Prognosis Inhalant Use Disorder
Sebagaimana gangguan penyalahgunaan lainnya, prognosis inhalant use disorder atau gangguan penyalahgunaan zat inhalan adalah buruk karena risiko kekambuhan yang tinggi. Pasien dengan gangguan ini juga berisiko mengalami berbagai komplikasi fisik, neurologis, dan psikiatri. Fatalitas dapat terjadi akibat disfungsi jantung, anoksia, atau depresi sistem saraf pusat. Pada kalangan pengguna, gangguan ini disebut sebagai ‘ngelem’ karena zat inhalan yang umum dipakai adalah lem, pelarut, cat, dan bahan bakar.[1]
Komplikasi
Inhalasi zat volatil jangka panjang dapat menimbulkan kerusakan organ permanen, termasuk pada jantung, paru, ginjal, dan hepar. Kondisi ini juga telah dilaporkan menimbulkan fatalitas.[1,6]
Mental dan Neurologi
Zat inhalan bisa merusak otak dan menimbulkan gejala-gejala gangguan memori, penurunan fungsi kognitif, kerusakan myelin, gangguan bicara, perubahan kepribadian, halusinasi, psikosis paranoid, penurunan kognitif, dan perubahan ukuran corpus callosum. Akibat lainnya adalah disfungsi serebelum, ensefalopati kronis, dan demensia.
Kerusakan saraf akibat penggunaan inhalan juga bisa terjadi pada sistem saraf perifer, menyebabkan timbulnya kebas, kerusakan saraf permanen, paralisis, dan polineuropati.
Penggunaan inhalan juga dikaitkan dengan peningkatan risiko ide dan upaya bunuh diri. Pasien juga cenderung memiliki gangguan psikiatri bersamaan, termasuk gangguan mood, kecemasan, gangguan kepribadian, dan penggunaan zat lainnya.[1,6]
Komplikasi Fisik
Penggunaan zat inhalan secara berulang bisa menyebabkan kerusakan paru, iritasi saluran nafas bagian atas dan bawah, hipoksia, gangguan sinus, batuk, dan sianosis. Kerusakan paru akibat zat inhalan bisa bermanifestasi sebagai batuk kronis, nyeri dada, sesak nafas, mengi, dan pneumonia.
Penggunaan zat inhalan secara kronis juga bisa menyebabkan masalah jantung, termasuk aritmia, AV block, dan miokarditis toksik. Hal ini terjadi karena zat inhalan bisa meningkatkan sensitivitas jantung terhadap katekolamin endogen.
Selain itu, penyalahgunaan zat inhalan juga bisa menyebabkan gagal ginjal dan gagal hepar. Gangguan lain yang bisa timbul sebagai komplikasi adalah gangguan pada otot (kelemahan, wasting), sumsum tulang, dan gangguan perkembangan muskuloskeletal.
Paparan zat inhalan pada jangka panjang bisa menyebabkan tinnitus dan gangguan pendengaran. Pada beberapa pengguna juga ditemukan adanya nystagmus.[1,6]
Komplikasi Dermatologi
"Glue-sniffer's rash" merupakan dermatitis eksematoid yang ditandai dengan eritema dan inflamasi pada area perioral dan bisa meluas ke wajah bagian tengah. Komplikasi ini muncul akibat bekas hidrokarbon yang mengering. Selain itu, luka bakar juga bisa terjadi jika pasien menggunakan zat inhalan yang mudah terbakar.[11,12]
Peningkatan Risiko Infeksi
Inhalant use disorder juga menyebabkan pengguna mempunyai kecenderungan lebih tinggi untuk menyalahkangunakan zat dengan cara injeksi (injecting drug user). Hal tesebut akanmeningkatkan risiko terinfeksi HIV, hepatitis B, dan hepatitis C.[1,6]
Fetal Solvent Syndrome
Fetal solven syndrome adalah gangguan kehamilan dan janin yang timbul pada perempuan hamil yang menyalahgunakan zat inhalan. Mereka biasanya akan mengalami kelahiran prematur dan gangguan perkembangan janin. Kematian janin juga telah dilaporkan.[1,6]
Prognosis
Prognosis inhalant use disorder tergantung pada jenis zat inhalan, metode penggunaan, dan tipe pajanan apakah sesekali ataukah kronis..
Paparan Akut
Setelah paparan inhalan hidrokarbon akut, sebagian besar pasien mengalami toksisitas klinis ringan atau tidak sama sekali. Perjalanan klinis khas pneumonitis kimia berkisar antara 2-5 hari. Depresi sistem saraf pusat (SSP) ringan yang terlihat segera setelah konsumsi jarang menyebabkan morbiditas yang serius asalkan aspirasi paru lebih lanjut tidak terjadi. Pada kasus yang jarang, pasien dengan pneumonitis kimia dapat berkembang dengan cepat menjadi gagal napas dan kematian.[14,15]
Paparan Kronis
Paparan jangka panjang berpotensi menyebabkan gagal hati, gagal ginjal, dan tumor hati. Kerusakan pada otak dapat terjadi dan bersifat ireversibel, menyebabkan timbulnya defisit fungsional yang signifikan. Pasien juga mengalami peningkatan risiko ide dan upaya bunuh diri.
Selain itu, kondisi ini memiliki angka kekambuhan yang tinggi. Pasien juga berisiko menyalahgunakan zat lain, termasuk alkohol dan morfin.
Inhalant use disorder dapat menyebabkan fatalitas karena timbulnya anoksia, disfungsi jantung, reaksi alergi ekstrem, cedera berat pada paru, dan depresi sistem saraf pusat.[6]