Prognosis Pneumonia Aspirasi
Prognosis pneumonia aspirasi dipengaruhi oleh ada tidaknya gangguan menelan yang berkelanjutan dan komorbiditas yang dapat meningkatkan risiko aspirasi terjadi kembali. Selain itu, prognosis akan sangat dipengaruhi oleh profil resistansi bakteri di daerah pasien dan pemilihan regimen antibiotik yang tepat.[2,8]
Komplikasi
Pneumonia aspirasi dapat menyebabkan komplikasi seperti:
- Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
- Empiema
- Abses paru
- Efusi parapneumonia
- Gagal napas
- Fistula bronkopleural
-
Fibrosis paru atau kerusakan parenkim akibat aspirasi[2,3]
Komplikasi berupa abses paru dan empiema umumnya berhubungan dengan infeksi bakteri anaerob gram negatif.[2,3]
Prognosis
Prognosis pneumonia aspirasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti usia pasien, derajat infeksi, adanya ARDS atau komplikasi lain, respons terhadap antibiotik, dan komorbiditas lain. Keterlambatan diagnosis dan tata laksana bisa menyebabkan durasi rawat inap yang lebih lama serta komplikasi dengan risiko kematian yang tinggi.[2,7]
Sekitar ⅔ pasien rawat inap dapat merespons terapi dengan baik, 10-15% meninggal, dan sisanya mengalami pemulihan berkepanjangan dengan morbiditas yang menetap di mana hal ini menurunkan kualitas hidup pasien. Rekurensi pneumonia lebih sering terjadi pada pasien dengan riwayat pneumonia aspirasi.[1,2]
Supresi asam lambung, meskipun bukan penyebab aspirasi, dilaporkan berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk karena hilangnya pelindung asam pada lambung, sehingga menyebabkan inokulasi beban bakteri yang lebih tinggi pada aspirasi cairan lambung.[1,8]
Sistem skor A-DROP (age, dehydration, respiratory, disorientation, and pressure) dapat digunakan untuk memprediksi prognosis. A-DROP mencakup kriteria usia ≥70 tahun untuk laki-laki atau ≥75 tahun untuk perempuan, kadar blood urea nitrogen ≥ 21 mg/dL atau tanda dehidrasi, SpO2 ≤90%, confusion, dan tekanan darah sistolik 90 mmHg. Skor A-DROP yang tinggi berkaitan dengan mortalitas pasien rawat inap.[8,28]
Penulisan pertama oleh: dr. Vania Azalia Gunawan