotropia, 3 bulan setelah operasi strabismus kemampuan motorik mengalami perbaikan yang signifikan.[40]
Pada anak yang datang dengan torticollis, postur kepala biasanya akan kembali dengan sendirinya setelah dilakukan koreksi strabismus atau dengan bantuan fisioterapi. Apabila hal ini tidak terjadi setelah koreksi strabismus, harus dilakukan penatalaksanaan untuk memperbaiki tortikolis dan mencegah terjadinya asimetris pada wajah.[48]
Cifuentes melakukan studi pada 9 pasien eksotropia dan 9 pasien esotropia yang menjalankan operasi koreksi di usia 48±15 tahun. Hasil studi menemukan bahwa pasien dengan strabismus dengan sudut deviasi yang besar dapat mengalami undercorrection (25–58% untuk eksotropia, 2–20% untuk esotropia) dan overcorrection (5–60% untuk esotropia, 0–6,7% untuk eksotropia).[52]
Pada orang dewasa, tindakan operasi memiliki hasil luaran yang lebih baik daripada intervensi kacamata maupun terapi oklusi. Hal ini karena sistem fusi yang sudah matur. Angka keberhasilan pada operasi strabismus untuk orang dewasa pada operasi pertama mencapai 80% dan sisanya (20%) harus menjalankan operasi kedua untuk memperbaiki posisi bola mata.[71]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli