Patofisiologi Pneumonia Aspirasi
Patofisiologi pneumonia aspirasi pada prinsipnya adalah masuknya sekret orofaring atau cairan maupun makanan dari saluran gastrointestinal atas yang mengandung mikroba dalam jumlah signifikan ke paru-paru. Aspirasi ke dalam bronkus dan alveolus akan memicu reaksi antiinflamasi sehingga terjadi pelepasan sitokin proinflamasi, tumor necrosis factor-alpha, dan interleukin. Proliferasi dan invasi bakteri patogen dari aspirat ke parenkim paru menyebabkan infeksi yang berisiko serius.[1,2,4]
Perkembangan menjadi infeksi tergantung pada mekanisme pertahanan host, virulensi patogen dalam aspirat, dan ukuran inokulum bakteri. Pada individu sehat, mekanisme pertahanan saluran pernapasan seperti refleks faringeal (gag reflex), batuk, pergerakan silier, dan sistem imun dapat mencegah sekret masuk ke paru-paru dan membersihkan material infeksius dari saluran pernapasan bawah. Namun, proses patologi pneumonia aspirasi terjadi ketika mekanisme pertahanan alami ini gagal berfungsi.[1,2,4]
Mekanisme bersihan (clearance) oral, faring, dan gastrointestinal atas menentukan beban infeksi dalam aspirat. Aspirasi material dari kavum oral dalam jumlah sangat sedikit, terutama saat tidur, tidak menyebabkan penyakit yang signifikan pada individu yang sehat karena mekanisme pembersihan oleh mukosiliar dan makrofag alveolus berfungsi dengan baik.[1,3]
Gangguan Menelan
Gangguan menelan berkaitan erat dengan terjadinya aspirasi pada pneumonia aspirasi. Gangguan menelan dapat menyebabkan sekret orofaring teraspirasi ke dalam paru. Pasien dengan gangguan menelan dan inflamasi respiratori akibat aspirasi memiliki peak cough flow (PCF) yang rendah.[1.5]
Pada anak-anak, gangguan menelan dapat menyebabkan tersedak dan pneumonia aspirasi. Aspirasi primer ke dalam saluran pernapasan dan aspirasi retrograde refluks gastro-esofagus dapat menyebabkan penyakit paru pada anak-anak. Aspirasi kronik dapat terabaikan sehingga terjadi penyakit paru progresif.[1,6]
Mekanisme yang terlibat dalam gangguan menelan lebih berat pada pasien usia lanjut. Persepsi sensoris faring untuk menelan dan batuk akan menurun pada usia lanjut. Pada pasien usia lanjut, inhalasi saat menelan dapat terjadi sehingga berisiko aspirasi. Proses penuaan juga berkaitan dengan penurunan massa otot, penurunan produksi saliva, fungsi gigi yang inefektif, penurunan sensasi menghidu dan/atau mengecap, serta perlambatan penutupan laring.[1,2]
Selain itu, pada pasien usia lanjut, fungsi sphincter esofagus atas juga menurun dan terjadi kelemahan otot suprahyoid, sehingga menyisakan residu makanan di faring (tidak masuk ke dalam esofagus atas) yang dapat teraspirasi. Imunitas sistemik dan pulmonal juga menurun seiring pertambahan usia sehingga meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.[1,2]
Secara lebih detail, kemampuan batuk yang inefektif dan gangguan menelan dapat terjadi pada kondisi-kondisi di bawah.[1,5]
Kelainan Neurologi dan Intervensi Iatrogenik Tertentu
Kelainan neurologi ataupun intervensi iatrogenik tertentu seperti toksin botulinum pada otot sternomastoideus dapat menurunkan durasi dan cakupan pembukaan sphincter esofagus atas, sehingga menyebabkan sekresi oral mengumpul.[1,5]
Pada pasien yang mengalami kelainan saraf motorik atas seperti stroke arteri serebri media, kontrol supranuklear halus terhadap pembentukan, kontrol, maupun pergerakan bolus intra-oral terganggu.[1,5]
Distrofi Muskular
Distrofi muskular, terutama otot orofaring, ditandai dengan kelemahan otot tanpa palsy nervus perifer atau sentral. Kondisi ini dapat menyebabkan gangguan menelan. Distrofi muskular yang tersering adalah Duchenne’s muscular dystrophy (DMD).[1,5]
Akalasia
Akalasia merupakan gangguan dismotilitas esofagus yang ditandai dengan kegagalan relaksasi sphincter esofagus bawah dan peristaltik yang inefektif sehingga mengganggu fase esofagus pada mekanisme menelan.[1,5]
Obstruksi Mekanik
Obstruksi mekanik seperti striktur esofagus ringan atau berat dapat menyebabkan gangguan menelan. Esofagitis eosinofilik adalah penyebab ringan kedua tersering pada gangguan menelan yang berkaitan dengan pneumonia aspirasi.[1,5]
Penyebab Lainnya
Kondisi lain yang dapat menyebabkan gangguan menelan adalah kanker esofagus, fistula trakeo-esofagus, atau fistula bronko-esofagus.[1,5]
Inokulasi Patogen
Kavum oral sehat memiliki flora normal yang relatif stabil. Kebersihan oral yang kurang dan penurunan saliva berpengaruh terhadap perubahan spesies bakteri di mulut. Pada pasien yang dirawat di rumah atau rumah sakit, kolonisasi bakteri dapat berkembang di orofaring. Ketika terjadi aspirasi, bakteri masuk ke dalam paru-paru dan menyebabkan infeksi.[1,2]
Virulensi patogen mempengaruhi perkembangan menjadi infeksi paru pada pneumonia aspirasi. Jika virulensi patogen pada aspirat rendah, maka sistem pertahanan saluran respirasi host akan membersihkan sekret dan mencegah infeksi. Namun, pneumonia aspirasi terjadi jika virulensi patogen tinggi dan sistem pertahanan saluran pernapasan host tidak efisien.[1,2]
Munculnya Manifestasi Klinis
Setelah proses inokulasi patogen seperti yang diulas di atas, muncul gejala pneumonia aspirasi yang bersifat akut atau subakut jika virulensi bakteri rendah. Presentasi klinis dan derajat keparahan pneumonia aspirasi dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:
- Virulensi bakteri (besarnya inokulum, resistansi terhadap antibiotik)
- Kuantitas dan durasi paparan aspirat
-
Mekanisme pertahanan host terhadap aspirat dan respons host terhadap kerusakan yang terjadi
- Komorbiditas kronis
- Risiko aspirasi berulang (>1 kali episode pneumonia), atau mikroaspirasi berulang yang dapat menyebabkan rekurensi pneumonia aspirasi karena kerusakan epitel repetitif meskipun virulensi bakteri rendah
- Lokasi terjadinya pneumonia aspirasi (komunitas, perawatan di rumah, rumah sakit/nosokomial) yang dapat mempengaruhi etiologi mikrobiologi dan terapi[2,7]
Aspirasi dapat melibatkan saluran pernapasan, paru-paru, atau keduanya. Infeksi paru akibat aspirasi dapat menyebabkan infiltrat paru unilateral atau bilateral yang biasanya dipengaruhi gravitasi. Segmen basal lobus inferior dan lobus medius paru biasanya terdampak jika aspirasi terjadi saat posisi tegak atau setengah duduk. Sementara itu, segmen apikal lobus inferior paru dan segmen posterior lobus superior paru biasanya terdampak jika aspirasi terjadi pada individu yang berbaring terlentang.[3,4,7]
Lobus paru kanan akan lebih sering terdampak daripada lobus paru kiri karena secara anatomi bronkus kanan lebih lebar dan lebih sejajar dengan trakea daripada bronkus kiri, sehingga aspirat akan lebih mudah masuk ke dalam bronkus kanan.[3,4,7]
Penulisan pertama oleh: dr. Vania Azalia Gunawan