Penatalaksanaan HIV
Penatalaksanaan infeksi HIV adalah dengan pemberian obat antiretroviral (ARV). Hingga saat ini belum ada obat untuk menyembuhkan infeksi HIV. ARV yang digunakan bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan HIV.
Pemberian terapi ARV dapat menekan viral load hingga kadar yang tidak terdeteksi (virus tersupresi). Supresi virus dapat meningkatkan fungsi imun dan kualitas hidup secara keseluruhan, menurunkan risiko komplikasi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) dan non-AIDS, serta memperpanjang kesintasan pasien. Selain itu, terapi ARV dapat mengurangi risiko penularan HIV.[2,6,7]
Terapi ARV harus diberikan kepada semua pasien dengan infeksi HIV tanpa melihat stadium klinis dan nilai CD4. Tabel 1 menyajikan obat-obat ARV berdasarkan golongannya beserta dosisnya untuk dewasa dan anak-anak.[6,7]
Tabel 1. Dosis Obat Antiretroviral
Golongan | Nama obat | Dosis dewasa | Dosis anak |
Nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NRTIs) | Lamivudin (3TC) | 150 mg 2 kali sehari, atau 300 mg sekali sehari | ≥ 4 mg/kg 2kali sehari
|
Tenofovir (TDF) | 300 mg sekali sehari | >10 kg: 8 mg/kg sekali sehari | |
Zidovudin (AZT) | 500-600mg/hari terbagi dalam 2 atau 3 dosis | 4-<9 kg: 12 mg/kg 2 kali sehari 9-<30 kg: 9 mg/kg 2 kali sehari ≥30 kg: 250-300 mg 2 kali sehari | |
Abacavir (ABC) | 300 mg 2 kali sehari, atau 600 mg, sekali sehari | 14-<20 kg: 150 mg 2 kali sehari atau 300 mg sekali sehari ≥20 kg-<25 kg: 450 mg sekali sehari atau dalam 2 dosis terbagi ≥25 kg: sesuai dosis dewasa | |
Emtricitabine (FTC) | 200 mg sekali sehari | <33 kg: 6 mg/kg sekali sehari >33 kg: sesuai dosis dewasa | |
Penghambat protease | Lopinavir/ ritonavir (LPV/r) | 400/100 mg 2 kali sehari atau 800/200 mg sekali sehari | 2 minggu-6 bulan: 16 mg/4 mg per kg, 2 kali sehari <15 kg: 12 mg/3 mg per kg 2 kali sehari 15-40 kg: 10 mg/5 mg per kg 2 kali sehari ≥40 kg: sesuai dosis dewasa |
Darunavir/ ritonavir (DRV/r) | 800/100 mg sekali sehari | ≥15-<30 kg: 600 mg ≥30-<40 kg: 675 mg ≥40 kg: 800 mg Semua dosis diberikan sekali sehari | |
Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NNRTIs) | Efavirenz (EFV)
| 600 mg sekali sehari. | 3,5-<5 kg: 100 mg 5-<7,5 kg: 150 mg 7,5-<15 kg: 200 mg 15-<20 kg: 250 mg 20-<25 kg: 300 mg 25-<32,5 kg: 350 mg 32,5-<40 kg: 400 mg Semua dosis diberikan sekali sehari. |
Nevirapine (NVP)
| 200 mg sekali sehari untuk 14 hari pertama, selanjutnya (jika tidak muncul ruam kulit) 200 mg 2 kali sehari | 150 mg/m2 sekali sehari untuk 14 hari pertama, selanjutnya 150 mg/m2 2 kali sehari ≥50 kg: sesuai dosis dewasa | |
Integrase inhibitor | Dolutegravir (DTG) | 50 mg sekali sehari | 15-<20 kg: 20 mg 20-<30 kg: 25 mg 30-<40 kg: 35 mg ≥40 kg: 50 mg ≥40 kg: 50 mg Semua dosis diberikan sekali sehari |
Sumber: dr. Putri, 2022.[6,7]
Regimen Terapi Antiretroviral
Inisiasi terapi ARV yang cepat akan meningkatkan prognosis pasien. ARV perlu diusahakan untuk dikonsumsi dalam hari yang sama dengan diagnosis.
Terapi ARV diberikan dalam regimen kombinasi dengan 3 lini berjenjang. Regimen lini pertama digunakan pada pasien yang baru didiagnosis infeksi HIV dan belum pernah mendapatkan ARV sebelumnya (naif ARV). Regimen lini kedua digunakan jika terjadi kegagalan terapi dengan lini pertama. Regimen lini ketiga digunakan jika terjadi kegagalan terapi dengan lini kedua.[7]
Regimen Terapi Antiretroviral Lini Pertama
Regimen ARV lini pertama untuk dewasa (termasuk ibu hamil dan menyusui) dan remaja 10-19 tahun adalah tenofovir ditambah lamivudin atau emtricitabine dan efavirenz (tersedia dalam bentuk kombinasi dosis tetap/fixed dose combination). Jika kombinasi tersebut dikontraindikasikan atau tidak tersedia, maka dapat digunakan alternatif zidovudin ditambah lamivudin dan efavirens atau kombinasi zidovudin ditambah lamivudin dan nevirapine.
Regimen lini pertama untuk anak usia 3-10 tahun adalah zidovudin atau tenofovir ditambah lamivudin dan efavirenz. Jika kombinasi tersebut dikontraindikasikan atau tidak tersedia, maka dapat digunakan alternatif abacavir ditambah lamivudin dan nevirapine atau efavirenz. Alternatif lain adalah zidovudin ditambah lamivudin dan efavirenz atau nevirapine.[7,10]
Regimen ARV lini pertama untuk anak usia <3 tahun adalah abacavir atau zidovudin ditambahkan lamivudin dan lopinavir/ritonavir. Jika kombinasi tersebut dikontraindikasikan/tidak tersedia, maka dapat digunakan alternatif abacavir atau zidovudin ditambahkan lamivudin adan nevirapine.[7]
Regimen Terapi Antiretroviral Lini Kedua
Pada dewasa, kegagalan terapi ARV lini pertama dengan tenofovir ditambah lamivudin dan nevirapine atau efavirenz, diganti dengan lini kedua yaitu zidovudin ditambah lamivudin dan lopinavir/ritonavir. Sementara itu, kegagalan terapi ARV lini pertama dengan zidovudin ditambah lamivudin dan nevirapine atau efavirenz, diganti dengan lini kedua yaitu tenofovir ditambah lamivudin dan lopinavir/ritonavir.
Pada anak, kegagalan terapi ARV lini pertama dengan regimen yang mengandung abacavir atau kombinasi tenofovir dan lamivudin, diganti dengan lini kedua yaitu zidovudin ditambah lamivudin. Sedangkan kegagalan terapi ARV lini pertama dengan regimen yang mengandung zidovudin dan lamivudin, diganti dengan lini kedua yaitu abacavir atau tenofovir ditambah lamivudin atau emtricitabine.[7]
Regimen Terapi ARV Lini Ketiga
Regimen ARV lini ketiga untuk anak dan dewasa adalah darunavir/ritonavir ditambah dengan dolutregravir. Regimen ini dapat ditambahakan pula 1 atau 2 obat dari golongan Nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NRTI) seperti zidovudin.[7]
Pemantauan Terapi Antiretroviral
Evaluasi respon terapi ARV dilakukan dalam 6 bulan pertama. Hal-hal yang dievaluasi antara lain kemungkinan terjadinya immune reconstitution inflammatory syndrome (IRIS), adanya toksisitas obat, memastikan keberhasilan terapi ARV, mendeteksi masalah terkait kepatuhan, dan menentukan apakah terapi ARV harus diganti ke lini selanjutnya. Evaluasi respon terapi dilakukan dengan pemeriksaan viral load dan CD4.[3,7]
Pemantauan Viral load
Pemeriksaan viral load digunakan untuk menilai keberhasilan terapi (undetected viral load atau virus tersupresi), atau kegagalan terapi sehingga dapat segera mengganti obat dari lini pertama menjadi lini kedua dan seterusnya. Pemeriksaan viral load rutin dilakukan pada bulan ke 6 dan ke 12 setelah memulai ARV, dan selanjutnya setiap 12 bulan.[3,7]
Pemantauan CD4
Pemeriksaan CD4 dilakukan setiap 6 bulan untuk menilai respons imunologi terhadap terapi ARV dan menentukan indikasi pemberian atau penghentian profilaksis infeksi oportunistik. Pada pasien dengan viral load sudah tidak terdeteksi dan jumlah CD4 sudah meningkat di atas 200 sel/μL, pemeriksaan CD4 rutin tidak diperlukan lagi.[3,7]
Kegagalan Terapi
Pada kegagalan terapi ARV, terjadi resistensi silang dalam golongan ARV yang sama. Resistensi ini terjadi ketika HIV bermutasi dan terus berproliferasi meskipun dalam terapi ARV.[7,15]
Pasien harus minum obat ARV teratur selama minimal 6 bulan sebelum dinyatakan gagal terapi. Jika kepatuhan minum obat tidak baik atau berhenti minum obat, penilaian kegagalan terapi dilakukan setelah minum obat kembali secara teratur minimal 3-6 bulan.
Kegagalan terapi dapat dilihat dari berbagai kriteria, yaitu kriteria klinis, imunologi, dan virologi. Kriteria klinis gagal terapi yaitu munculnya infeksi oportunistik baru/berulang. Kriteria imunologi gagal terapi yaitu CD4≤250 sel/µl disertai kriteria klinis gagal terapi, atau CD4 persisten <100 sel/µl. Kriteria virologi gagal terapi yaitu 2 kali pemeriksaan viral load (berjarak 3-6 bulan) di atas 1000 kopi/ml.[2,7]
Pengobatan Profilaksis Infeksi Oportunistik
Profilaksis cotrimoxazole direkomendasikan pada pasien dengan stadium klinis 3 atau 4 atau jumlah CD4 <200 sel/μL. Profilaksis cotrimoxazole direkomendasikan juga pada semua pasien dengan TB berapapun jumlah CD4.[6,7,10]
Profilaksis cotrimoxazole pada anak direkomendasikan berdasarkan usia dan jumlah CD4, yaitu pada:
- Anak terinfeksi HIV usia >5 tahun dengan jumlah CD4 <200 sel/μL atau persentase CD4 <15%
- Anak usia 1-5 tahun dengan jumlah CD4 <500 sel/μL atau persentase CD4 <15%
- Bayi usia <12 bulan tanpa melihat jumlah maupun persentase CD4
Profilaksis cotrimoxazole dihentikan satu tahun setelah pasien sehat kembali dengan tingkat kepatuhan minum obat ARV yang baik dan CD4 >200 (setelah pemberian terapi ARV) pada 2 kali pemeriksaan berturut-turut.
Dosis cotrimoxazole yang digunakan adalah 960 mg sekali sehari. Dosis untuk anak usia <6 bulan adalah 100 mg sulfamethoxazole (SMX) dan 20 mg trimethoprim (TMP) sekali sehari. Dosis untuk anak usia 6 bulan hingga <5 tahun adalah 200 mg SMX dan 40 mg TMP sekali sehari. Dosis untuk anak usia >5 tahun adalah 400 mg SMX dan 80 mg TMP sekali sehari.[7,10]
Profilaksis Tuberkulosis
Selain profilaksis cotrimoxazole, pasien terinfeksi HIV yang tidak terbukti TB aktif, harus diberikan profilaksis isoniazid (INH) selama 6 bulan. Terapi profilaksis INH harus diberikan kepada pasien tanpa melihat derajat imunosupresi, status pengobatan ARV, ataupun status kehamilan.
Anak terinfeksi HIV yang memiliki gejala gagal tumbuh, demam, batuk lama, atau riwayat kontak TB, harus dievaluasi ke arah TB atau kemungkinan penyebab lainnya. Apabila tidak terbukti TB, profilaksis INH selama 6 bulan dapat diberikan berapapun usia anak.
Dosis INH per oral untuk dewasa adalah 300 mg sekali sehari selama 6 bulan. Vitamin B6 juga dapat diberikan untuk mengurangi neuropati perifer dengan dosis 25 mg per hari. Sementara itu, dosis INH untuk anak adalah 10 mg/kg/hari, maksimal 300 mg, selama 6 bulan.[7,10]
Penatalaksanaan Ibu Hamil dengan Infeksi HIV
Semua ibu hamil dengan infeksi HIV harus mendapatkan ARV dengan regimen yang sama dengan regimen ARV dewasa. Penatalaksanaan persalinan pada ibu dengan infeksi HIV menekankan kepada pentingnya pencegahan infeksi melalui kewaspadaan standar, serta menghindari pemecahan selaput ketuban dan tindakan invasif seperti episiotomi untuk menurunkan kemungkinan transmisi vertikal HIV.
Pilihan metode persalinan, baik pervaginam atau bedah sesar, dilakukan berdasarkan indikasi medis dengan menimbang manfaat dan risiko. Persalinan pervaginam dapat dilakukan jika ibu telah minum ARV teratur > 6 bulan atau diketahui kadar viral load < 1000 kopi/mm3 pada minggu ke-36. Pada ibu hamil dengan viral load ≥1000 kopi/mL atau viral load tidak diketahui pada trimester ketiga kehamilan, direkomendasikan metode sectio caesarea elektif pada usia kehamilan 38 minggu.[7,10]
Penatalaksanaan Bayi yang Lahir dari Ibu Terinfeksi HIV
Semua bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV harus mendapatkan ARV profilaksis sejak usia 6-12 jam setelah lahir (atau setidak-tidaknya kurang dari usia 72 jam) untuk mencegah transmisi vertikal HIV yang terjadi terutama pada saat persalinan dan menyusui. Profilaksis zidovudin dan nevirapine diberikan selama 6 minggu untuk bayi yang mendapatkan ASI, dengan syarat ibu harus dalam terapi ARV. Sementara itu, untuk bayi yang mendapat pengganti ASI (PASI), diberikan profilaksis zidovudin selama 6 minggu.
Profilaksis infeksi oportunistik, yaitu cotrimoxazole, juga perlu diberikan sejak usia 6 minggu sampai diagnosis infeksi HIV dapat disingkirkan atau sampai usia 12 bulan.
Pemberian imunisasi tetap dilakukan mengikuti standar pemberian imunisasi pada anak, termasuk vaksin hidup, kecuali bila terdapat gejala klinis infeksi HIV.[7,10]
Penatalaksanaan Menyusui bagi Ibu dengan Infeksi HIV
Pemberian susu pada bayi (ASI/PASI) harus memenuhi kriteria AFASS (acceptable, feasible, affordable, sustainable, and safe), dan selalu mempertimbangkan antara risiko transmisi vertikal HIV dan manfaat proteksi terhadap mortalitas terkait malnutrisi, diare, dan pneumonia. Penggunaan terapi ARV dapat menekan transmisi HIV melalui ASI, namun belum dapat mengeliminasi risiko transmisi seluruhnya. ASI untuk bayi dari ibu terinfeksi HIV hanya dapat diberikan apabila kriteria AFASS terhadap PASI tidak terpenuhi, dengan syarat ibu harus dalam terapi ARV dan anak mendapatkan ARV profilaksis.[7]
Penulisan pertama oleh: dr. Abi Noya