Patofisiologi Disentri
Patofisiologi disentri berawal dari tertelannya bakteri Shigella pada disentri basiler atau kista matang Entamoeba histolytica pada disentri amuba. Penularan terjadi secara fekal–oral, melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi.
Disentri Basiler
Patofisiologi penularan disentri basiler diperantarai oleh lalat yang menghinggapi makanan dan minuman yang kemudian dikonsumsi oleh manusia. Selain secara fekal–oral, Shigella dysenteriae juga dapat menular melalui hubungan seksual seperti pada populasi laki-laki seks dengan laki-laki (LSL). Manusia merupakan reservoir natural satu-satunya bakteri Shigella dysenteriae.
Patogenesis dimulai dari masuknya bakteri Shigella dysenteriae ke dalam usus halus dan diikuti dengan proses memperbanyak diri. Kemudian, bakteri ini akan masuk ke dalam usus besar dan melakukan invasi pada mukosa usus besar untuk selanjutnya akan menghasilkan enterotoksin.[3,4,6,10,11]
Invasi Sel Epitel Usus Besar
Shigella dysenteriae menginvasi sel epitel usus besar dan menembus epitel basolateral usus besar menggunakan mekanisme transport dan transitosis. Pada saat proses transitosis, bakteri Shigella dysenteriae menginduksi makrofag dan apoptosis sel (kematian sel). Proses ini mengakibatkan terjadinya pelepasan sel radang seperti interleukin 1 dan interleukin 18, yang pada akhirnya mengakibatkan peradangan usus dan pengaktifan mekanisme pertahanan tubuh dalam menghadapi peradangan yang terjadi. Bakteri Shigella dysenteriae memiliki kemampuan untuk menempel pada makrofag. Setelah terjadi apoptosis dan inflamasi, makrofag akan melepaskan Shigella dysenteriae.[3,4,10,11]
Selanjutnya, bakteri Shigella dysenteriae menginvasi lebih lanjut sel epitel yang berdekatan dengan sel epitel yang sudah diinvasi, menggunakan mekanisme polimerisasi aktin interselular (the intercellular actin polymerization process). Proses invasi yang terjadi pada sel epitel usus menyebabkan pengaktifan faktor nuklear (kappa B) di dalam sel. Aktivasi kappa B di dalam sel, dan selanjutnya produksi interleukin 8, akan mengakibatkan peradangan dan kerusakan epitel. Proses ini mendasari terjadinya gangguan absorbsi nutrisi dan diare.[3,4,10,11]
Produksi Toksin
Bakteri Shigella dysenteriae memiliki mekanisme lain dalam merusak sel selain invasi sel, yakni pembentukan toksin. Dalam hal ini enterotoksin 1 dan 2 yang memiliki peranan penting dalam gangguan absorbsi nutrisi dan cairan. Shigella dysenteriae menghasilkan sitotoksin serotipe 1 yang berperan dalam kerusakan pembuluh darah dan sitotoksisitas di dalam kolon dan organ lainnya seperti ginjal. Hal ini mengakibatkan terjadinya diare berdarah dan hemolytic uremic syndrome (HUS), prolaps rektum, hingga sepsis.[3,4,10,11]
Disentri Amuba
Patofisiologi disentri amuba terdiri atas 3 tahapan yakni kematian sel inang, inflamasi dan proses invasi. Infeksi dimulai dengan penempelan parasit pada sel inang yang dimediasi oleh molekul lektin Gal / GalNAc yang merupakan salah satu faktor virulensi dari protozoa. Sel epitel usus merupakan sel pertama yang menjadi target infeksi protozoa, selanjutnya trofozoit yang menempel berpotensi membunuh sel inang melalui mekanisme apoptosis, fagositosis dan trogositosis.[12,13]
Kematian sel inang ini selanjutnya menyebabkan terjadinya proses inflamasi di kolon sehingga menimbulkan gejala gejala kolitis amebiasis. Setelah terjadi inflamasi, Entamoeba Hystolitica mengekskresikan protein homolog sitokin proinflamatori yang disebut EHMIF (Entamoeba Hystolitica mammalian macrophage migration inhibitory factor) yang selain dapat menginduksi inflamasi juga dapat meningkatkan produksi matriks metaloproteinase yang menghancurkan matriks ekstraseluler pada saluran pencernaan yang mengakibatkan peningkatan migrasi sel dan invasi inang.[12,14]
Direvisi oleh: dr. Andrea Kaniasari