Patofisiologi Tendinitis Achilles
Patofisiologi tendinitis Achilles bisa dijelaskan berdasarkan penemuan histopatologis. Substansi neuropeptida seperti substansi sitokin proinflamasi muncul pada pemeriksaan histopatologis tendinitis Achilles.
Anatomi
Tendon Achilles mempunyai dua bagian utama; pertama yaitu di proksimal dan yang satunya lagi bergabung secara bertahap ke arah distal, menciptakan tendon tunggal yang homogen. Tendon ini menyatukan 3 otot, 2 otot monoartikuler yaitu otot soleus dan otot plantaris serta satu otot biarticular yaitu otot gastrocnemius. Terdapat dua tempat ketegangan mekanis tendon yang kerap terjadi, bagian medial/ tengah paratenon serta bagian tengah tendon.[4]
Tendon memiliki sifat mekanik yang hampir ideal untuk transmisi kekuatan dari otot ke tulang. Tendon bersifat kaku tetapi ulet, memiliki daya tarik yang tinggi, dan memiliki kemampuan untuk meregang hingga 4% sebelum terjadi kerusakan. Biasanya peregangan lebih besar dari 8%, baru memicu terjadinya ruptur makroskopik.[2]
Biomekanik
Secara biomekanik, tendon Achilles mengalami tekanan besar hal ini dapat menjelaskan kenapa terjadi peradangan akibat kelebihan tekanan. Tekanan pada Achilles bervariasi antara 2000 dan 7000 N. Semakin berat aktivitasnya, semakin besar tekanan yang diterima tendon Achilles. Tekanan yang diterima artinya bisa mencapai 10 kali berat badan yang diberikan secara berulang pada tendon Achilles.[2]
Tendon Achilles berinsersio pada tulang kalkaneus. Gerakan talocalcaneal akan menempatkan gaya rotasi yang tidak merata pada serat tendon. Dengan arti kata pada fase berjalan atau berlari, gerakan ekstensi lutut pada saat akan menapakan kaki ke permukaan memiliki beberapa gerakan rotasi yang berbeda dengan arah rotasi tendon Achilles, hal ini akan menghasilkan tekanan lebih besar.[2,3]
Histopatologi
Penjelasan secara histopatologi akan memudahkan membedakan tendinitis dan tendinosis Achilles, dimana pada tendinosis Achilles terjadi perubahan degeneratif dalam struktur dan selubung tendon. Pada tendinitis hal sebaliknya terjadi, dimana terjadi proses inflamasi akut yang disebabkan trauma akut, penggunaan berlebihan dan kurangnya latihan. Proses patologi ini akan menghasilkan edema serta eksudat dengan sel inflamasi, diikuti eksudat fibrin yang menghasilkan krepitasi dan keterbatasan fungsi.[2]
Satu studi menemukan bahwa microenvironment tendon Achilles pada tikus menginduksi sel induk untuk berdiferensiasi menjadi garis kondrogenik dan osteogenik, yang merupakan predisposisi ruptur tendon. Setelah terjadinya ruptur, kaskade inflamasi muncul dimana terjadi peningkatan ekspresi sitokin proinflamasi mRNA, matriks metalloproteinase-3 (MMP-3), siklooksigenase-2 (COX-2), interleukin-6 (IL-6) dan faktor nekrosis tumor alfa (TNF-a).[4]
Direvisi oleh: dr. Andrea Kaniasari