Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Penatalaksanaan Inhalant Use Disorder general_alomedika 2022-06-15T15:21:33+07:00 2022-06-15T15:21:33+07:00
Inhalant Use Disorder
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Penatalaksanaan Inhalant Use Disorder

Oleh :
dr. Irwan Supriyanto PhD SpKJ
Share To Social Media:

Penatalaksanaan inhalant use disorder tidak jauh berbeda dari perawatan untuk perilaku adiktif lainnya. Penatalaksanaan yang berhasil memerlukan pengenalan toksisitas paru, jantung, dan neurologis, disertai dengan inisiasi perawatan suportif yang tepat. Karena kondisi ini sering dialami oleh pasien dengan usia lebih muda, pasien dan keluarga perlu dilibatkan secara aktif untuk mencegah kekambuhan.[1]

Pedoman Umum Pengelolaan Inhalant Use Disorder

Sebagian besar kasus paparan inhalan melibatkan konsumsi sejumlah kecil zat dan kebanyakan pasien akan dalam keadaan stabil. Namun, pasien dengan konsumsi jumlah besar, paparan inhalasi asfiksia, atau paparan hidrokarbon aromatik atau halogenasi dapat memerlukan stabilisasi jalan napas dan sirkulasi.

Meskipun terdapat beberapa pengobatan yang tampak menjanjikan dengan 1-2 penelitian menunjukkan kemungkinan kemanjuran, basis bukti tata laksana secara umum masih sangat tidak adekuat. Secara umum, perawatan untuk penggunaan inhalan tidak jauh berbeda dari perawatan untuk perilaku adiktif lainnya.

Perlu diingat bahwa pasien inhalant use disorder umumnya berusia lebih muda dan mengalami disfungsi sosial yang lebih besar dibandingkan pengguna zat lain. Penggunaan inhalan kronis juga dikaitkan dengan defisit neurokognitif dan kepribadian antisosial yang dapat mempersulit pengobatan.[6]

Stabilisasi dan Penatalaksanaan Intoksikasi Akut

Pada umumnya, pengguna inhalan tidak datang mencari pertolongan medis secara sukarela kecuali jika mengalami kegawatdaruratan medis. Pasien dievaluasi dan distabilisasi dengan menjaga jalan napas, hidrasi, dan stabilisasi kardiorespirasi. Pengelolaan yang dilakukan pada pasien dengan intoksikasi akut adalah pemantauan medis dan perawatan suportif.

Pada kelompok pasien ini, kelesuan atau koma biasanya sembuh dalam waktu 12 jam dengan perawatan suportif saja. Namun, dalam kasus gangguan pernapasan berat atau perubahan status mental, mereka yang tidak responsif terhadap oksigen dan bronkodilator beta-2 seperti salbutamol, atau mereka dengan letargi atau koma yang signifikan yang tidak dapat mempertahankan jalan napas mereka sendiri, harus dilakukan intubasi endotrakeal.

Jika pasien mengalami kejang, maka, selain mendukung jalan napas dan oksigenasi, perlu pemberian benzodiazepin seperti lorazepam atau diazepam. Penatalaksanaan harus disertai dengan pengobatan hipoksemia yang agresif.[14]

Jika pasien nampak mengalami cedera, dapat dilakukan perawatan cedera akut. Dekontaminasi kulit dan pakaian dapat mengurangi risiko luka bakar apabila zat volatil mengenai kulit atau pakaian.[6]

Dekontaminasi Gastrointestinal

Pendekatan dekontaminasi gastrointestinal pada pasien dengan intoksikasi akut tergantung pada jenis dan jumlah zat yang dihirup.

Isolated Aliphatic atau Terpene Hydrocarbon:

Sebagian besar pasien dengan konsumsi Isolated Aliphatic atau Terpene Hydrocarbon tidak boleh mendapat karbon aktif atau menjalani lavase lambung karena risiko memprovokasi muntah dan aspirasi paru lebih lanjut. Selain itu, karbon aktif tidak mengikat hidrokarbon dengan baik sehingga tidak bermanfaat.[12,14]

Hidrokarbon Aromatik atau Halogenasi:

Untuk pasien setelah inhalasi hidrokarbon aromatik atau halogenasi yang datang untuk perawatan dalam waktu 60 menit setelah menelan, disarankan lavase lambung menggunakan aspirasi nasogastrik. Bilas nasogastrik hanya boleh dilakukan bila risiko toksisitas sistemik dari penyerapan gastrointestinal dari hidrokarbon sama dengan atau melebihi peningkatan risiko aspirasi paru yang terkait dengan bilas nasogastrik.[14]

Hidrokarbon Dikombinasikan dengan Zat Lain:

Pemberian karbon aktif dosis tunggal (1 g/kg) disarankan untuk pasien yang datang dalam waktu 2 jam setelah terpapar dan menelan hidrokarbon yang dikombinasikan dengan aditif toksik yang dapat diserap seperti organofosfat atau pestisida lainnya.[14]

Terapi Farmakologi

Belum ada terapi farmakologi spesifik untuk mengatasi gangguan penggunaan zat inhalan. Jika terdapat psikosis atau delirium, gunakan antipsikotik seperti risperidone atau haloperidol.[1] Berikan benzodiazepin, lorazepam atau diazepam, jika pasien mengalami kejang.[14]

Terapi Psikososial

Cognitive behavioral therapy (CBT) telah dilaporkan bermanfaat dalam manajemen pasien dengan inhalant use disorder. Saat CBT, pasien perlu diedukasi mengenai potensi efek berbahaya dari penggunaan inhalan karena banyak pengguna yang percaya efek buruk inhalan hanya sedikit.

CBT juga dapat mencakup permainan peran yang bertujuan mengedukasi pasien mengenai cara menghadapi situasi berisiko tinggi, mengatasi craving, menolak tawaran penggunaan inhalan, dan mengatasi kondisi darurat. CBT juga perlu diikuti dengan restrukturisasi lingkungan, seperti mencari teman sebaya yang dapat menjadi pendukung dan pengawas pasien.

Terapi keluarga juga perlu dipertimbangkan karena banyak remaja dengan inhalant use disorder memiliki latar belakang keluarga yang bermasalah. Melibatkan secara aktif jaringan sosial dan keluarga telah dilaporkan berdampak positif pada luaran terapi dan akan membantu mengatasi gangguan perilaku jika ada. Konseling keluarga berfokus pada perbaikan dinamika dan perilaku keluarga.[1,6]

Referensi

1. Brannon GE. Inhalant-Related Psychiatric Disorders: Background, Pathophysiology, Epidemiology. Medscape, 2021.
6. Nguyen J, O'Brien C, Schapp S. Adolescent inhalant use prevention, assessment, and treatment: A literature synthesis. Int J Drug Policy. 2016 May;31:15-24. doi: 10.1016/j.drugpo.2016.02.001. Epub 2016 Feb 18. PMID: 26969125.
11. Perry H. Inhalant abuse in children and adolescents. Uptodate. 2022.
12. Tormoehlen LM, Tekulve KJ, Nañagas KA. Hydrocarbon toxicity: A review. Clin Toxicol (Phila). 2014 Jun;52(5):479-489.
14. Aleguas A, Lewander WJ. Acute hydrocarbon exposure: Management. Uptodate. 2020.

Diagnosis Inhalant Use Disorder
Prognosis Inhalant Use Disorder
Diskusi Terbaru
dr. Siti Wahida Aminina
Dibalas kemarin, 13:41
Sertifikat dr alomedika di tolak di plafom skp
Oleh: dr. Siti Wahida Aminina
2 Balasan
Izin bertanya, adakah sertifikat dokter dokter di tolak dr flatfom skp, kenapa ya? Apa salah masukkan data apa gimana?
dr. Eunike
Dibalas 23 jam yang lalu
Tinea di groin yang berulang - ALOPALOOZA Dermatologi
Oleh: dr. Eunike
2 Balasan
Alo Dok. Pasien perempuan 40 tahun dengan keluhan gatal dan rash di selangkangan berulang, apakah perlu salep antijamur kombinasi dengan steroids, ya, karena...
dr.Eurena Maulidya Putri P
Dibalas 23 jam yang lalu
Ikuti Webinar ber-SKP Kemkes - Cegah Preeklamsia dengan Suplementasi Kalsium - Selasa, 27 Mei 2025, Pukul 11.00 – 12.30 WIB
Oleh: dr.Eurena Maulidya Putri P
3 Balasan
ALO Dokter!Ikuti Webinar Alomedika ber-SKP Kemkes "Cegah Preeklamsia dengan Suplementasi Kalsium" untuk mempelajari seberapa efektif kalsium dalam mencegah...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.