Penatalaksanaan Kaki Gajah
Penatalaksanaan kaki gajah, disebut juga sebagai filariasis limfatik atau elephantiasis, yang utama adalah antelmintik dan manajemen morbiditas penyakit.[1,3,4]
Tatalaksana Monoinfeksi Filariasis Limfatik (Tanpa Koinfeksi)
Diethylcarbamazine (DEC) oral merupakan terapi pilihan untuk monoinfeksi filariasis limfatik karena bersifat mikrofilarisida dan dapat membunuh cacing dewasa. DEC juga dapat diberikan pada pasien asimtomatik dengan mikrofilaremia positif. Dosis DEC sebagai monoterapi filariasis limfatik untuk dewasa dan anak usia di atas 18 tahun yaitu 6 mg/kg/hari per oral selama 12 hari.[1,3,4]
Alternatif terapi monoinfeksi filariasis limfatik lain yang dapat digunakan yaitu kombinasi DEC 6 mg/kg/hari selama 12 hari dengan doxycycline 200 mg sekali sehari selama 6 minggu. Pilihan lain adalah doxycycline 200 mg sekali sehari selama 23 hari dilanjutkan kombinasi doxycycline 200 mg sekali sehari dengan albendazole 200 mg 2 kali sehari selama 7 hari.[3]
DEC biasanya dapat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang muncul tergantung jumlah mikrofilaria dalam darah dan biasanya ringan seperti pusing, mual, demam, nyeri kepala, dan nyeri otot atau sendi.[4]
Koinfeksi Dengan Onchocerciasis
Pada pasien filariasis limfatik dengan koinfeksi onchocerciasis, terapi yang direkomendasikan adalah ivermectin 150 µm/kg sebagai dosis tunggal, kemudian dilanjutkan dengan terapi DEC 1 bulan setelah pemberian ivermectin. Alternatif lain dapat diberikan doxycycline 200 mg sekali sehari selama 6 minggu dilanjutkan ivermectin 150 µm/kg sebagai dosis tunggal.
DEC tidak boleh diberikan sebagai terapi tunggal pada pasien filariasis limfatik dengan koinfeksi onchocerciasis karena dapat meningkatkan risiko eksaserbasi berat reaksi Mazzotti di mata dan kulit.[1,3,4]
Koinfeksi Dengan Loiasis
Pada pasien filariasis limfatik dengan koinfeksi Loiasis yang memiliki kadar mikrofilaria >2500/mm3, terapi yang direkomendasikan adalah albendazole 200 mg 2 kali sehari selama 3 minggu. DEC tidak digunakan pada pasien ini karena dapat menyebabkan ensefalopati, gagal ginjal, hingga kematian.[3,4]
Manajemen Morbiditas
Manajemen morbiditas dan pencegahan disabilitas penting untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan mencegah komplikasi.[2,3]
Filariasis Kronik
Pada filariasis kronik sudah terjadi fibrosis irreversible yang merusak jaringan limfatik, sehingga terapi pada filariasis kronik hanya bertujuan untuk memperlambat progresi penyakit saja. Terapi yang dapat diberikan antara lain antihistamin, steroid, analgesik, dan antibiotik intravena jika terjadi infeksi sekunder. Meski demikian, manfaat pemberian terapi pada filariasis kronik belum terbukti secara jelas.[3]
Limfedema
Tata laksana limfedema terutama bersifat suportif seperti mencuci ekstremitas yang terinfeksi dengan sabun dan air mengalir secara rutin, istirahat cukup, dan elevasi ekstremitas. Hal lain yang dapat dilakukan adalah latihan untuk meningkatkan aliran limfatik pada ekstremitas yang terinfeksi, menggunakan sepatu yang nyaman, menggunakan balutan (bandage) kompresif, dan kompresi pneumatik.[1-4,6]
Manfaat terapi DEC pada kasus dimana sudah terjadi limfedema ataupun elephantiasis diragukan, karena pada limfedema sudah tidak terjadi infeksi aktif oleh cacing filaria dan hasil laboratorium umumnya negatif. Steroid dapat diberikan untuk melunakkan dan mengurangi pembengkakan jaringan limfedema.
Coumarin dan flavonoids topikal dapat digunakan untuk mereduksi limfedema dengan mekanisme peningkatan aktivitas makrofag yang menyebabkan ambilan kembali (reuptake) materi protein. Antibiotik dan antijamur topikal dapat diberikan untuk mencegah munculnya limfangitis.[1,3,4,6]
Pembedahan
Bedah eksisi atau hidrokelektomi dilakukan pada kasus hidrokel besar dan elephantiasis skrotum. Pembedahan ini bertujuan untuk mereduksi nodul kulit dan membuat anastomosis limfo-vena untuk meningkatkan drainase. Sedangkan pada kasus elephantiasis ekstremitas, rekonstruksi jarang berhasil, juga membutuhkan prosedur yang lebih kompleks serta skin grafting.[1-4]
Follow-up
Follow-up dapat dilakukan dalam 12 bulan setelah mendapat terapi. Follow-up yang dilakukan yaitu pemeriksaan mikrofilaria di darah tepi dan monitor kepatuhan minum obat.[3]
Penulisan pertama oleh: dr. Josephine Darmawan
Direvisi oleh: dr. Bedry Qhinta