Pendahuluan Sarcopenia
Sarcopenia atau sarkopenia merupakan suatu proses progresif dari kehilangan massa otot yang bersamaan dengan proses penuaan. Definisi sarcopenia yang paling sering digunakan adalah yang dikemukakan oleh European Working Group on Sarcopenia in Older People (EWGSOP), yaitu suatu sindrom yang ditandai suatu kehilangan massa dan kekuatan otot secara progresif dan menyeluruh dengan dampak yang ditimbulkannya berupa disabilitas fisik, kualitas hidup yang buruk, dan kematian.[1,2]
Sedangkan konsensus di Asia, berdasarkan Asian Working Group of Sarcopenia (AWGS), mendefinisikan sarcopenia sebagai penurunan massa otot yang terkait dengan proses penuaan, yang penurunan kekuatan otot dan/atau performa fisik.[3]
Sarkopenia perlu dibedakan dengan frailty. Kehilangan massa otot pada pasien sarcopenia diakibatkan oleh atrofi otot yang berjalan progresif, kehilangan serat otot tipe 2 dan neuron motorik, serta infiltrasi sel lemak. Proses kehilangan otot itu sendiri merupakan multifaktor yang bisa diakibatkan oleh pengaruh gaya hidup, aktivasi jalur inflamasi, degenerasi sistem neuromuskular, serta perubahan kadar dan sensitivitas hormon.[2,4]
Diagnosis dini sarcopenia pada lansia sangat penting karena akan menentukan strategi tata laksana serta prognosis disabilitas pasien. Tiga komponen utama dalam diagnosis sarcopenia adalah pengukuran massa otot secara objektif, pengukuran kekuatan otot, serta analisis performa fisik.[2,5]
Dua komponen terpenting dalam tata laksana sarcopenia adalah nutrisi dan latihan fisik. Nutrisi untuk penderita sarcopenia terutama menjaga kecukupan konsumsi protein dan bertujuan untuk mencegah kehilangan massa otot lebih lanjut, serta mendukung penambahan massa otot pada pasien yang diberikan latihan fisik.
Sementara itu, latihan fisik untuk penderita sarcopenia bertujuan untuk menambah massa dan kekuatan otot, serta meningkatkan performa otot untuk menurunkan kejadian disabilitas.[4]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini