Pendahuluan Poliomielitis
Poliomielitis atau polio adalah lumpuh layu akut yang umumnya mengenai tungkai secara asimetri. Poliomielitis disebabkan oleh infeksi virus polio terutama menyerang anak-anak, di mana 1 dari 200 infeksi menyebabkan kelumpuhan permanen dan 5‒10% diantaranya meninggal karena kelumpuhan otot napas.[1-3]
Virus polio adalah golongan enterovirus, yang masuk ke dalam tubuh melalui rute fekal-oral sebagai transmisi primer. Secara global, kasus akibat virus polio liar telah menurun >99% sejak tahun 1988, yaitu dari +350.000 kasus menjadi 6 kasus pada tahun 2021.[1-3]
Diagnosis poliomielitis ditegakkan dengan riwayat lumpuh layu akut, isolasi virus polio dari sampel klinis, kemudian dikonfirmasi dengan pemeriksaan genomic sequencing untuk menentukan tipe virus. Tata laksana poliomielitis berupa terapi suportif, meminimalkan sekuele melalui fisioterapi dan rehabilitasi, serta bedah rekonstruksi bila diperlukan sebagai upaya mengembalikan kualitas hidup senormal mungkin.[2,4,5]
Komplikasi poliomielitis terbanyak adalah sekuele deformitas anggota tubuh, seperti genu valgum, osteoporosis, fraktur, osteoarthritis, skoliosis, disfagia, dan sindrom postpolio. Penanganan efektif pasca polio memerlukan keterlibatan multidisiplin untuk mengembalikan rasa percaya diri pasien akan keadaan disabilitasnya, tetap termotivasi untuk mampu secara efektif dan produktif beraktifitas sehari-hari, dan menyesuaikan diri dengan keadaannya tersebut.[2,4,5]
Meski Indonesia telah berstatus sebagai negara yang bebas polio, upaya mempertahankan herd immunity dengan cakupan imunisasi polio yang tinggi harus terus dilakukan. Penting untuk memastikan imunisasi yang berkelanjutan secara luas.[6,7]
Hal ini adalah bentuk penerapan akan kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya polio importasi, karena keberadaan virus polio liar masih bersirkulasi di dunia. Fokus perhatian juga ditujukan pada daerah-daerah berisiko dengan cakupan imunisasi yang masih rendah.[6,7]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini