Penatalaksanaan Bronkitis Akut
Penatalaksanaan bronkitis akut terutama bersifat suportif dan simtomatik. Tata laksana suportif meliputi istirahat dan memastikan fungsi pernapasan pasien baik. Tata laksana simtomatik bertujuan meringankan gejala yang muncul, misalnya pemberian paracetamol untuk meredakan demam.[1-3]
Tata Laksana Non-Farmakologi
Untuk meringankan gejala batuk, dilakukan pendekatan farmakologi dan non-farmakologi. Tata laksana non-farmakologi meliputi minum teh hangat, madu, jahe, dan permen pelega tenggorokan (throat lozenges). Efikasi beberapa terapi non-farmakologi tersebut belum dapat dibuktikan melalui uji klinis. Meski demikian, madu sudah dilaporkan lebih efektif dibandingkan obat batuk, terutama pada pasien anak.[1-3]
Obat Batuk
Pilihan tata laksana farmakologi meliputi obat antitusif, ekspektoran, mukolitik, dan bronkodilator agonis beta. Efikasi dan keamanan obat-obat ini dalam meredakan gejala batuk masih dipertanyakan, terutama pada anak. Oleh sebab itu, obat-obat tersebut tidak digunakan secara rutin namun berdasarkan temuan klinis.[1,2,4]
Pilihan Antitusif
Data mengenai efikasi obat antitusif pada bronkitis akut masih terbatas. Obat antitusif umumnya tidak terlalu efektif pada pasien dengan batuk akut akibat infeksi virus pada saluran pernapasan atas. Obat antitusif hanya diberikan untuk mengatasi gejala batuk kering yang berlangsung lebih dari 2-3 minggu yang dirasa sangat mengganggu.[1,2,4]
Pilihan Mukolitik dan Ekspektoran
Obat mukolitik dan ekspektoran berfungsi meringankan batuk produktif pada pasien yang kesulitan mengeluarkan sputum. Namun, data mengenai efikasi obat mukolitik dan ekspektoran pada bronkitis akut juga masih kontroversial dan belum ada pedoman yang jelas. Obat mukolitik dan ekspektoran hanya diberikan sebagai terapi jangka pendek (short-term).
Pilihan obat mukolitik yang dapat diberikan antara lain:
N-acetylcysteine 200 mg setiap 8-12 jam per oral atau 600 mg/24 jam per oral
Bromhexine 8-16 mg/8 jam per oral
Ambroxol 60-120 mg per oral dalam 2-3 dosis terbagi atau 30 mg/8-12 jam per oral
- Carbocisteine 500 mg/8 jam per oral atau 750 mg/8-12 jam per oral
Erdosteine 300 mg/8-12 jam per oral
Pilihan obat ekspektoran yang dapat diberikan yaitu guaifenesin 100-300 mg/6-12 jam per oral atau 200-400 mg/4 jam per oral. Guaifenesin dapat diberikan pada anak usia 6-12 tahun dengan dosis 100 mg 4 kali sehari selama 5 hari.[1,2]
Bronkodilator
Obat bronkodilator agonis beta 2 dapat digunakan untuk mengurangi durasi dan keparahan batuk pada beberapa kasus, namun tidak digunakan rutin pada semua kasus bronkitis akut. Beberapa uji klinis terkontrol acak skala kecil menunjukkan bahwa tidak ada manfaat dari pemberian bronkodilator agonis beta secara rutin, kecuali pada sebagian kecil dari kelompok penelitian dengan temuan awal wheezing dan obstruksi saluran pernapasan, atau pada pasien dengan riwayat asma.[1-3]
Terapi Simtomatik Lainnya
Untuk mengatasi gejala demam, lemah, dan mialgia, dapat diberikan obat analgesik dan antipiretik. Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) dapat digunakan untuk mengatasi nyeri ringan-sedang. Sementara itu, data mengenai pemberian steroid pada bronkitis akut masih terbatas.
Obat analgesik non-opioid dan antipiretik seperti paracetamol dan ibuprofen dapat menjadi pilihan. Paracetamol dapat diberikan dengan dosis 1000 mg/6 jam, maksimal 4 gram per 24 jam. Ibuprofen dapat diberikan dengan dosis 200-400 mg/4-6 jam.
Untuk pasien anak, paracetamol diberikan dengan dosis 15 mg/kg/6 jam per oral. Ibuprofen diberikan diberikan dengan dosis 10 mg/kg/8 jam per oral.[1,2,10]
Antibiotik
Antibiotik tidak direkomendasikan sebagai terapi rutin dan hanya diindikasikan pada pasien dengan infeksi bakteri atau pneumonia dengan mempertimbangkan pola resistensi lokal. Tidak ada data empiris yang membuktikan pengurangan gejala atau durasi batuk pada bronkitis akut tanpa komplikasi dengan pemberian rutin antibiotik.
Uji klinis terkontrol acak menunjukkan bahwa pemberian antibiotik hanya mengurangi sedikit durasi gejala batuk (0,6 hari) tanpa adanya pengurangan signifikan terhadap durasi penyakit secara keseluruhan. Selektivitas pemberian antibiotik juga didasarkan pada pertimbangan efikasi biaya, peningkatan resistensi antibiotik secara global, dan potensi efek samping yang mungkin ditimbulkan.[1,2,5]
Antibiotik dapat dipertimbangkan pada kasus bronkitis akut dengan potensi komplikasi serius akibat kondisi komorbid, pasien usia >65 tahun dengan riwayat rawat inap di rumah sakit dalam 1 tahun terakhir, serta penderita diabetes melitus, gagal jantung kongestif, atau dalam terapi steroid kronik. Pendekatan terapi didasarkan pada respon individu terhadap terapi dengan mempertimbangkan manfaat dan risikonya.[1,3]
Pilihan Terapi pada Infeksi Adenovirus
Pada infeksi adenovirus, terapi utama adalah pemberian terapi suportif. Obat antitusif seperti guaifenesin dan dextromethorphan dapat dipertimbangkan. Obat simtomatik mencakup analgesik dan antipiretik seperti paracetamol dan ibuprofen.[1,2,10]
Pilihan Terapi pada Infeksi Coronavirus
Pada kasus infeksi coronavirus, terapi umumnya bersifat suportif. Beberapa studi mengindikasikan bahwa terapi antivirus tidak membawa manfaat dalam hal menurunkan angka rawat inap dan mortalitas pada pasien yang memiliki kekebalan (sudah pernah terkena penyakit atau sudah divaksin). Manfaat pada pasien risiko tinggi juga belum jelas, dan secara umum dianggap terbatas.
Contoh antivirus yang dapat diberikan adalah kombinasi nirmatrelvir-ritonavir diberikan dengan dosis 300 mg/ 100 mg ritonavir 2 kali sehari selama 5 hari.[1,2,10]
Pilihan Terapi pada Infeksi Influenza
Pada kasus infeksi virus influenza, terapi utamanya bersifat suportif. Oseltamivir tidak didapatkan menurunkan risiko rawat inap maupun mortalitas pada pasien imunokompeten. Jika diperlukan, dosis oseltamivir adalah 75 mg 2 kali sehari selama 5 hari.[1,2,10]
Pilihan Terapi pada Infeksi Pertusis
Untuk kasus infeksi B. pertussis, terapi lini pertama dapat diberikan azithromycin 500 mg di hari pertama dilanjutkan 250 mg di hari kedua hingga kelima. Pilihan terapi lini kedua adalah cotrimoxazole 800 mg 2 kali sehari selama 14 hari.
Untuk pasien anak, azithromycin diberikan dengan dosis 10 mg/kg/24 jam per oral selama 3 hari atau 10 mg/kg/24 jam per oral pada hari pertama diikuti 5 mg/kg per oral pada 4 hari berikutnya.[1,2,10]
Pilihan Terapi pada Infeksi Mycoplasma pneumoniae
Pada infeksi M. pneumoniae, terapi terutama bersifat suportif. Antibiotik diberikan pada kondisi khusus seperti pencegahan penularan wabah pada individu immunocompromised, resipien transplantasi paru, atau individu dengan gejala non-respiratori.
Antibiotik yang dapat diberikan yaitu azithromycin 500 mg di hari pertama dilanjutkan 250 mg di hari kedua hingga kelima. Pilihan lain adalah doxycycline 100 mg 2 kali sehari selama 5 hari. Untuk pasien anak, azithromycin diberikan dengan dosis 10 mg/kg/24 jam per oral selama 3 hari atau 10 mg/kg/24 jam per oral pada hari pertama diikuti 5 mg/kg per oral pada 4 hari berikutnya.[1,2,10]
Pilihan Terapi pada Infeksi Patogen Lainnya
Untuk bronkitis akut akibat infeksi virus parainfluenza, respiratory syncytial virus, rhinovirus, dan C. pneumoniae, terapi hanya bersifat suportif saja.[1,2,10]
Penulisan pertama oleh: dr. Gisheila Ruth Anggita