Penatalaksanaan Perforasi Membran Timpani
Penatalaksanaan perforasi membran timpani umumnya bersifat suportif karena kondisi ini dapat sembuh secara spontan.
Terapi Suportif
Sebanyak 78–90% kasus perforasi membran timpani dapat sembuh spontan hanya dengan terapi suportif. Telinga perlu dijaga agar tetap kering untuk menghindari risiko infeksi yang sering diakibatkan oleh telinga basah. Pada perforasi yang berukuran kecil, sebanyak 94% kasus dapat menutup spontan dan tidak disarankan untuk menjalani tindakan pembedahan. Bila setelah 6 bulan tidak terjadi penyembuhan spontan, tindakan miringoplasti atau timpanoplasti perlu dilakukan.[1,2,18]
Perforasi membran timpani akibat trauma atau perforasi yang terjadi <2 bulan pada bagian kuadran posterosuperior memiliki prognosis yang kurang baik, sehingga lebih baik segera dirujuk ke bagian otolaringologi untuk tata laksana lanjutan.[2]
Medikamentosa
Tujuan pemberian medikamentosa pada perforasi membran timpani adalah untuk mengendalikan otorea. Pemberian obat tetes telinga dapat berkaitan dengan tuli sensorineural. Oleh karena itu, obat tetes telinga yang mengandung gentamycin, neomycin sulfate, atau tobramycin harus dihindari.
Antibiotik sistemik kadang digunakan untuk mengendalikan otorea pada perforasi membran timpani. Antibiotik yang dipilih sebaiknya memiliki efektivitas terhadap infeksi saluran pernapasan.[6]
Miringoplasti
Miringoplasti merupakan prosedur penutupan pars tensa membran timpani. Pada prosedur ini, bagian membran timpani yang mengalami perforasi akan ditutup dengan grafts yang berasa dari fascia temporalis (paling sering), perikondrium, kartilago tragus, atau vena.[4]
Terdapat beberapa kontraindikasi terhadap prosedur ini, antara lain sekret aktif dari telinga tengah, otitis eksterna, rhinitis alergi yang belum teratasi, pertumbuhan epitel skuamosa ke dalam telinga tengah, anak di bawah usia 3 tahun, dan tidak dapat digunakannya alat bantu pendengaran.[4]
Fat-Graft Myringoplasty
Miringoplasti dengan teknik tandur lemak atau fat-graft myringoplasty dilakukan dengan cara meletakkan lemak yang diambil dari bagian lobulus telinga, perut, atau bokong, pada bagian tepi perforasi. Prosedur ini dapat menjadi pilihan pada perforasi yang kecil (kurang dari 25%) dan perforasi dengan durasi minimal selama 6 bulan.
Selain itu, prosedur ini tidak dapat dilakukan pada otitis media kronis yang aktif, kolesteatoma dan retraction pocket, abnormalitas tulang pendengaran, serta gangguan pendengaran yang melebihi 30 dB. Prosedur ini memiliki beberapa kelebihan karena hanya menggunakan anestesi lokal dan dapat dilakukan secara rawat jalan.
Tandur lemak lebih mudah didapat daripada fascia temporalis. Sebuah studi melaporkan bahwa setelah prosedur miringoplasti dengan teknik tandur lemak, terdapat perbaikan pendengaran sekitar 14–23 dB.[4,19]
Cautery-Patching
Pilihan teknik lain adalah cautery-patching, yaitu dengan membuat luka kecil pada tepi membran timpani menggunakan silver nitrat atau trikloroasetat 50%, kemudian menempatkan paper patch. Pembentukan luka baru diulang setiap 2 minggu dan pada paper patch ditetesi dengan menggunakan larutan euthymol dua kali sehari sebanyak dua tetes.
Paper patch yang digunakan adalah kertas rokok, atau dapat diganti dengan steristrip, gelfilm, atau lembar silikon. Waktu yang diperlukan bagi perforasi untuk menutup dengan teknik ini kurang lebih 7 bulan. Kelemahan prosedur ini adalah tidak dapat digunakan pada perforasi dengan ukuran lebih dari 5 mm dan mudah terlepas saat menguap, menelan, dan mengunyah.[4,19,20]
Splintage
Prosedur splintage digunakan pada perforasi akibat trauma yang baru terjadi. Pada teknik ini, bagian tepi membran timpani yang mengalami perforasi dieversi secara hati-hati di bawah mikroskop. Setelah itu, dilakukan splint menggunakan gelfoam yang dapat diserap dan ditempatkan pada bagian telinga tengah melalui celah perforasi.
Pada kasus perforasi yang lebih kecil, splint dapat diletakkan pada bagian permukaan luar membran timpani dengan menggunakan gelfilm atau lembar silikon.[1]
Lain-lain
Salah satu teknik konservatif dapat dilakukan dengan mengkaustik tepi perforasi menggunakan silver nitrat untuk membuat luka baru. Setelah itu, ditambahkan amnion sebagai jembatan (bridge) dan tetes telinga serum autologous sebagai faktor regulator.
Tetes telinga serum autologous didapatkan melalui phlebotomy yang kemudian disentrifugasi selama 5 menit. Membran amnion adalah jaringan semi transparan tipis yang membentuk lapisan terdalam fetus. Metode ini telah banyak digunakan dalam prosedur rekonstruksi kulit, rongga mulut, kandung kemih, timpanoplasti, dan artroplasti.
Membran amnion dapat berperan sebagai bridge dengan cara mempercepat pembentukan epitel normal melalui penekanan pembentukan jaringan fibrosis.[12]
Timpanoplasti
Timpanoplasti adalah miringoplasti yang dikombinasikan dengan rekonstruksi osikular. Prosedur ini dilakukan di bawah anestesi umum. Insisi dibuat melalui bagian posterior telinga atau melalui kanalis auditorius eksterna, lalu membran timpani ditutup dengan menggunakan graft. Graft yang paling sering digunakan didapatkan dari fascia post-auricular.
Prosedur ini memiliki tingkat keberhasilan 90–95%. Pada pasien anak, tidak ada batasan usia terbaik untuk dilakukannya tindakan reparasi membran timpani, karena usia tidak memengaruhi penutupan perforasi, pendengaran, atau komplikasi yang mungkin timbul setelah prosedur reparasi membran timpani.
Bila terdapat indikasi, reparasi sebaiknya dilakukan secepatnya karena dapat terjadi gangguan pendengaran konduktif, keterlambatan bicara, otorea kronis, dan kolesteatoma jika dibiarkan.[5,21]