Patofisiologi Chlamydia
Patofisiologi chlamydia diawali dengan infeksi bakteri Chlamydia trachomatis. Penularan dapat terjadi dari kontak langsung dengan jaringan yang terinfeksi melalui hubungan seksual, atau dari ibu ke anak yang dilahirkan. Bakteri menginfeksi pada sel epitel kolumnar, yang kemudian menyebabkan respon awal berupa infiltrasi neutrofil, diikuti dengan invasi limfosit, makrofag, sel-sel plasma dan eosinofil. Kemudian akan terjadi kaskade inflamasi sebagai akibat dari sel epitel yang terinfeksi yang melepaskan sitokin dan interferon. Masa inkubasi dari infeksi chlamydia umumnya berkisar antara 7-21 hari.[1]
Siklus Hidup Bifasik
Patofisiologi dari chlamydia cukup unik bila dibandingkan dengan patofisiologi dari jenis bakteri lainnya. Hal ini dikarenakan chlamydia mempunyai siklus hidup bifasik, berupa badan elementary (EB) dan badan reticulate (RE). Kedua jenis badan tersebut memungkinkan bakteri chlamydia dapat bertahan hidup baik di lingkungan intraseluler maupun ekstraseluler.[1,2]
EB sifatnya tidak aktif secara metabolik dan akan diambil oleh sel inang. Di dalam sel inang, EB akan berubah menjadi RB yang aktif secara metabolik, dengan cara mencegah terjadinya fusi dari fagosom dan lisosom. RB akan menggunakan sumber energi (ATP) dari sel inang, dan asam amino untuk bereplikasi dan membentuk EB yang baru agar dapat menginfeksi sel-sel lain lagi.[1]
Infeksi chlamydia umumnya tidak berdiri sendiri. Infeksi menular seksual ini sering terjadi bersamaan dengan koinfeksi penyakit menular seksual lain, seperti gonorrhea dan limfogranuloma venereum.[1,2]
Direvisi oleh: dr. Abi Noya