Etiologi HIV
Etiologi infeksi HIV adalah human immunodeficiency virus (HIV), yang merupakan kelompok Retrovirus dalam famili Retroviridae, genus Lentivirus. HIV adalah virus ribonucleic acid (RNA) sense positif, untai tunggal, diploid, dan berkapsul. HIV memiliki perantara DNA yang merupakan genom virus terintegrasi (provirus) yang menetap di dalam DNA host.[6,11]
Spesies Virus HIV
HIV dibedakan menjadi 2 spesies, yaitu HIV-1 dan HIV-2 yang masing-masing terdiri lagi dari beberapa subtipe. HIV-1 adalah spesies HIV yang paling umum ditemukan di seluruh dunia, sedangkan HIV-2 memiliki predominansi di daerah Afrika Barat. Dibandingkan infeksi HIV-2, infeksi HIV-1 memiliki risiko transmisi yang lebih tinggi, viral load yang lebih tinggi, dan lebih cepat berprogresi menjadi AIDS.
HIV memiliki 3 gen spesifik yaitu gag, pol, dan env yang secara berurutan mengkodekan antigen, polimerase, dan kapsul virus. Secara genetik, HIV-1 dan HIV-2 memiliki kesamaan superfisial, namun masing-masing memiliki gen yang unik dengan proses replikasi yang berbeda. HIV-1 memiliki gen tambahan tat, rev, nef, vif, vpu, dan vpr; sedangkan HIV-2 memiliki gen tambahan tat, rev, nef, vif, vpx, dan vpr.[6]
Transmisi HIV
HIV dapat ditransmisikan secara seksual maupun nonseksual, dan secara vertikal dari ibu ke bayi.[2,3]
Transmisi Seksual
Transmisi seksual terjadi melalui hubungan seksual, baik anal maupun vaginal pada laki-laki seks dengan laki-laki maupun heteroseksual. Seks oral juga dapat berisiko mentransmisikan virus jika ada luka terbuka di genital atau mulut seperti sariawan, gusi berdarah, atau luka genital akibat infeksi menular seksual (IMS).[3]
Transmisi Nonseksual
Transmisi nonseksual terjadi melalui kontak darah yang terinfeksi dengan mukosa, jaringan yang luka, atau injeksi langsung ke aliran darah. HIV dapat bertahan hidup sampai 42 hari di dalam jarum suntik yang telah digunakan.[3]
Transmisi Vertikal
Transmisi vertikal dari ibu ke bayi dapat terjadi intrauterin, intrapartum, atau pasca-natal (saat menyusui). Transmisi intrauterin terjadi melalui penyebaran hematogen melewati plasenta atau ascending infection ke cairan dan membran amnion.
Transmisi intrapartum terjadi melalui kontak mukokutan antara bayi dengan darah ibu, cairan amnion, dan sekret servikovaginal saat melewati jalan lahir. Transmisi intrapartum juga dapat terjadi melalui ascending infection dari serviks serta transfusi fetal maternal saat uterus berkontraksi intrapartum.
Transmisi pasca-natal terutama terjadi pada hari–hari pertama laktasi saat kolostrum diproduksi. Kolostrum dilaporkan memiliki jumlah virus tertinggi dibandingkan produksi air susu ibu (ASI) selanjutnya, meskipun begitu risiko transmisi HIV melalui ASI tetap ada sampai pemberian ASI dihentikan.[3]
Faktor Risiko
Faktor risiko infeksi HIV antara lain:
- Hubungan seks tanpa proteksi, terutama receptive anal intercourse (risiko transmisi 8 kali lebih tinggi)
- Pasangan seks berganti-ganti
- Memiliki riwayat penyakit menular seksual: gonorrhea dan klamidia meningkatkan risiko transmisi HIV sebesar 3 kali lipat. Sifilis meningkatkan risiko transmisi HIV sebesar 7 kali lipat. Herpes genitalis meningkatkan risiko transmisi HIV sebesar 25 kali lipat
- Penggunaan jarum suntik yang sama bergantian: pengguna narkoba suntik, tindik, atau tato
- Konsumsi obat terlarang atau alkohol, yang akan menurunkan kemampuan judgment sehingga mempengaruhi perilaku seksual yang berisiko
- Kontak mukosa dengan darah yang terinfeksi HIV atau luka akibat jarum suntik
- Bekerja pada lingkungan yang berisiko tertusuk jarum infeksius: pekerja atau tenaga kesehatan
Ibu hamil dengan infeksi HIV berisiko mentransmisikan HIV ke janin atau bayi[2,3]
Populasi Kunci
Populasi yang terkonsentrasi pada kelompok-kelompok berisiko tinggi terinfeksi virus HIV (populasi kunci) di Indonesia adalah sebagai berikut.
- Laki-laki seks dengan laki-laki (LSL)
- Pengguna narkoba suntik
- Waria
- Pekerja seks
- Pelanggan atau pasangan seks dari pekerja seks
- Warga binaan pemasyarakatan[7,10]
Penulisan pertama oleh: dr. Abi Noya