Patofisiologi Kaki Gajah
Patofisiologi kaki gajah, dikenal juga sebagai filariasis limfatik atau elephantiasis, melibatkan terjadinya oklusi limfatik oleh proliferasi cacing filaria yang mengganggu drainase limfatik dan merusak sistem limfatik.[1,2]
Patofisiologi Filariasis Limfatik
Manusia dapat terinfeksi filariasis limfatik jika digigit nyamuk yang mengandung larva cacing filaria. Larva akan masuk ke pembuluh limfe dan menetap di limfonodi, kemudian berkembang menjadi cacing dewasa. Proliferasi cacing dewasa akan menyebabkan oklusi limfatik yang mengganggu drainase limfatik.
Oklusi limfatik menyebabkan inflamasi sistem limfatik, kerusakan pembuluh limfa, dan disfungsi limfa dimana hal ini mempersulit pertahanan tubuh untuk melawan infeksi sehingga meningkatkan risiko infeksi sekunder, terutama infeksi jamur dan Streptococcus. Infeksi sekunder tersebut mencetuskan serangan akut filariasis limfatik yang berperan penting dalam progresi limfedema (inflamasi acute on chronic).
Serangan akut biasanya ditandai dengan inflamasi akut lokal pada kulit, limfonodi, dan pembuluh limfatik. Inflamasi acute on chronic akan menyebabkan fibrosis dan remodelling limfatik. Invasi seluler oleh sel plasma, eosinofil, makrofag, dan hiperplasia endotel limfatik juga terjadi pada episode inflamasi. Lebih lanjut terjadi disfungsi kontraktil dan perubahan kulit (menebal dan mengeras) menjadi elephantiasis.[1,2,5]
Limfangitis pada Filariasis Limfatik
Cacing-cacing dewasa yang telah mati memicu terjadinya respon imun inflamasi akut berupa limfangitis filaria akut, yang berperan dalam terjadinya obstruksi limfe simtomatik yang kemudian berprogres ke sebelah distal sepanjang pembuluh limfatik yang terinfeksi, terutama ekstremitas.
Respon imun yang terjadi yaitu peningkatan immunoglobulin E (IgE) dan IgG4 oleh stimulasi antigen (cacing mati) terhadap respon imun tipe Th2. Lebih lanjut dapat muncul abses, yang jika ruptur akan mengeluarkan cacing-cacing dewasa yang telah mati tersebut.[3,4]
Faktor yang mempengaruhi patogenesis filariasis antara lain akumulasi antigen cacing dewasa dalam limfatik, durasi dan tingkat paparan gigitan vektor, adanya infeksi sekunder bakteri/jamur, dan respon imun penderita.[3,6]
Paparan Prenatal dan Toleransi Imun
Paparan yang terjadi saat kehamilan (prenatal) memberikan toleransi imun terhadap antigen parasit kepada bayinya, sehingga kejadian filariasis limfatik di daerah endemi sering asimtomatik sampai munculnya gejala yang sudah berat bertahun-tahun kemudian. Sementara itu, kejadian filariasis limfatik pada pendatang (bukan penduduk daerah endemi), tidak memiliki toleransi imun sehingga gejala penyakit langsung muncul dan biasanya lebih berat.[3,6]
Peran Genetik Terhadap Kronisitas Penyakit
Beberapa studi menunjukkan adanya peran genetik terhadap kecenderungan terjadinya limfedema. Kronisitas penyakit terjadi pada pasien dengan polimorfisme endothelin-1 dan tumor necrosis factor receptor II.[3,6]
Penulisan pertama oleh: dr. Josephine Darmawan
Direvisi oleh: dr. Bedry Qhinta