Diagnosis Chikungunya
Diagnosis chikungunya dikonfirmasi dengan pemeriksaan serologi, seperti enzyme-linked immunosorbent assays (ELISA) untuk mendeteksi keberadaan IgM dan IgG anti-chikungunya atau pemeriksaan molekular dengan polymerase chain reaction (PCR). Dugaan diagnosis didasarkan pada gejala klinis chikungunya yang cukup khas, yaitu demam akut, disertai poliartralgia yang sering menyerang pergelangan tangan, pergelangan kaki, dan sendi-sendi kecil.[5,6]
Anamnesis
Anamnesis pada chikungunya dapat berbeda-beda berdasarkan perjalanan penyakit, yaitu fase akut, pascaakut, dan kronis. Pada fase akut, keluhan utama pasien kemungkinan adalah demam, nyeri persendian, dan terkadang ruam kulit makulopapular generalisata pada ekstremitas. Pada fase pascaakut dan kronis, keluhan nyeri atau peradangan sendi akan lebih dominan.
Fase Akut
Chikungunya merupakan penyakit febris akut dengan periode inkubasi 3–7 hari. Infeksi virus ini menyebabkan gejala pada 40–85% penderitanya. Pasien dapat datang dengan keluhan demam tinggi mendadak, biasanya di atas 39 C, disertai menggigil selama 2–3 hari. Demam dapat muncul kembali dalam 1–2 hari setelah periode afebris selama 4–10 hari, sehingga disebut juga sebagai “saddle back fever”.
Demam diikuti dengan mialgia dan artralgia yang hebat setelah 2–5 hari. Gejala yang terjadi sangat mengganggu pasien, dan menyebabkan morbiditas bermakna. Poliartralgia berat merupakan gejala khas untuk membedakan chikungunya dengan diagnosis bandingnya, dan memiliki positive predictive value lebih dari 80%.
Nyeri persendian yang terjadi umumnya simetris, baik pada ekstremitas atas maupun bawah. Sendi-sendi tangan dilaporkan menjadi tempat predileksi tersering. Selain itu, nyeri juga sering dirasakan pada tulang vertebrae, lutut, dan pergelangan kaki. Nyeri dapat bertahan hingga 1–3 minggu.
Gejala lain yang sering ditemukan adalah nausea, fatigue, sakit kepala, nyeri punggung, dan ruam kulit. Individu dengan chikungunya umumnya mengalami flushing yang mengenai wajah dan badan diikuti dengan ruam makulopapular eritem pada badan dan ekstremitas, yang sesekali mengenai telapak tangan dan kaki. Ruam secara perlahan menghilang dan berubah menjadi petekie, urtikaria, xerosis, hipermelanosis, atau sembuh dengan deskuamasi.[1,3,5]
Fase Pascaakut
Fase akut dari penyakit dapat diikuti dengan fase pascaakut, yang biasa terjadi mulai minggu ke-4 hingga 3 bulan kemudian. Pada fase ini ditemukan gejala peradangan yang persisten, seperti inflammatory arthralgia, arthritis, misalnya sinovitis dengan atau tanpa efusi, tenosynovitis, dan bursitis. Peradangan dapat membaik secara perlahan.[5]
Fase Kronis
Fase kronis terjadi jika gejala fase pascaakut bertahan lebih dari 3 bulan. Fase kronis dapat berlangsung bulanan hingga tahunan. Berdasarkan laporan, gejala dapat bertahan hingga 6 tahun. Gambaran klinis yang lebih langka dari penyakit ini adalah rheumatoid arthritis berat, neuroretinitis, uveitis, gangguan pendengaran, miokarditis dan kardiomiopati.[1,5]
Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik umumnya didapatkan demam tinggi, faringitis, konjungtivitis dan fotofobia. Limfadenopati ditemukan pada kasus yang langka. Manifestasi lainnya, yaitu arthralgia berat, mialgia, dan ruam.
Artralgia umumnya poliartikular dan berpindah-pindah. Umumnya gejala ini mengenai sendi-sendi kecil pada tangan, pergelangan tangan, pergelangan kaki dan jarang ditemukan pada sendi-sendi besar. Lebih dari 10 kelompok sendi dapat terkena secara simultan dan menyebabkan pasien sangat kesakitan.
Sendi yang bengkak dan nyeri disertai tenosynovitis dan artritis berat sering ditemukan saat pertama kali terdiagnosis. Nyeri sendi lebih parah dirasakan pada pagi hari (morning stiffness), dan umumnya membaik secara perlahan dengan gerakan ringan. Namun, nyeri dapat dieksaserbasi oleh aktivitas yang berat.
Pasien biasa dijumpai berbaring dalam posisi fleksi dan menghindari pergerakan untuk mencegah nyeri. Edema sendi biasanya dapat ditemukan, tetapi jarang terjadi efusi. Kebanyakan keluhan sendi mulai membaik setelah 1 minggu, tetapi sekitar 10–12% gejala sendi menetap, dan dapat berlangsung hingga berbulan-bulan bahkan mencapai 3 tahun.[1,15]
Manifestasi Klinis pada Neonatus
Pada neonatus, gejala dapat muncul 3–7 hari setelah kelahiran. Gejala tersering adalah demam, ruam, dan edema perifer. Pada bayi, sering terjadi penyulit, seperti kejang, perdarahan, gangguan hemodinamik, dan disfungsi jantung. Pada neonatus, sebanyak 43% pasien mengalami gejala ringan, tetapi 53% dapat menderita infeksi berat disertai ensefalitis. Terkadang, dibutuhkan perawat di intensive care unit (ICU).[5]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari chikungunya, antara lain adalah demam Dengue, infeksi virus Zika, dan Malaria. Chikungunya, demam Dengue, dan infeksi virus Zika merupakan penyakit akibat arbovirus, sehingga memiliki gejala yang serupa. Untuk membedakan ketiga penyakit ini, dapat dibantu dengan pemeriksaan serologi.
Sedangkan untuk membedakan chikungunya dengan malaria, dapat dilakukan berdasarkan pemeriksaan fisik. Pada malaria, sering ditemukan hepatosplenomegali.
Demam Dengue
Indonesia adalah negara endemis demam Dengue, sehingga dokter harus dapat membedakan infeksi chikungunya dengan demam Dengue. Masa inkubasi Dengue adalah 3–14 hari. Terdapat banyak kesamaan antara gejala chikungunya dan demam Dengue, seperti demam, myalgia, dan nyeri kepala. Namun, demam Dengue dapat diikuti dengan gejala perdarahan.
Demam Dengue lebih sering menyebabkan neutropenia, trombositopenia, syok hemoragik, dan kematian, dibandingkan chikungunya. Untuk membedakan secara pasti, dapat dilakukan pemeriksaan antigen NS1 untuk mendeteksi demam Dengue pada fase akut.[3,4,16]
Infeksi Virus Zika
Masa inkubasi virus Zika adalah 3–14 hari. Pada infeksi virus Zika, demam yang terjadinya biasanya tidak terlalu tinggi, dan disertai dengan ruam kulit, mialgia, konjungtivitis, sakit kepala, edema, dan muntah.
Pemeriksaan laboratorium untuk membantu membedakan chikungunya dengan infeksi virus Zika adalah dengan menggunakan anti-Zika IgM. Sebaiknya pemeriksaan IgM dilakukan dalam 4 hari setelah gejala muncul. Namun, cross-reactivity antara Zika, Dengue, dan flavivirus lain, sering terjadi.[4,17]
Malaria
Malaria juga ditandai gejala demam, tetapi karakteristik demam pada malaria berbeda dengan chikungunya. Pada malaria, demam dapat terus berlangsung hingga 7 hari. Selain itu, pada malaria berat dapat dijumpai jaundice, gangguan kesadaran, kejang, dan urin berwarna gelap. Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan hepatosplenomegali.[18]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis chikungunya dapat menggunakan pemeriksaan serologi, untuk mendeteksi IgG dan IgM. Selain itu, tersedia juga pemeriksaan dengan polymerase chain reaction (PCR) untuk menemukan virus chikungunya dari serum atau plasma pasien.
Pemeriksaan Serologi
Antibodi IgM spesifik virus chikungunya umumnya muncul setelah hilangnya viremia, yaitu pada hari ke 5–7 dari penyakit, dan tetap positif selama 3-6 bulan. IgG muncul setelah 7–10 hari dan dapat menetap selama bulanan hingga tahunan. Diagnosis serologi dibuat jika terjadi peningkatan IgM sebanyak 4 kali lipat dari 2 sampel serum yang diambil terpisah. Jarak pengambilan sampel setidaknya 15 hari, sesuai dengan fase akut dan konvalesen dari penyakit.[1,5]
Pemeriksaan Molekular
Real time polymerase chain reaction (RT-PCR) merupakan pemeriksaan standar menggunakan domain struktural dan nonstruktural dari genom virus chikungunya. Pemeriksaan dilakukan terhadap sampel serum atau plasma/EDTA pasien pada fase akut, yaitu kurang dari 7 hari sejak onset gejala. RT-PCR merupakan metode diagnostik pilihan pada fase akut penyakit.
Selain RT-PCR, pemeriksaan genotyping juga sedang dalam pengembangan untuk membantu saat terjadi wabah.[1,5]
Kultur Virus
Kultur virus chikungunya dapat dilakukan dalam 3 hari pertama penyakit, yaitu saat terjadi viremia. Kultur dilakukan dengan inokulasi darah pasien ke tubuh tikus atau nyamuk. Deteksi dengan kultur dapat dilakukan di Centers for Disease Control and Prevention (CDC).[3,5]
Kriteria Diagnostik
Definisi kasus demam chikungunya sesuai dengan kriteria World Health Organization (WHO) untuk Asia Tenggara adalah sebagai berikut:
Suspect
Pasien mengalami demam akut, disertai menggigil yang berlangsung selama 3–5 hari. Terdapat juga nyeri pada sendi multipel atau bengkak pada ekstremitas yang dapat berlanjut selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan.[19]
Probable
Pasien probable adalah pasien suspect, ditambah 1 dari kondisi di bawah ini:
- Riwayat bepergian atau tinggal pada daerah yang dilaporkan terjadi wabah chikungunya
- Diagnosis malaria, dengue dan penyebab lain dari demam yang disertai dengan nyeri sendi telah disingkirkan[19]
Confirmed
Didapatkan virus yang terisolasi pada kultur sel atau inokulasi pada binatang dari acute phase sera atau terdapat RNA virus pada acute phase sera melalui pemeriksaan RT-PCR. Pasien juga dikatakan confirmed chikungunya jika terdapat antibodi IgM spesifik terhadap virus pada sampel serum tunggal yang didapatkan saat fase akut atau peningkatan 4 kali lipat dari titer antibodi IgG spesifik terhadap virus pada sampel yang dikumpulkan setidaknya berjarak 3 minggu.[19]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra