Diagnosis Human Papillomavirus (HPV)
Diagnosis infeksi Human Papillomavirus (HPV) tergantung pada bentuk penyakit yang diderita. Pada kebanyakan kasus, infeksi HPV merupakan infeksi laten yang swasirna dalam waktu 2 tahun.
Diagnosis sebagian besar kutil kulit dan kelamin eksternal akibat infeksi human papillomavirus (HPV) dapat dibuat melalui pemeriksaan klinis atau dengan aplikasi asam asetat dan biopsi. Pada neoplasia intraepitelial genital, penting untuk menentukan luasnya penyakit melalui pemeriksaan dan kolposkopi yang cermat.
Gejala dan tanda infeksi HPV bervariasi sesuai dengan area anatomi yang terlibat. Kondisi medis yang telah dikaitkan dengan adanya infeksi HPV antara lain:
- Kondiloma akuminatum
- Lesi serviks: misalnya lesi intraepitel skuamosa derajat rendah atau tinggi, serta kanker serviks
- Kanker anal
- Kanker nasofaring
- Penyakit mukosa nonanogenital: misalnya kutil oral, papiloma respiratori, dan hiperplasia epitel fokal (penyakit Heck)
- Penyakit kulit nongenital: misalnya veruka vulgaris, veruka plana, dan papulosis Bowenoid
- Epidermodysplasia verruciformis[1]
Anamnesis
Sebagian besar infeksi HPV tidak menimbulkan gejala atau masalah kesehatan lain. Sebanyak 90% infeksi HPV hilang dengan sendirinya dalam waktu 2 tahun. Namun, pasien yang terinfeksi dapat menularkan virus tersebut.
Pada beberapa pasien dapat timbul gejala awal berupa kutil pada tenggorokan atau permukaan kulit (lengan, tungkai, wajah, dan area genitalia). Gejala yang timbul seringkali disertai adanya rasa tidak nyaman, gatal, serta adanya perdarahan akibat tumbuhnya kutil tersebut.
Pada infeksi risiko tinggi (HR-HPV) yang lama, dapat terjadi lesi prekanker yang menimbulkan gejala yang lebih serius seperti pada kanker serviks, kanker anal, kanker vulva, maupun kanker orofaring. Infeksi HPV dapat menyebabkan papilomatosis respiratorik yang menimbulkan gejala respiratori seperti gangguan pernapasan.[2,8]
Kutil Kulit
Tanyakan riwayat adanya kontak dengan orang yang terinfeksi. Tanyakan pula kebiasaan yang terkait kebersihan, misalnya apakah pasien mengenakan alas kaki saat mandi di kamar mandi umum seperti di gym. Tanyakan pula gejala yang menyertai lesi, misalnya rasa gatal atau lesi mudah berdarah.[5]
Kutil Anogenital
Tanyakan riwayat seksual pasien, termasuk riwayat penyakit menular seksual, dan kemungkinan kontak dengan orang terinfeksi HPV. Anamnesis mengenai awitan, durasi, dan lokasi lesi; riwayat vaksinasi HPV; riwayat penatalaksanaan kutil; serta kemungkinan adanya penyakit atau konsumsi obat yang membuat pasien imunokompromais. Tanyakan juga apakah pasien rutin menjalani penapisan, termasuk Pap smear.[5]
Displasia Serviks
Pada pasien yang mengalami displasia serviks, tanyakan mengenai riwayat menstruasi dan riwayat vaksin HPV. Gali mengenai riwayat penapisan kanker serviks, seperti Pap smear, serta riwayat mengalami penyakit menular seksual. Gejala tambahan dapat berupa perdarahan di luar periode haid, nyeri panggul atau genital, nyeri atau perdarahan saat berhubungan seksual, serta adanya lesi yang terpalpasi pada serviks.[5]
Kanker Orofaring
Pasien dengan kanker orofaring bisa asimptomatik. Namun, pasien juga bisa mengeluhkan gejala seperti nyeri tenggorokan yang persisten, suara serak, nyeri menelan, nyeri telinga, pembesaran nodus limfa, dan penurunan berat badan tanpa penyebab yang jelas.[26]
HIV
Pasien dengan HIV dilaporkan lebih banyak mengalami infeksi HPV dibandingkan populasi non-HIV. Insidensi kanker anal terkait infeksi HPV dilaporkan lebih tinggi pada laki-laki yang berhubungan seksual dengan laki-laki, terutama mereka dengan HIV. Selain itu, pada wanita berusia lebih tua, reaktivasi juga telah dilaporkan sebagai salah satu penyebab infeksi HPV pada pasien HIV.[18]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien tergantung pada area mana yang terkena infeksi HPV. Jika terjadi transformasi keganasan, maka kelainan dapat ditemukan sesuai dengan kanker yang terjadi, baik kanker serviks, kanker genitalia, kanker orofaring, kanker kulit, kanker paru, maupun kanker kepala-leher. Selain itu, infeksi HPV dapat menyebabkan adanya epidermodysplasia verruciformis dan papulosis Bowenoid.[2]
Kutil pada Area Genitalia
Erupsi papular tunggal maupun ganda dapat terlihat pada area genital yang terinfeksi HPV. Erupsi dapat seperti berlian, filiform, seperti jamur, hingga seperti bunga kol. Lesi dapat terlihat halus, terdapat veruka, atau lobulasi.
Kondiloma akuminatum adalah lesi seperti kembang kol eksofitik yang biasanya ditemukan di dekat permukaan yang lembab. Kondisi ini dapat diamati di daerah perianal, introitus vagina, vagina, labia, dan vulva. Kondiloma akuminatum juga dapat ditemukan pada permukaan yang kering, seperti batang penis. Pada Wanita, lesi seringkali timbul di vulva. Sedangkan, pada laki-laki, muncul di penis dan skrotum atau di sekitar anus. Adanya kutil ini menimbulkan rasa tidak nyaman, nyeri, gatal, dan terasa lunak.[1,2,13]
Kutil Kulit
Veruka vulgaris muncul sebagai papulonodul atau plak hiperkeratosis yang berbatas tegas, kasar, dengan permukaan bersisik ireguler. Kutil paling sering ditemukan di tangan, jari, kaki, dan lutut.
Kutil palmoplantar muncul di permukaan akral kaki dan tangan. Kutil ini bersifat tebal, sehingga mempersulit perawatan. Kutil plantar dalam terjadi paling sering sebagai lesi soliter yang dapat menjadi hitam dan nyeri sebelum menghilang secara spontan. Mungkin ditemukan "biji" hitam kecil, yang merupakan kapiler trombosis.
Papulosis Bowenoid ditandai dengan beberapa makula datar atau bercak di area genital dengan atau tanpa pigmen. Selain itu, dapat pula ditemukan infeksi HPV yang bermanifestasi sebagai karsinoma sel skuamosa superfisial, misalnya penyakit Bowen periungual.[1,14]
Displasia Serviks
Sebagian besar infeksi HPV di serviks bersifat laten atau subklinis, sehingga mayoritas bersifat asimptomatik. Infeksi HPV dapat terdeteksi pada Pap smear dan dilaporkan sebagai lesi intraepitel skuamosa derajat rendah (LGSIL) atau lesi intraepitel skuamosa derajat tinggi (HGSIL). Pemeriksaan lebih lanjut dengan asam asetat 3-5% dan kolposkopi menunjukkan perubahan acetowhite yang khas dan pembuluh darah abnormal yang menunjukkan displasia yang dipicu oleh HPV.[1]
Kanker Orofaring
Pada kasus kanker orofaring terkait infeksi HPV, dapat ditemukan adanya ulkus berwarna merah atau putih di area orofaring. Lokasi ulkus dapat mencakup bagian basal lidah, area posterior lidah, dinding faring posterior atau lateral, tonsil, dan palatum.[26]
HIV
Pasien dengan HIV lebih rentan mengalami infeksi HPV risiko tinggi. Pasien HIV juga rentan mengalami tuberkulosis yang akan meningkatkan risiko terjadinya kanker terkait HPV. Oleh karenanya, pada pemeriksaan fisik pasien dengan infeksi HPV dan HIV, akan lebih mungkin ditemukan gambaran kanker terkait HPV dibandingkan pada populasi non-HIV.[27]
Diagnosis Banding
Kebanyakan papiloma memiliki gambaran klinis yang khas dan cukup mudah dikenali secara klinis. Papulosis Bowenoid dapat disalahartikan sebagai liken planus, psoriasis, keratosis seboroik, atau kondiloma akuminatum. Biopsi kulit dapat membedakan papulosis Bowenoid dari diagnosis bandingnya.
Papulosis Bowenoid juga perlu dibedakan dengan penyakit Bowen. Berbeda dengan papulosis Bowenoid, penyakit Bowen biasanya menunjukkan maturasi permukaan yang ireguler dan atipia sitologi yang lebih besar. Penyakit Bowen lebih sering terjadi pada individu lanjut usia.
Infeksi HPV juga perlu dibedakan dengan karsinoma sel basal. Karsinoma sel basal paling sering muncul sebagai papul putih seperti mutiara, berbentuk kubah dengan pembuluh permukaan telangiektasis yang menonjol.
Infeksi HPV juga perlu dibedakan dengan herpes simpleks. HPV menyebabkan lesi berukuran kecil hingga besar, menonjol atau datar, dengan penampilan seperti kembang kol atau kutil, yang dapat terpisahpisah atau berkelompok. Lesi herpes lebih seperti jerawat atau lepuh berisi cairan.
Kondilomata lata perlu dibedakan dari kondiloma acuminatum. Kondilomata lata lebih halus dan agak datar daripada kondiloma acuminatum, serta dapat disertai tanda-tanda sifilis lain seperti ruam makulopapular atau snail track ulcer.[1]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang terbatas pada pengujian spesimen serviks sebagai bagian dari penapisan kanker serviks. Tidak ada tes untuk mendeteksi infeksi HPV genital pada pria atau infeksi HPV di mulut atau tenggorokan. Dalam kasus kanker orofaring, biopsi digunakan untuk mendeteksi stadium dan prognosis kanker.[18]
Penapisan adanya infeksi HPV dapat dilakukan dengan deteksi HPV DNA. Sementara itu, pemeriksaan pencitraan jarang diperlukan pada kasus infeksi HPV.
Pada pasien dengan kondiloma akuminatum, perlu dilakukan deteksi adanya penyakit menular seksual lainnya. Hal ini mungkin mencakup sifilis, gonorrhea, klamidia, dan hepatitis.
Pemeriksaan Sitologi
Pap smear merupakan prosedur skrining standar yang digunakan dalam penapisan neoplasia serviks. Skrining awal disarankan dikerjakan pada usia 21 tahun dan diulangi setiap 3 tahun hingga usia 30 tahun. Setelahnya, jarak skrining dapat dilebarkan menjadi 5 tahun sekali. Skrining Pap smear dapat dihentikan setelah usia 65 tahun jika pasien tidak memiliki hasil Pap smear normal dalam 20 tahun terakhir.[1]
Pemeriksaan HPV DNA
Pemeriksaan HPV DNA disarankan jika hasil Pap smear menunjukkan sel skuamosa atipikal. Di Amerika Serikat, FDA telah menyetujui penggunaan pemeriksaan HPV DNA untuk skrining neoplasia serviks pada wanita berusia 25 tahun ke atas.[1]
Pemeriksaan Asam Asetat
Pemeriksaan asam asetat dapat membantu penegakkan diagnosis kutil kelamin pada kasus dimana lesi klasik tidak tampak. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menerapkan kassa yang telah dilembabkan dengan asam asetat 3-5% selama 5-10 menit. Dengan melakukan hal tersebut, lesi genital yang sulit dinilai bisa tampak lebih jelas. Selain itu, jaringan dysplasia dan neoplasia akan berubah warna menjadi putih (acetowhite).
Perlu diketahui bahwa hasil bisa positif palsu pada berbagai keadaan lain, termasusk kandidiasis, psoriasis, dan liken planus.[1]
Biopsi Jaringan
Pemeriksaan biopsi jaringan dapat dilakukan jika diagnosis infeksi HPV meragukan, terutama jika kutil berpigmen abnormal, mengalami ulserasi, atau indurasi. Biopsi dilakukan dengan memberi anestesi lidocaine 1%, kemudian mengambil spesimen menggunakan forsep biopsi mulut buaya. Kontrol perdarahan dapat dilakukan dengan aplikasi perak nitrat atau penjahitan.[1]