Patofisiologi Demam pada Bayi
Patofisiologi demam pada bayi berusia 0–60 hari berhubungan dengan pelepasan pirogen endogen ke sirkulasi, sehingga terjadi peningkatan set-point hipotalamus. Suhu tubuh terutama pada bayi usia 0–60 hari bervariasi 37±0,5℃ sepanjang hari.
Variasi suhu inti tubuh merupakan hasil dari banyak proses fisiologis termasuk siklus tidur/bangun, perubahan metabolisme, variabilitas hormon dan tingkat aktivitas. Demam pada bayi berusia 0–60 hari dikatakan patologis ketika suhunya >38,0℃.[2–4,16]
Terjadinya Demam
Demam terjadi sebagai hasil komunikasi antara sistem imun perifer dengan sistem saraf pusat. Infeksi virus maupun bakteri menghasilkan toksin berupa pirogen eksogen. Pirogen eksogen menginduksi leukosit dan makrofag menghasilkan sitokin sebagai pirogen endogen, seperti interleukin–1 (IL–1), IL–6, interferon (IFN) –γ, dan tumor necrosis factor (TNF). Ini adalah respon sistem imun perifer.[16,18,19]
Hasil dari respon sistem imun perifer adalah sitokin atau pirogen endogen. Pirogen endogen (sitokin) tidak melewati blood brain barrier (BBB), tapi masuk ke sistem saraf pusat (SSP) melewati organum vasculosum dari lamina terminalis (OVLT) yang merupakan bagian sensorik dari circumventricular organs (CVOs).[22–25]
Area OVLT ini yang permeabel terhadap sitokin, sitokin yang paling berperan adalah IL-1. Sitokin yang masuk melalui OVLT ke preoptik hipotalamus yang letaknya bersebelahan dengan OVLT. Kemudian menginduksi produksi prostaglandin E2 (PGE2) melalui metabolisme asam arakidonat jalur siklooksigenase 2 (COX-2) yang ada pada hipotalamus untuk meningkatkan set point, kemudian menyebabkan demam.[16,18–20]
Demam sebagai Respon Imun
Adanya demam merupakan alarm bagi tubuh bayi untuk melawan adanya pirogen eksogen. Induksi demam dapat mengganggu proliferasi dan replikasi virus atau bakteri, serta menyebabkan kerusakan dinding sel dan autolisis virus maupun bakteri tersebut. Oleh sebab itu, antipiretik, seperti paracetamol, yang bekerja pada jalur siklooksigenase dan mengurangi produksi PGE2 hanya digunakan pada keadaan tertentu.[3,16,18,20]
Perubahan Fisiologis Tubuh saat Demam
Perubahan fisiologis tubuh saat demam terjadi karena proses homeostasis. Tubuh melakukan usaha-usaha untuk menurunkan suhu dan melindungi tubuh.[16,18]
Berkeringat
Berkeringat pada saat demam terjadi karena pelepasan asetilkolin sebagai respon dari peningkatan sitokin proinflamasi. Asetilkolin kemudian menyebabkan vasodilatasi kulit lewat relaksasi otot polos pembuluh darah.
Vasodilatasi yang disertai dengan aktivasi kelenjar keringat menyebabkan terjadinya berkeringat dan hilangnya panas melalui permukaan kulit ke lingkungan dalam bentuk berkeringat. Hal ini kemudian menyebabkan adanya peningkatan insensible water loss 10% setiap peningkatan suhu tubuh 1°C.[3,16,18]
Takikardia
Takikardia merupakan respon dari adanya infeksi, demam dan peningkatan laju metabolik basal, dimana setiap 1oC terjadi peningkatan heart rate 10–20 kali/menit. Selain itu, dapat pula terjadi karena aktivasi sistem saraf simpatis dan usaha mencukupi curah jantung yang disebabkan adanya vasodilatasi dan hipovolemia.[3,16,18,21]
Akan tetapi, takikardia dapat pula tidak terjadi pada bayi berusia <2 bulan, karena pada saat ini sistem saraf otonom masih belum cukup matur untuk memberikan respons tersebut.[17]
Takipnea
Takipnea dapat terjadi karena infeksi paru seperti pada pneumonia, adanya asidosis metabolik, serta adanya kebutuhan untuk meningkatkan asupan oksigen pada saat hipoksia.[2,3,18,21]
Fontanel Menonjol
Adanya fontanel menonjol dapat ditemukan pada pasien dengan demam yang disertai dengan meningitis. Akan tetapi, meningitis tidak selalu menjadi penyebab fontanel menonjol. Pada keadaan seperti roseola infantum, fontanel juga dapat menonjol namun dengan klinis bayi yang relatif baik tanpa tanda adanya infeksi bakterial. Pada roseola, fontanel yang menonjol dapat terjadi karena adanya peningkatan produksi cairan serebrospinal (CSF) karena peningkatan sitokin proinflamasi.[2,22]