Edukasi dan Promosi Kesehatan Chikungunya
Edukasi pasien chikungunya terutama diberikan tentang perawatan di rumah. Pasien harus banyak beristirahat, menghindari kelelahan, dan memastikan kecukupan cairan. Pasien juga perlu mewaspadai tanda-tanda bahaya, sehingga bisa bergegas memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan.
Promosi kesehatan terutama difokuskan terhadap upaya pencegahan transmisi chikungunya, yaitu dengan pemberantasan vektor dan mencegah gigitan nyamuk.[5,6]
Edukasi Pasien
Edukasi pada pasien chikungunya terutama ditujukan pada pasien yang dirawat di rumah. Pasien sebaiknya beristirahat cukup pada ruangan dengan suhu yang tidak terlalu panas dan tidak lembap. Suhu yang panas dapat memperberat nyeri persendian. Pasien juga dilarang untuk melakukan aktivitas fisik yang menyebabkan kelelahan. Berolahraga diduga dapat memperberat proses peradangan pada persendian.
Kompres dingin dapat membantu untuk mengatasi gangguan pada sendi-sendi. Pasien juga perlu diedukasi mengenai kecukupan konsumsi cairan. Dalam 1 hari minimal, pasien mengonsumsi air sebanyak 2 liter. Ajarkan pasien untuk memantau urine output. Dalam 1 hari, seharusnya urine output melebihi 1 liter.
Jika demam, pasien dapat mengonsumsi parasetamol, maksimal 2 tablet 500 mg sebanyak 4 kali/hari, dengan catatan pasien tidak memiliki riwayat gangguan fungsi hati atau ginjal. Pasien juga perlu diberi tahu untuk tidak melakukan self-medication menggunakan obat-obatan lain, misalnya aspirin atau analgesik lainnya.
Edukasi juga perlu mencakup tanda-tanda bahaya yang perlu diketahui pasien, sehingga dapat pergi memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan. Tanda-tanda bahaya, antara lain demam lebih dari 5 hari, nyeri yang sangat berat, pusing yang disertai ekstremitas dingin, penurunan urine output, perdarahan, atau muntah-muntah hebat.
Keluarga pasien juga perlu diedukasi bahwa chikungunya merupakan penyakit menular, sehingga mungkin terjadi penularan kepada anggota keluarga lainnya.[1,6,21]
Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Pencegahan chikungunya difokuskan terhadap pemberantasan vektor dan cara-cara mencegah terjadinya kontak dengan vektor. Pencegahan penting untuk diterapkan, guna memutus rantai penularan chikungunya.
Pemberantasan Vektor
Vektor pada chikungunya adalah nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Upaya pemberantasan vektor dilakukan dengan mengurangi genangan air atau tampungan air yang dapat menjadi tempat nyamuk berkembang biak. Air pada vas bunga atau wadah mengandung air lainnya, sebaiknya diganti setiap minggu. Tempat penampungan air juga harus ditutup rapat.
Pada wabah, insektisida dapat disemprotkan pada permukaan benda-benda atau tempat yang biasa dihinggapi nyamuk, untuk membunuh nyamuk dewasa yang terbang. Insektisida atau jenis ikan larvivorous juga dapat digunakan untuk memberantas jentik-jentik nyamuk pada akuarium atau kolam di taman. Rerumputan yang tinggi juga sebaiknya dipotong, sehingga tidak menjadi tempat persembunyian nyamuk dewasa.[5,6]
Pakaian dan Losion Antinyamuk
Penggunaan pakaian yang meminimalkan paparan kulit untuk digigit nyamuk dapat dilakukan. Losion antinyamuk (repellent) bisa digunakan pada kulit, sesuai dengan petunjuk pemakaian produk. Repellent sebaiknya mengandung DEET (N,N-diethyl-3-methylbenzamide), IR3535 (3-[N-acetyl-N-butyl]-aminopropionic acid ethyl ester), atau ikaridin (1-piperidinecarboxylic acid, 2-(2-hydroxyethyl)-1-methylpro- pylester).
Pada anak-anak atau orang dewasa yang tidur siang, pemakaian kelambu yang berlapis insektisida, misalnya permethrin, dapat melindungi terhadap serangan nyamuk. Obat nyamuk bakar atau semprot juga dapat digunakan untuk mengurangi gigitan pada ruang tertutup. Selain itu, pemasangan kawat nyamuk pada pintu dan jendela juga dapat melindungi.[5,6]
Vaksin Chikungunya
Hingga saat ini belum tersedia vaksin untuk penyakit chikungunya. Berbagai metode vaksin masih terus diteliti, antara lain live attenuated chikungunya viral (LAV) strains, chimeric viral vectors, inactivated virions or virus-like particles (VLP), subunit vaccines, dan DNA plasmid.
Masing-masing metode telah menunjukkan efikasi pada model binatang, dan beberapa menghasilkan efek imunogenik pada manusia. Namun, semua metode vaksin masih dalam uji klinis hingga saat ini.[1,23]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra