Diagnosis Rhinitis Kronik
Diagnosis rhinitis kronik cukup mudah ditegakkan. Namun, membedakan antara rhinitis alergi dan nonalergi memiliki tantangan tersendiri karena gejalanya yang sangat mirip. Rhinitis dikatakan kronik jika gejala dialami selama 3 bulan atau lebih.[2]
Anamnesis
Secara umum, pasien rhinitis kronik akan menunjukkan gejala rhinorrhea, kongesti nasal, dan bersin. Gejala ini dialami setidaknya 30‒60 menit dalam sehari, selama 3 bulan atau lebih.[1]
Pada rhinitis alergi, gejala yang dikeluhkan pasien dapat disertai rasa gatal pada hidung, mata, telinga, dan palatum. Gejala rhinitis alergi berkaitan dengan pencetus alergen tertentu, misalnya tungau, debu, atau serbuk sari. Adanya riwayat atopi sebelumnya atau dalam keluarga juga sugestif terhadap rhinitis alergi.[2,6]
Pada pasien dengan rhinitis nonalergi, keluhan serupa dengan rhinitis alergi, namun keluhan bersin dan rasa gatal pada hidung, telinga, mata, dan palatum lebih ringan. Keluhan yang lebih dirasakan pada rhinitis nonalergi adalah hidung tersumbat, rhinorrhea, nyeri kepala, dan post-nasal drip yang bersifat intermiten atau persisten.[2,11]
Perlu diketahui pula informasi tentang bahan-bahan iritan yang mencetuskan gejala, seperti asap rokok; atau pemicu lain seperti udara dingin, perubahan iklim, atau penggunaan obat tertentu.[2,11]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik tidak hanya terfokus pada pemeriksaan hidung saja, tetapi juga pada mata, fitur wajah, telinga, orofaring, leher, paru-paru, dan kondisi kulit.
Rhinitis Alergi
Temuan klasik pemeriksaan fisik terkait dengan rhinitis alergi yaitu allergic shiner, allergic salute atau nasal crease. Allergic shiner adalah lingkaran hitam di sekitar mata yang disebabkan adanya vasodilatasi atau sumbatan hidung. Allergic salute atau nasal crease adalah lipatan horizontal di bawah hidung yang muncul sebagai akibat adanya gerakan berulang telapak tangan dengan ujung hidung.[2,6]
Pada pemeriksaan fisik hidung, dapat ditemukan konka edema dengan warna pucat keabu-abuan. Sekret hidung bersifat encer dan berwarna bening.
Rhinitis Nonalergi
Pada rhinitis nonalergi, seringkali konka edema dan kemerahan disertai dengan post-nasal drip pada pemeriksaan orofaring. Pada pasien dengan rhinitis nonalergi juga dapat ditemukan penurunan fungsi indera penciuman. Pada pemeriksaan telinga juga dapat didapatkan retraksi membran timpani sebagai akibat dari peningkatan tekanan negatif di telinga tengah akibat disfungsi tuba Eustachius.[2,6]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada rhinitis kronik di antaranya adalah polip nasal dan rhinosinusitis kronik.
Polip Nasal
Polip nasal bisa saja terjadi sebagai komplikasi dari rhinitis kronik. Polip nasal adalah hasil peradangan dari mukosa sinus paranasal yang disebabkan oleh peradangan mukosa kronik yang sering kali timbul dari meatus media dan daerah ethmoid.
Gejala utama polip nasal adalah kongesti nasal, obstruksi nasal, anosmia, atau hiposmia. Pada pemeriksaan fisik, polip nasal muncul sebagai massa berwarna keabu-abuan semitranslusen yang berbeda dengan mukosa sekitar yang berwarna merah muda.[12]
Rhinosinusitis Kronik
Rhinosinusitis kronik dicurigai apabila ditemukan dua dari empat gejala yaitu nyeri wajah, hiposmia atau anosmia, post-nasal drip, dan obstruksi nasal setidaknya selama 12 minggu. Penegakan diagnosis objektif didapatkan dari rinoskopi anterior dan pemeriksaan radiologi.[12,13]
Pemeriksaan Penunjang
Sebagian besar kasus rhinitis kronik disebabkan oleh reaksi alergi. Oleh karenanya, pemeriksaan reaksi alergi merupakan pemeriksaan pilihan untuk memastikan alergen pencetus rhinitis alergi ataupun menyingkirkan diagnosis ini. Pemeriksaan penunjang lain yang mungkin diperlukan adalah endoskopi nasal dan CT scan sesuai indikasi.[2,11]
Skin Test
Skin test merupakan pemeriksaan yang penting dilakukan untuk menentukan alergen pencetus rhinitis alergi. Terdapat beberapa metode dalam pemeriksaan skin test, namun yang direkomendasikan adalah skin prick test. Meskipun pemeriksaan skin test memiliki nilai akurasi yang rendah dan hasil positif belum tentu berhubungan dengan rhinitis alergi, pemeriksaan ini masih sering dilakukan.[2,9,11]
Pemeriksaan Kadar Immunoglobulin E (IgE)
Pengukuran kadar immunoglobulin E (IgE) sebetulnya tidak sensitif dan spesifik untuk rhinitis alergi, karena kadar IgE bisa meningkat pada kondisi reaksi alergi apapun. Namun, jika digabungkan dengan pemeriksaan lain, pemeriksaan ini dapat bermanfaat dalam penegakan diagnosis rhinitis alergi.[2,6,9]
Pemeriksaan Kadar Eosinofil
Sama hal nya dengan kadar IgE, pemeriksaan kadar eosinofil juga tidak spesifik untuk rhinitis alergi, namun pemeriksaan ini juga dapat membantu menegakkan diagnosis jika dikombinasikan dengan pemeriksaan lain.[2,6,11]
Radiologi
Pemeriksaan radiologi tidak dilakukan semata-mata untuk menegakkan diagnosis, tetapi dapat membantu melakukan penilaian terhadap adanya komorbiditas atau mendeteksi komplikasi. Pemeriksaan radiologi sinus (Caldwell, Waters, dan Lateral views) dapat dilakukan untuk membantu mengevaluasi kondisi sinus paranasal dan mengidentifikasi jika terjadi sinusitis.
Pemeriksaan radiologi posisi lateral leher dapat membantu mengevaluasi kelainan jaringan lunak nasofaring seperti hipertrofi adenoid.[2,6,9]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini