Etiologi Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS)
Etiologi severe acute respiratory syndrome (SARS) adalah infeksi oleh severe acute respiratory syndrome coronavirus (SARS–CoV). Genom SARS–CoV telah diurutkan (sequenced) dan tidak terkait dengan coronavirus manusia ataupun coronavirus hewan yang telah dikenal sebelumnya. Kemungkinan SARS–CoV awalnya adalah virus pada hewan yang kemudian mengalami mutasi menjadi patogen manusia.[10,11]
Virologi
Coronavirus adalah anggota dari famili Coronaviridae, yaitu suatu virus yang besar dan mempunyai selubung (envelope). Coronavirus (CoVs) awalnya dianggap sebagai virus pernapasan yang relatif tidak berbahaya bagi manusia.
Coronavirus dapat ditemukan secara luas di berbagai spesies hewan seperti kucing, anjing, babi, kelinci, tikus, ayam, kalkun, dan paus. Akan tetapi, keberadaan coronavirus zoonosis yang meningkatkan penularan antar spesies akhirnya meningkatkan insidensi dan mortalitas pada populasi manusia.[10,11,12]
Selubung coronavirus dipenuhi dengan tonjolan-tonjolan yang panjang berbentuk daun bunga (petal). Genom RNA coronavirus mempunyai ukuran 27–32 kb dan merupakan genom yang terbesar di antara semua virus yang ada.
Genom virus ini berantai tunggal (single–stranded) dan membentuk suatu nukleokapsid heliks yang fleksibel dan panjang. Nukleokapsid ini terletak di dalam suatu selubung lipoprotein yang terbentuk dari penggembungan membran intraseluler.[10,11,12]
Replikasi virus in vivo dapat terjadi pada kompartemen sitoplasma yang dikelilingi lapisan membran ganda. Replikasi dapat tersebar (disseminated), sehingga menyebabkan infeksi sistemik atau dapat terbatas pada beberapa tipe sel (seringkali sel epitel saluran pernapasan atau saluran cerna dan makrofag) dan menyebabkan infeksi lokal. Seperti kebanyakan virus RNA lain, coronavirus memiliki frekuensi mutasi yang sangat besar.[11,12]
Stabilitas Virus
Selain menular melalui droplet, SARS–CoV juga diisolasi dari feses dengan viral load yang tinggi. Hal ini membuat beberapa peneliti menduga bahwa virus ini juga dapat menyebar melalui jalur fecal-oral.
Virus SARS–CoV memiliki stabilitas yang tinggi di lingkungan dan dapat bertahan 2–3 hari di suhu ruangan pada permukaan kering yang terkontaminasi, serta 2–4 hari pada feses. Selain itu, studi oleh Rabenau HF et al., menemukan bahwa SARS–CoV dapat bertahan sampai 9 hari pada cairan dan dapat bertahan 24 jam–6 hari pada lingkungan kering.[5,13]
Reservoir dan Host SARS
Investigasi epidemiologi awal menduga bahwa reservoir alami dari SARS–CoV adalah musang bulan (Paguma larvata). Selain itu, studi oleh Wang LF et al. juga melaporkan bahwa kelelawar tapal kuda genus Rhinolophus telah diidentifikasi sebagai reservoir alami untuk SARS–like coronaviruses.[5]
Faktor Risiko
Faktor risiko SARS bermacam–macam, salah satunya adalah bepergian ke daerah endemis. Selain itu, kontak dengan pasien, hewan reservoir (musang bulan dan kelelawar), serta tenaga kesehatan yang tidak menggunakan alat pelindung diri yang sesuai juga menjadi faktor risiko.[1,5]
Beberapa pasien, terutama yang berusia tua, lebih mudah terpapar SARS–CoV oleh karena komorbiditas sebelumnya, seperti:
- Penyakit endokrin, misalnya diabetes mellitus tipe 1 dan diabetes mellitus tipe 2
- Penyakit kardiovaskular, seperti penyakit jantung kronis
- Penyakit ginjal, seperti penyakit ginjal kronis
- Penyakit keganasan, seperti kanker payudara
- Penyakit imunodefisiensi, seperti pasien dengan infeksi HIV
- Penyakit saraf, seperti parkinson[1,14]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli