Etiologi Kaki Gajah
Etiologi kaki gajah, disebut juga sebagai filariasis limfatik atau elephantiasis, adalah nematoda dari famili Filarioidea, yaitu spesies Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Vektor filariasis limfatik adalah nyamuk.[1,4]
Cacing Filaria
Cacing filaria dewasa dapat ditemukan di limfonodi leher atau inguinal dan pembuluh limfe di sebelah distalnya. Cacing dewasa dapat bertahan hidup selama 5-7 tahun. Cacing betina bertelur dalam 5 tahun dan menghasilkan jutaan mikrofilaria yang dapat ditemukan di darah perifer.[1-4]
Tiga spesies cacing filaria penyebab filariasis limfatik yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Wuchereria dan Brugia dapat dibedakan secara morfologi dari pemeriksaan mikroskop.[1,7]
Wuchereria bancrofti
W.bancrofti betina berukuran panjang 80-100 mm dan diameter 0.24-0.30 mm, sedangkan cacing jantan berukuran panjang ± 40 mm dengan diameter 0.1 mm. Mikrofilaria W. bancrofti berukuran panjang 244-296 µm dan diameter 7,5-10 µm, dengan karakteristik bersarung, melengkung, mulus, dan ujung ekor seperti pita ke arah ujung.[1,7]
Brugia malayi
Brugia malayi betina berukuran panjang 43-55 mm dan diameter 130-170 µm, sedangkan cacing jantan berukuran 13-23 mm dengan diameter 70-80 µm. Mikrofilaria B. malayi berukuran panjang 177-230 µm dan diameter 5-7 µm, dengan karakteristik bersarung, melengkung, kaku, memiliki patahan antara nuklei terminal dan subterminal, serta gambaran ujung ekor yang agak tumpul.[7]
Brugia timori
Brugia timori memiliki karakteristik cacing dewasa dan mikrofilaria yang mirip dengan B. malayi. Perbedaan yang dapat diidentifikasi yaitu mikrofilaria B. timori berukuran panjang ± 310 µm dengan ruang kepala yang lebih besar, memiliki inti di ekor yang lebih banyak, dan sarung yang tidak menyerap pewarna Giemsa, sehingga nampak tidak bersarung di mikroskop. Infeksi oleh B.timori lebih sering mencetuskan abses dibandingkan B. malayi atau W. bancrofti.[7]
Siklus Hidup Cacing Filaria
Pada tubuh manusia terinfeksi, cacing akan bereproduksi dan menghasilkan jutaan mikrofilaria (larva imatur). Mikrofilaria akan migrasi ke dalam limfe dan masuk ke aliran darah hingga mencapai darah perifer.
Mikrofilaria masuk ke dalam sirkulasi darah dengan pola diurnal. Mikrofilaria memiliki siklus sirkadian harian tertentu di sirkulasi perifer, dimana konsentrasinya tertinggi pada saat siklus sirkadian waktu/jam menggigit vektor juga paling aktif, sehingga mikrofilaria dapat teringesti oleh nyamuk yang menggigit manusia terinfeksi.
Nyamuk yang menggigit manusia terinfeksi akan terinfeksi mikrofilaria. Dalam tubuh nyamuk, mikrofilaria akan berkembang menjadi larva infeksius (larva stadium I-stadium III). Jika nyamuk yang mengandung larva stadium III menggigit manusia, maka larva stadium III akan masuk ke dalam tubuh manusia tersebut dan melanjutkan siklus hidupnya.
Larva yang masuk ke dalam aliran darah akan masuk ke pembuluh limfe regional dan menetap di limfonodi, terutama limfonodi femoralis dan epitrokealis. Dalam waktu 6-9 bulan, larva akan berkembang menjadi cacing dewasa, kemudian terjadi reproduksi seksual dimana cacing betina akan melahirkan mikrofilaria dan siklus terus berlanjut.
Interval waktu antara gigitan nyamuk dan munculnya mikrofilaria dalam darah (periode pre-patent) yaitu sekitar 12 bulan.[2-4]
Vektor Nyamuk
Lima genus nyamuk yang berperan sebagai vektor filariasis limfatik yaitu Aedes, Anopheles, Culex, Mansonia, dan Ochlerotatus. Vektor utama Brugia spp. Adalah nyamuk Aedes dan Mansonia. Sementara itu, W. bancrofti dapat ditransmisikan oleh kelima genus nyamuk tersebut tergantung distribusi geografisnya.
Anopheles banyak terdapat di Afrika, Culex banyak terdapat di Amerika, sedangkan Aedes dan Mansonia banyak terdapat di Asia dan Pasifik. Culex terutama tersebar di area perkotaan dan semi-perkotaan sedangkan Anopheles terutama tersebar di daerah pedesaan.[1,2,4,7]
Faktor Risiko
Individu yang tinggal di daerah endemi beriklim tropis atau subtropis dalam jangka waktu yang lama memiliki risiko tinggi terhadap filariasis. Sementara itu, pendatang atau turis yang mengunjungi daerah endemi dalam waktu singkat memiliki risiko yang sangat rendah. Hal ini terjadi karena diperlukan ratusan hingga ribuan gigitan nyamuk (berkali-kali) untuk bisa menyebabkan penyakit.[1,4]
Penulisan pertama oleh: dr. Josephine Darmawan
Direvisi oleh: dr. Bedry Qhinta