Epidemiologi Adolescent Idiopathic Scoliosis
Epidemiologi adolescent idiopathic scoliosis (AIS), atau skoliosis idiopatik pada remaja, berbeda di setiap negara. Prevalensi AIS lebih banyak ditemukan pada anak perempuan daripada anak laki-laki.[15-19]
Global
Penelitian di Turki, yang melibatkan 16.045 siswa, menemukan prevalensi AIS sebanyak 369 orang (2,3%), dimana 3,1% pada anak perempuan dan 1,5% pada anak laki-laki. Tingkat konfirmasi rontgen tulang belakang mencapai 98,8%, dengan skoliosis kurva tunggal sebanyak 256 orang (69,3%) dan kurva ganda sebanyak 108 orang (29,3%). Jenis kurva tunggal yang paling umum adalah kurva lumbal. Secara keseluruhan, 90,5% kasus memiliki sudut Cobb yang ringan yaitu 10−19 derajat.[15]
Penelitian cross sectional terkait AIS dilakukan pada tahun 2014‒2015 di 24 sekolah di Isfahan Iran. Diagnosis AIS berdasarkan temuan rontgen dan sudut Cobb lebih dari 10 derajat. Data tentang usia, jenis kelamin, tinggi badan, indeks massa tubuh, dominasi tangan, dan jenis tas sekolah dicatat. Sebanyak 3.018 anak dievaluasi, dan 19 didiagnosis AIS dengan prevalensi 0,62%.[16]
Studi di kota Wuxi China, yang melibatkan 79.122 siswa sekolah usia 10−16 tahun, mendapatkan prevalensi AIS sekitar 2,4%. Anak perempuan memiliki prevalensi yang lebih tinggi daripada anak laki-laki. Prevalensi lebih tinggi ditemukan pada individu dengan indeks massa tubuh yang lebih rendah.[17]
Prevalensi AIS berdasarkan penelitian di Brazil mencapai 1,5%. Penelitian melibatkan 2.562 remaja berusia 10−14 tahun, dengan angka kejadian AIS lebih tinggi pada remaja perempuan (2,2%) daripada laki-laki (0,5%). Hal ini dikaitkan dengan faktor pubertas yang terjadi lebih lambat pada remaja laki-laki.[18]
Indonesia
Epidemiologi AIS di seluruh Indonesia belum tersedia, tetapi beberapa kota telah melakukan penelitian secara lokal. Di Surabaya, sebanyak 784 siswa berumur 9−16 tahun mengikuti studi deskriptif cross sectional pada tahun 2010. Hasil studi menemukan 23 siswa (2,93%) terdiagnosis AIS dengan sudut Cobb lebih dari 10 derajat, terdiri dari 4 laki-laki dan 19 perempuan.[3]
Di Jakarta, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menyaring anak sekolah dengan postur tubuh skoliosis pada 1059 siswa berumur 8−11 tahun. Sebanyak 74 siswa (7%) didiagnosis skoliosis, terdiri dari 24 siswa laki-laki (5%) dan 50 siswa perempuan (8,6%). Pelajar pada usia 10 tahun memiliki kejadian skoliosis tertinggi (10,1%), dan secara signifikan lebih tinggi ditemukan pada anak perempuan dan dengan indeks massa tubuh lebih rendah.[19]
Mortalitas
Data mortalitas AIS secara jelas tidak diketahui. Taniguchi et al melakukan penelitian secara retrospektif pada remaja yang berusia kurang dari 19 tahun yang menjalani operasi skoliosis dengan fusi, sebanyak 1.703 pasien. Tidak ada kematian di antara pasien tersebut, tetapi ditemukan komplikasi pasca operasi sebanyak 49 pasien (2,9%). Studi lain yang dilakukan oleh Omar et al, dari sebanyak 5.228 operasi yang dilakukan dari tahun 1997 hingga 2012, tercatat bahwa mortalitas hanya sebanyak 0.1%.[20,21]