Diagnosis Fraktur Leher Femur
Diagnosis fraktur leher femur atau fraktur collum femoris diawali dengan anamnesis yang mendalam untuk riwayat jatuh pada pasien dengan keluhan nyeri di bagian bokong, inguinal, atau paha. Sementara pada pemeriksaan fisik, difokuskan ke daerah ekstremitas bawah, khususnya pemeriksaan gait dan postur pasien. Fraktur leher femur dapat didiagnosis pasti dengan pemeriksaan radiologi.[1-3]
Anamnesis
Saat anamnesis, pasien lansia sering mengeluh nyeri mendadak pada panggul, sebelum atau sesudah jatuh. Pasien juga dapat mengeluh tidak mampu untuk berjalan, walau terkadang beberapa pasien tetap dapat menahan beban bila fraktur masih minimal.
Anamnesis Pasien Lansia
Pada pasien lansia yang jatuh, sebaiknya dikembangkan anamnesis untuk mencari penyebab jatuh, seperti sinkop atau stroke. Kemudian, telaah akibat jatuh seperti cedera internal atau bagian ortopedik lainnya.
Keluhan nyeri yang signifikan pada inguinal dapat disebabkan oleh fraktur yang bergeser, dan pada pemeriksaan dapat ditemukan rotasi kaki ke arah eksternal dan pemendekan. Terkadang, pasien tidak memiliki riwayat trauma pada cedera karena otot lelah, dan hanya mengeluhkan nyeri pada area bokong, inguinal, atau paha.[1]
Anamnesis Pasien Usia Muda
Pasien populasi usia muda, nyeri sering dikeluhkan di bagian anterior panggul, inguinal, atau lutut, yang akut atau perlahan memburuk. Bila etiologi fraktur adalah kejadian trauma yang signifikan atau mayor, anamnesis difokuskan terhadap kecelakaan tersebut.
Ciri-ciri stress fracture adalah riwayat nyeri yang berhubungan dengan olahraga, yang meningkat dengan aktivitas dan menghilang/berkurang dengan istirahat atau aktivitas lebih ringan. Salah satu faktor risiko yang khas dapat diketahui melalui anamnesis adalah female athlete triad, yaitu amenore, osteoporosis, dan gangguan pola makan yang memengaruhi banyak wanita aktif.
Tanda dan gejala dari female athlete triad adalah fatigue, anemia, depresi, intoleransi terhadap dingin, lanugo, enamel gigi yang erosi, dan penggunaan laksatif. Seluruh faktor ini memengaruhi sistem endokrin, kardiovaskuler, dan gastrointestinal yang dapat menyebabkan kehilangan sel tulang secara ireversibel.
Pada pasien usia muda, sebaiknya ditanyakan juga riwayat penyakit dan penggunaan obat-obatan sebelumnya, untuk faktor risiko kerusakan tulang dan penanganan nyeri.[2]
Pemeriksaan Fisik
Pada kondisi kegawatdaruratan, harus dilakukan primary survey pada pasien trauma dan stabilisasi. Kemudian, lengkapi dengan secondary survey karena risiko tinggi cedera pada bagian tubuh lainnya. Sekitar 70% pasien dengan fraktur-dislokasi caput femur akan mengalami cedera lain di ekstremitas lain, abdomen, intrapelvis, leher, dan kepala.
Pada fraktur leher femur, fokus pemeriksaan fisik adalah ke daerah ekstremitas bawah. Jika fraktur tidak stabil/bergeser, yaitu Garden tipe III dan IV, dapat ditemukan nyeri hebat jika pasien pada posisi terlentang. Posisi ekstremitas bawah akan sedikit memendek, abduksi, dan rotasi eksternal.
Sementara, pemeriksaan fisik kasus fraktur Garden tipe I dan II umumnya hanya ditemukan nyeri ringan dengan sedikit/tanpa gangguan fungsi gerak.
Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan adalah:
- Pemeriksaan gerak, postur, gait, mobilitas, dan kekuatan ekstremitas bawah, di mana observasi dilakukan dari posisi anterior-posterior dan lateral
- Pemeriksaan range of motion atau pergerakan sendi, yang terdiri dari gerakan fleksi, adduksi, dan/atau rotasi internal
Apabila terdapat fraktur leher femur yang bergeser, pemeriksaan di atas dapat menyebabkan nyeri yang sangat hebat, sehingga tidak berguna untuk pemeriksaan diagnostik dan berbahaya. Jika pasien mengeluh nyeri hebat, segera lakukan pemeriksaan penunjang radiologi. Perlu dilakukan juga pemeriksaan neurovaskular distal dan fraktur pelvis.[10,11]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding fraktur leher femur akibat trauma adalah dislokasi panggul dan fraktur pelvis. Sementara, fraktur leher femur pada populasi muda, terutama jenis stress fracture, dapat didiagnosis banding dengan osteitis pubis, slipped capital femoral epiphysis, dan snapping hip syndrome.[2,10]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang berperan penting dalam diagnosis fraktur leher femur, terutama pemeriksaan radiologi, yaitu rontgen, bone scan, atau MRI panggul.
Rontgen Tulang Panggul
Rontgen tulang umumnya dilakukan sebagai pemeriksaan lini pertama pada pasien dengan kecurigaan fraktur. Namun, tingkat sensitivitas rontgen tidak terlalu tinggi, di mana fraktur (terutama stress fracture) kadang tidak terlihat. Pemeriksaan rontgen panggul yang disarankan adalah posisi anterior-posterior (AP) dan lateral untuk membedakan dengan fraktur pelvis/panggul.[2,3]
Tabel 1. Klasifikasi Fraktur Leher Femur Berdasarkan Pemeriksaan Radiologi
Klasifikasi | Gambaran Radiologi |
Garden Stage I | Tidak bergeser (undisplaced) inkomplit, termasuk fraktur impaksi valgus |
Garden Stage II | Tidak bergeser komplit |
Garden Stage III | Fraktur komplit, bergeser tidak komplit (incompletely displaced) |
Garden Stage IV | Fraktur komplit, bergeser komplit |
Sumber: Hudiyati, 2023.[2,12]
Secara umum, sulit untuk membedakan empat klasifikasi fraktur di atas secara klinis. Klasifikasi di atas dapat membantu untuk memprediksi nekrosis avaskular. Stage I dan II dianggap stabil, dan dapat diterapi dengan fiksasi internal. Sementara, stage III dan IV dianggap tidak stabil sehingga memerlukan artroplasti.[2,3,12]
Pada stress fracture seringkali sulit terlihat pada rontgen tulang. Klasifikasi Fullerton and Snowdy membagi stress fracture pada leher femur menjadi tiga, yaitu:
- Kategori 1: Tension
- Kategori 2: Compression
- Kategori 3: Displaced[3]
Fraktur karena tension terbentuk pada bagian superolateral, sedangkan fraktur kompresi berada di bagian inferomedial. Ciri-ciri lainnya yang dapat membantu mengenali fraktur leher femur adalah:
- Gangguan pada Shenton’s line, yaitu hilangnya kontur garis yang menyambung antara bagian medial leher femur hingga ujung inferior ramus superior pubis pada pasien normal
- Trochanter minor lebih prominen karena rotasi eksternal dari femur
- Femur terkadang ada pada posisi fleksi dan rotasi eksternal
- Leher/kepala femur lateral yang tidak simetris
- Sklerosis di garis fraktur
Smudgy sclerosis akibat impaksi
- Angulasi trabekula tulang
- Fraktur yang tidak bergeser susah terlihat[3]
Bila secara klinis diagnosis pasien mengarah ke fraktur leher femur tetapi tidak terlihat tanda-tanda di rontgen, sebaiknya dilakukan pemeriksaan bone scan atau MRI.[2]
Bone Scan:
Bone scan baik untuk mendeteksi stress fracture, tumor, atau infeksi. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas yang tinggi, tetapi spesifisitas yang buruk. Beberapa sumber menyatakan bone scan kurang dapat dipercaya bila dilakukan <72 jam setelah trauma.[1,2]
MRI Scan:
MRI (magnetic resonance imaging) dianggap akurat, walaupun dilakukan <24 jam setelah trauma, tetapi pemeriksaan ini tergolong mahal. Melalui MRI, dapat terlihat stress fracture secara sensitif, spesifik, dan akurat. Penting untuk dilakukan pemeriksaan MRI bila klinis pasien mendukung fraktur leher femur, walaupun hasil rontgen awal tidak tampak kelainan.[1,2]
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium secara umum tidak diperlukan untuk mendiagnosis fraktur leher femur. Pemeriksaan laboratorium dapat digunakan untuk mencari faktor risiko osteoporosis.[1,2]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini