Patofisiologi Inhalant Use Disorder
Patofisiologi inhalant use disorder atau gangguan penyalahgunaan zat inhalan belum diketahui pasti. Zat inhalan merupakan depresan sistem saraf pusat, namun tidak diketahui bagaimana mekanismenya menyebabkan adiksi. Pada kalangan pecandu, gangguan ini disebut sebagai āngelemā karena zat yang digunakan biasanya berupa lem, cat atau bahan bakar.[1,3,6]
Inhalasi zat-zat inhalan, seperti toluene, diduga dapat meningkatkan kadar dopamin di striatum dan secara temporer meningkatkan aktivitas neuronal di ventral tegmental area (VTA) dan korteks prefrontal. Paparan berulang akan meningkatkan kadar dopamin di nukleus kaudatus dan nucleus accumbens. Meskipun mekanisme pastinya belum diketahui, namun peningkatan aktivitas dopaminergik ini diperkirakan berperan dalam menimbulkan adiksi.[1,7]
Potensi Timbulnya Komplikasi pada Inhalant Use Disorder
Penggunaan inhalan dapat menyebabkan anoksia, disfungsi jantung, reaksi alergi ekstrem, cedera berat pada paru, ataupun depresi sistem saraf pusat. Penggunaan inhalan yang berkepanjangan dapat menyebabkan gagal hati, gagal ginjal, dan tumor hati. Fetal Solvent Syndrome (FSS) dan kematian janin juga pernah dilaporkan akibat penggunaan inhalan selama kehamilan.
Paparan inhalan juga dapat menghasilkan perubahan white matter difus dan ireversibel, yang dapat berujung pada defisit fungsional yang signifikan. Gangguan kognitif juga dapat terjadi dan akan lebih berat pada pengguna anak dan remaja. Penggunaan inhalan juga telah dikaitkan dengan peningkatan risiko ide dan upaya bunuh diri, gangguan mood, kecemasan, dan gangguan kepribadian.[6]