Pendahuluan HIV
Infeksi HIV adalah infeksi oleh human immunodeficiency virus (HIV) yang menyebabkan defek respon imun pada penderitanya. Defek respon imun yang terus berlanjut dapat menyebabkan progresi infeksi HIV memburuk menjadi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS).[1,2]
HIV ditransmisikan melalui hubungan seksual, kontak dengan darah terinfeksi, maupun transmisi vertikal dari ibu ke bayi. Oleh karena jalur transmisinya tersebut, infeksi HIV dominan terjadi pada populasi kunci seperti pengguna narkoba suntik, pekerja seks, pelanggan atau pasangan seks, laki-laki seks dengan laki-laki, waria, dan warga binaan pemasyarakatan.[1-4]
Infeksi HIV tidak memunculkan gejala ataupun tanda yang spesifik. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan serologi (rapid immunochromatography test dan enzyme immunoassay) dan virologi (nucleic acid test), dengan tetap menerapkan prinsip 5C yaitu consent, confidentiality, counselling, correct results dan connection.[5-7]
Hingga saat ini belum ada obat kuratif maupun vaksin terhadap penyakit ini. Penatalaksanaan dengan obat antiretroviral, seperti zidovudin, ditujukan untuk menekan virulensi, mencegah progresi penyakit dan infeksi oportunistik sehingga penderita dapat hidup lebih lama dan berkualitas.[3,6,8,9]
Prognosis infeksi HIV pada pasien yang tidak diterapi sangat buruk, dengan tingkat mortalitas lebih dari 90%. Infeksi HIV yang tidak diterapi dapat berprogresi menjadi AIDS dengan berbagai infeksi oportunistik. Infeksi oportunistik yang paling sering terjadi di Indonesia yaitu tuberkulosis, kandidiasis oral, diare, pneumocystis pneumonia, dan pruritic papular eruption. Meski begitu, prognosis dapat menjadi baik jika terapi antiretroviral dimulai segera, sebaiknya pada hari yang sama dengan diagnosis.
Edukasi kepada masyarakat sangat penting untuk menghilangkan stigma. Petugas kesehatan juga perlu menjalani edukasi karena stigma juga rentan timbul dalam populasi ini.[3,6,10]
Penulisan pertama oleh: dr. Abi Noya