Penatalaksanaan Sarcopenia
Penatalaksanaan sarcopenia atau sarkopenia menggunakan dua prinsip utama, yaitu intervensi latihan fisik dan intervensi nutrisi. Pada beberapa kasus, terapi farmakologi dapat diberikan jika pasien terbukti mengalami defisit hormon tertentu yang signifikan. Hingga saat ini, pengembangan obat yang efektif untuk sarcopenia berjalan lambat dan belum ada uji coba terkontrol secara acak yang dilakukan dengan baik.[2,6]
Intervensi Latihan Fisik
Latihan beban untuk sarcopenia merupakan tata laksana lini pertama. Tujuan latihan beban adalah meningkatkan massa, kekuatan, dan fungsi otot. Latihan beban bisa berupa kalistenik yang menggunakan beban badan, atau menggunakan alat seperti karet dan dumbell.[6]
Latihan beban yang dilakukan 3−4 kali seminggu selama 3 bulan akan menunjukkan perubahan signifikan pada massa dan kekuatan otot pasien sarcopenia. Sangat dianjurkan latihan beban pada pasien sarcopenia di bawah supervisi ahli, untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan.[6]
Sementara itu, manfaat latihan resistensi untuk pengobatan sarcopenia dalam penelitian belum diterjemahkan untuk praktik klinis. Hal ini karena kurangnya panduan terstandar dalam pemberian resep olahraga. Namun, saat ini program latihan resistensi yang dianjurkan untuk sarcopenia terdiri dari 2 sesi latihan per minggu, yang melibatkan kombinasi latihan tubuh bagian atas dan bawah dengan tingkat usaha yang relatif tinggi selama 1‒3 set dengan 6‒12 pengulangan.[2]
Intervensi Nutrisi
Asupan gizi yang dibutuhkan pasien sarcopenia termasuk pemberian tinggi protein dan suplementasi vitamin D.
Protein
Pemberian protein dalam bentuk protein yang diperkaya leusin atau whey telah terbukti sangat efektif dalam meningkatkan massa otot. Pada pasien sarcopenia direkomendasikan untuk meningkatkan asupan protein 1,2 gram/kgBB/hari. Untuk pasien sarcopenia yang lemah atau memiliki penyakit penyerta, rekomendasi menjadi 1,2−1,5 gram/kgBB/hari.[15]
Vitamin D
Suplementasi vitamin D secara terpisah telah terbukti meningkatkan kekuatan otot, meskipun tidak berpengaruh pada massa otot. Rekomendasi ini hanya diberikan pada lansia yang mengalami kekurangan vitamin D, di mana risiko jatuh pada kelompok pasien ini lebih besar.[6]
Terapi Farmakologi
Farmakologi yang dapat diberikan pada pasien sarcopenia adalah androgenic steroid.
Androgenic Steroids
Androgenic steroids di antaranya adalah nandrolone decanoate atau oxymetholone, yang telah terbukti memiliki efek positif pada otot. Nandrolone decanoate merupakan preparat 19-nortestosteron yang diberikan melalui injeksi subkutan, sedangkan oxymetholone peroral. Kedua obat telah digunakan untuk tata laksana anemia. Pemberian terapi ini menunjukkan perbaikan pada area serat dan massa otot.[6]
Protein Anabolic Agents
Recombinant human growth hormone (rHGH) menyebabkan pelepasan insulin like growth factor-1 (IGF-1) yang disimpan di hati. Obat ini memiliki efek signifikan pada penambahan berat badan dan peningkatan massa tubuh tanpa lemak, meskipun tidak menambah kekuatan otot. Sumatriptan adalah agen yang saat ini memiliki lisensi untuk digunakan untuk pasien AIDS wasting syndrome.[8]
Penelitian HORMA (hormonal regulators of muscles and metabolism in aging) menunjukkan manfaat respons positif kekuatan dan massa otot terhadap pemberian hormon pertumbuhan dengan testosteron, meskipun respon terjadi secara lambat. Mengingat bahwa efek dari rHGH dimediasi oleh IGF-1 maka IGF-1 diasumsikan harus digunakan secara langsung, tetapi saat ini masih sedikit bukti ilmiah manfaatnya.[8]
Myostatin Inhibitors
Myostatin diproduksi oleh otot, dan bertindak untuk mencegah anabolisme otot dan sel satelit. Biasanya seseorang yang kehilangan gen myostatin memiliki massa otot yang meningkat secara signifikan. Obat inhibitor myostatin telah dikembangkan untuk memanfaatkan efek ini.[6]
MYO-029 atau stamulumab adalah antibodi monoklonal terhadap myostatin, yang telah digunakan dalam konteks distrofi otot untuk meningkatkan massa otot.[6]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini