Patofisiologi Hipospadia
Patofisiologi hipospadia berhubungan dengan perkembangan genitalia eksterna pria pada usia kehamilan 8-20 minggu. Sebelumnya genitalia eksterna pria dan wanita memiliki struktur yang mirip. Perkembangan selanjutnya terjadi dalam dua fase, yaitu fase yang tidak dipengaruhi hormon (hormone independent) dan fase yang dipengaruhi hormon (hormone dependent).[7,9]
Fase Hormone Independent
Perkembangan genitalia awalnya tidak dipengaruhi hormon dan terjadi selama minggu ke-8 hingga minggu ke-12 usia kehamilan. Pada fase ini terbentuk lempeng uretra dan garis tengah tuberkulum genital.[6,10]
Fase Hormone Dependent
Memasuki minggu ke-11 dan ke-16 usia kehamilan, fase perkembangan dipengaruhi hormon dan dimulai dengan diferensiasi gonad menjadi testis pada janin yang memiliki kromosom XY. Androgen yang disekresikan oleh testis janin memiliki fungsi penting dalam pemanjangan tuberkulum genital yang disebut phallus (penis).[6,9,10]
Selama pemanjangan ini, phallus menarik lipatan uretra ke arah depan sehingga lipatan-lipatan tersebut membentuk dinding lateral dari uretra (urethral groove). Bagian distal dari urethral groove yang disebut lempeng uretra memanjang menjadi lekukan menuju ujung phallus.[6,10]
Penyatuan lipatan labioskrotal pada garis tengah membentuk skrotum, dan penyatuan lipatan uretra yang berdekatan dengan lempeng uretra akan membentuk penile urethra. Akhirnya glans penis dan preputium menutup pada garis tengah.[6,10]
Apabila penyatuan lipatan uretra terjadi tidak sempurna, akan terbentuk muara uretra abnormal di sepanjang sisi ventral penis, biasanya di dekat glans, sepanjang batang penis, atau dekat pangkal penis. Kelainan inilah yang disebut sebagai hipospadia. Bila muara uretra yang abnormal terbentuk pada sisi dorsal penis, maka kelainan tersebut disebut sebagai epispadia.[11]
Pada kasus yang jarang, ostium uretra meluas di sepanjang rafe skrotalis. Hal ini karena penyatuan kedua lipatan uretra sama sekali tidak terjadi, terbentuklah celah sagital lebar di sepanjang penis dan skrotum dan kedua penebalan skrotum yang tampak mirip labia mayora.[11]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja