Prognosis Disentri
Secara umum disentri memiliki prognosis yang baik apabila diberikan tatalaksana yang cepat dan tepat. Tatalaksana yang terlambat dan tidak tepat pada disentri akan menyebabkan komplikasi mulai dari dehidrasi, abses hepar, perforasi kolon, obstruksi usus, prolaps rektum, bakteremia, hingga hipovolemik berat, yang dapat berujung pada kematian.[1,2,4,19,28,32,34,42-44,47]
Komplikasi
Komplikasi pada saluran pencernaan maupun sistemik dapat timbul jika disentri tidak ditangani dengan cepat dan tepat.[1,2,4,31,34,42-44,47-51]
Komplikasi Saluran Pencernaan
Perforasi kolon dapat terjadi pada bayi dan orang yang mengalami malnutrisi. Penyebabnya adalah Entamoeba histolytica, Shigella flexneri dan Shigella dysenteriae. Obstruksi usus dapat terjadi pada kasus berat infeksi Shigella dysenteriae dan Entamoeba histolytica. Selain itu dapat juga terjadi toxic megacolon biasanya terjadi pada infeksi Shigella dysenteriae tipe 1 dan Entamoeba histolytica. Prolaps rektum atau proktitis dapat terjadi pada bayi dan anak kecil yang mengalami kekurangan nutrisi.
Komplikasi Sistemik
Bakteremia biasanya terjadi pada anak dengan usia kurang dari 5 tahun. Hemolytic uremic syndrome dapat terjadi pada bayi dan anak kecil yang mengalami gagal ginjal akut, di samping dapat juga terjadi hiponatremia dan hipovolemia. Gangguan sistem saraf berupa kejang dapat terjadi pada seseorang yang terinfeksi disentri dan hal ini merupakan salah satu penyebab tingginya angka kematian akibat disentri. Miokarditis akut biasanya terjadi pada anak–anak yang terinfeksi Shigella sonnei. Reaksi leukemoid, yakni terjadi peningkatan nilai neutrofil diatas 50.000 per μL.
Pada infeksi Entamoeba histolytica dapat terjadi amebiasis pleuropulmonal, di mana hal ini terjadi akibat rupturnya abses ke rongga pleura yang kemudian menyebabkan empiema. Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan pernafasan disertai nyeri dada. Selain itu komplikasi yang dapat terjadi adalah terjadinya abses otak yang meskipun kejadian abses otak tergolong jarang. Gejala yang timbul pada abses otak adalah nyeri kepala hebat, mual, muntah, kejang hingga penurunan kesadaran yang jika tidak ditangani dengan segera akan berujung pada kematian.
Komplikasi Pasca Infeksi
Infeksi Shigella juga dapat menyebabkan komplikasi pasca infeksi seperti malnutrisi. Hal ini terjadi karena Shigella menyebabkan terjadinya diare berkepanjangan sehingga menyebabkan hilangnya nutrisi dan cairan tubuh.
Prognosis
Prognosis disentri bergantung pada beberapa hal. Keterlambatan penanganan disentri akan menyebabkan infeksi menjadi semakin berat dan berdampak pada komplikasi. Bayi dan orang tua dengan usia lebih dari 50 tahun merupakan golongan usia yang rentan untuk mengalami komplikasi berat akibat infeksi Shigella jika tidak segera mendapatkan penanganan.[1,2,4,34]
Air susu ibu (ASI) merupakan komponen penting yang dibutuhkan pada anak hingga usia 6 bulan, karena di dalam ASI terdapat kolostrum yang berguna dalam kekebalan tubuh anak. Seseorang dengan malnutrisi tentunya akan mengakibatkan kekebalan tubuh rendah sehingga jika terinfeksi Shigella dysenteriae akan menyebabkan komplikasi berat. Pasien dengan komplikasi disentri semisal dehidrasi berat dengan penurunan kesadaran maupun kejang cenderung memiliki prognosis buruk akibat beratnya infeksi disentri pada pasien tersebut.[1,2,4,31,34,48-51]
Pada kasus amebiasis yang terlambat atau tidak diterapi dengan tepat, terdapat potensi terjadinya kematian. Amebiasis berat terjadi pada ibu hamil, neonatus, malnutrisi, pasien yang mendapatkan terapi kortikosteroid, atau seseorang dengan keganasan. Apabila amebiasis ditangani dengan baik maka prognosis menjadi baik. Angka kematian setelah pengobatan yang adekuat kurang dari 1%.
Akan tetapi terdapat kasus sebanyak 5 hingga 10 % di mana abses hepar akibat amebiasis dapat berkomplikasi menjadi ruptur intraperitoneal. Angka kematian akibat amebiasis yang berkomplikasi pada jantung dan paru dapat mencapai 20%. Oleh karena itu pengobatan yang adekuat diperlukan dalam penatalaksanaan kasus amebiasis.[23,24,27,28,46]
Direvisi oleh: dr. Andrea Kaniasari