Diagnosis Lumbar Spinal Stenosis
Diagnosis lumbar spinal stenosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan radiologi, terutama magnetic resonance imaging (MRI). Hasil anamnesis perlu mencari faktor-faktor yang memperberat atau memperingan keluhan.[1,2,4]
Anamnesis
Gejala lumbar spinal stenosis dapat berupa nyeri pinggang bawah, kaki, atau bokong, saat berjalan. Nyeri dapat pada salah satu sisi atau kedua sisi tubuh. Keluhan dapat disertai kesemutan atau baal hingga ke kaki. Keluhan lain adalah gangguan urinasi dan defekasi.
Neurogenic claudication intermiten adalah gejala utama dari lumbar spinal stenosis, yaitu nyeri atau kelemahan kaki yang bertambah berat saat pasien berdiri atau berjalan, dan akan berkurang jika pasien duduk istirahat atau membungkukkan badan ke depan.[1,2,4]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan gait, di mana pasien biasanya cenderung berjalan dengan kaki lebar dan tubuh membungkuk ke depan. Pasien lebih merasakan nyeri saat posisi pinggang ekstensi daripada fleksi. Kemudian, dilakukan pemeriksaan sistem sensorik dan sistem motorik, yaitu ekstensi fleksi lutut, dorsofleksi ankle, dan plantar fleksor, untuk menilai kelemahan otot.[2]
Pada pemeriksaan fisik, jarang ditemukan hasil positif pada straight leg raising test. Defisit motorik juga jarang ditemukan, kecuali stenosis sudah berat atau terdapat spondylolisthesis. Jika pasien mengeluhkan nyeri sciatica yang mendadak, dapat dipikirkan kemungkinan adanya herniasi diskus intervertebralis yang menyertai dan memperberat lumbar spinal stenosis.[1,3]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding lumbar spinal stenosis adalah HNP pada diskus intervertebralis. Hernia Nukleus Pulposus (HNP) lebih sering terjadi pada usia muda (<50 tahun) sedangkan lumbar spinal stenosis lebih sering pada usia >50 tahun. Keluhan pada lumbar spinal stenosis juga biasanya gradual progresif, sedangkan HNP bisa bersifat akut.[8]
Pemeriksaan Penunjang
Pasien dengan keluhan nyeri punggung bawah dan menjalar, terutama disertai gejala neurogenic claudication intermiten, dianjurkan untuk pemeriksaan radiologis, baik rontgen polos, CT scan, maupun MRI lumbal.
Rontgen Polos Lumbal
Walaupun penegakan diagnosis spinal lumbar stenosis tidak dapat dilakukan hanya berdasarkan rontgen polos lumbal, pemeriksaan ini dapat membantu memperkirakan kemungkinan adanya spinal stenosis. Rontgen polos lumbal dapat menilai pemendekan ukuran pedicle vertebra, penyempitan jarak interpedicle, kalsifikasi ligamen atau diskus intervertebralis, penyempitan foramen vertebralis, dan hipertrofi sendi facet.
Selain itu, pemeriksaan x-ray dinamik dengan posisi fleksi-ekstensi dapat menilai adanya ketidakstabilan spinal, yaitu menilai perubahan translasi >4 mm dan perubahan angulasi sudut >10‒15°.[1,6]
Gambar 2. Rontgen Polos Lumbar Spinal Stenosis disertai Spondylolisthesis pada L5‒S1.
CT Scan Lumbal
CT scan (computerised tomography) lumbal dapat menilai anatomi tulang, seperti bone spur dan kalsifikasi pada diskus intervertebralis atau ligamen, yang tidak dapat terlihat jelas pada pemeriksaan MRI. Selain itu, CT scan lumbal adalah pemeriksaan alternatif jika tidak tersedia fasilitas MRI, dan pada pasien dengan alat pacu jantung atau implan metal yang menjadi kontraindikasi pemeriksaan MRI.[1,6]
MRI Lumbal
MRI (magnetic resonance imaging) lumbal merupakan pemeriksaan yang paling direkomendasi untuk diagnosis lumbar spinal stenosis. Pemeriksaan ini paling baik dalam menilai jaringan lunak dan memiliki nilai sensitivitas paling tinggi dalam mendiagnosa lumbar stenosis.
Gambar 3. MRI Lumbal dengan Lumbar Spinal Stenosis L2-3, L3-4, dan L4-5. Sumber: koleksi dr. Christian Permana, Sp.BS, 2022.
MRI juga merupakan pemeriksaan yang bebas sinar radiasi dan tidak invasif. Diagnosis lumbar spinal stenosis berdasarkan pemeriksaan MRI ditegakkan jika ukuran anteroposterior (AP) pada potongan midsagital <10 mm. Sementara itu, foraminal stenosis pada foramen intervertebralis didiagnosis jika terdapat diameter AP pada potongan sagital di foramen <3 mm.[1,6]