Diagnosis Disentri
Diagnosis disentri ditegakkan dengan menemukan koloni bakteri Shigella dysenteriae atau parasit Entamoeba histolytica pada kultur feses ataupun jaringan lain. Selain pemeriksaan kultur feses, diagnosis disentri juga dapat ditegakkan dengan pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR). Pemeriksaan PCR merupakan pemeriksaan yang paling baku untuk menemukan koloni Shigella dysenteriae.[1,2,4,6,9,28,29]
Anamnesis
Keluhan umum yang biasanya ditemukan pada pasien disentri adalah gangguan pencernaan berupa nyeri perut dan diare disertai lendir darah. Nyeri perut pada disentri basiler bervariasi mulai dari ringan sampai nyeri kolik difus (70–90%). Pasien juga mengeluhkan diare berlendir (70–80%) yang dapat berkembang menjadi diare disertai darah (30–50%).
Hal ini berbeda dengan disentri amuba yang mana sebagian besar kasusnya bersifat asimtomatik. Adapun keluhan yang dapat ditemukan pada disentri amuba berupa nyeri perut ringan disertai diare cair hingga kolitis berat dengan diare berlendir dan disertai darah.[1,2,4,6,9,27,29]
Di samping itu pasien disentri juga mengalami keluhan lain yang tidak spesifik misalnya demam, tidak nafsu makan, dan letargi. Pada kasus disentri yang berat dapat terjadi kejang bahkan penurunan kesadaran yang disebabkan oleh ensefalopati.[1,2,4,6,9,28,30]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan tanda vital pasien disentri didapatkan peningkatan suhu tubuh, takikardi, takipnea dan hipotensi. Di samping itu, pada pemeriksaan abdomen didapatkan pembesaran ukuran perut atau distended abdomen dengan peningkatan suara usus. Rasa nyeri pada bagian perut bagian bawah juga umumnya timbul dikarenakan adanya inflamasi pada kolon sigmoid dan rektum.[1,2,4,6,9,28,30]
Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnosis disentri, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti berikut ini:
Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan PCR merupakan pemeriksaan gold standard dalam menegakkan diagnosis disentri basiler maupun disentri amuba. Dutta et al. melakukan penelitian untuk membandingkan teknik konvensional dan PCR dalam mendiagnosis Shigella dan enteroinvasive Escherichia coli pada anak dengan diare akut di Calcutta, India. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa PCR memiliki sensitivitas 96% dan spesifisitas 100%. Adapun pemeriksaan kultur feses dan colony hybridisation memiliki sensitivitas sebesar 54% dan 60%.
Kultur Feses
Dalam kasus disentri, kultur feses merupakan pemeriksaan gold standard yang lainnya. Metode ini dapat dikerjakan pada media indikator selektif maupun non selektif. Agar MacConkey merupakan salah satu media indikator non selektif yang dapat menunjukkan bentukan koloni berwarna putih pada seseorang yang terinfeksi Shigella. Sementara itu, media indikator selektif dapat berupa agar Salmonella Shigella dan agar Hektoen enteric. Pemeriksaan kultur feses selain untuk mengidentifikasi penyebab dapat berperan untuk melihat resistansi antibiotik.
Feses Lengkap
Pada pemeriksaan feses lengkap dapat ditemukan leukosit yang mengindikasikan terjadinya inflamasi difus pada kolon dan darah samar yang mengindikasikan adanya infeksi invasif dengan sensitivitas 55% dan spesifisitas 60%. Akan tetapi, kelemahannya adalah tidak dapat membedakan dengan Entamoeba dispar, Entamoeba moshkovskii dan Entamoeba bangladeshi.
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah lengkap umumnya akan ditemukan leukositosis, anemia, dan trombositopenia pada infeksi Shigella dan Entamoeba histolytica. Peningkatan ESR dan CRP juga dapat ditemukan pada kondisi ini. Pada pemeriksaan fungsi hati akan ditemukan peningkatan bilirubin, alkali fosfatase, maupun alanine aminotransferase.
Meskipun terjadi peningkatan ringan, perlu dicurigai adanya infeksi Shigella atau Entamoeba histolytica. Toksin Shigella dan Entamoeba histolytica dapat mengakibatkan dehidrasi sehingga terjadi gangguan pada fungsi ginjal yang ditandai dengan peningkatan BUN dan kreatinin. Gangguan elektrolit berupa hiponatremia dapat terjadi pada kedua infeksi.
Kultur Darah
Kultur darah dapat menunjukkan hasil positif pada kasus yang berat dan biasanya terdeteksi pada anak anak daripada dewasa.
Alfa-1 Antitripsin
Pemeriksaan alfa-1 antitripsin akan menunjukkan hasil yang tinggi pada saat fase akut shigellosis maupun amebiasis serta pada pasien yang mengalami kegagalan terapi disentri.
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi umumnya digunakan pada kasus amebiasis hepar. Pemeriksaan ini dapat menemukan adanya area hipoekoik tunggal maupun multipel dengan tepi bulat dimana pemeriksaan ini memiliki nilai prediktif sekitar 85–100%. Pemeriksaan CT atau MRI dapat digunakan untuk mendeteksi adanya abses yang berukuran kecil pada kasus amebiasis karena pemeriksaan ini memiliki nilai prediksi positif hingga 95%. Selain itu, pemeriksaan ini dapat digunakan pada kasus disentri derajat berat atau pada kasus disentri yang tidak mengalami perbaikan meskipun sudah diberikan terapi lini pertama.
Pemeriksaan Endoskopi
Hasil endoskopi pada disentri basiler dapat menunjukkan gambaran eritematosa dan ulkus pada saluran cerna yang tersebar secara difus. Sedangkan pada disentri amuba, ditemukan gambaran ulkus tanpa tanda inflamasi generalisata.[1,2,4-6,9,19,28,30-32]
Diagnosis Banding
Gejala demam, mual, muntah dan nyeri perut pada disentri basiler dapat juga ditemukan pada demam tifoid, infeksi Escherichia coli, dan infeksi Clostridium difficile. Gejala diare kronis yang terjadi pada disentri dapat juga terjadi pada penyakit Crohn, penyakit celiac, irritable bowel syndrome (IBS).[1,4,5,17,23,24,27,28,33-38]
Demam Tifoid
Disentri dan demam tifoid umumnya memiliki kesamaan dalam timbulnya gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah dan nyeri perut. Akan tetapi, gejala khas pada infeksi demam tifoid adalah demam lebih dari 3 hari dengan intensitas demam semakin meningkat, sedangkan gejala khas pada disentri adalah terdapat lendir dan darah pada feses.
Keluhan demam pada pasien disentri tidak selalu ada, sedangkan diare berlendir maupun berdarah tidak selalu ada pada demam tifoid. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis disentri adalah menggunakan kultur feses atau polymerase chain reaction. Sedangkan penegakan diagnosis demam tifoid menggunakan pemeriksaan darah lengkap, tes widal maupun tubex.[4,11,33]
Infeksi Escherichia Coli
Infeksi Escherichia coli dapat menyebabkan timbulnya diare hingga terjadi dehidrasi. Selain menyerang saluran pencernaan, bakteri ini juga dapat menyerang organ diluar saluran pencernaan, seperti saluran kencing, paru-paru, hingga selaput otak. Perbedaannya, diare pada kasus disentri merupakan diare yang disertai lendir dan darah. Pemeriksaan kultur feses merupakan salah satu pemeriksaan gold standard yang dapat membedakan keduanya.[1,4,5,11,33]
Inflammatory Bowel Disease (IBD)
Penyakit inflammatory bowel disease (IBD) memiliki gejala yang hampir mirip dengan disentri akibat Entamoeba histolytica dikarenakan pada pemeriksaan endoskopi keduanya menunjukkan gambaran serupa, yakni ulserasi difus usus yang tampak rapuh, oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan feses untuk membedakannya.[23,24,27,28,30]
Direvisi oleh: dr. Andrea Kaniasari