Penatalaksanaan Seminoma Testis
Penatalaksanaan seminoma testis yang utama dan hampir selalu dilakukan adalah orchidectomy radikal. Selain pembedahan, dapat dilakukan kemoterapi maupun radioterapi. Pilihan penatalaksanaan disesuaikan dengan masing-masing stadium penyakit.[1]
Pembedahan
Orchidectomy dilakukan menggunakan insisi di daerah inguinal dengan pengangkatan seluruh testis dan sebagian besar korda spermatika. Tindakan ini disebut orchidectomy inguinalis radikal dan merupakan terapi standar sekaligus bagian dari prosedur penentuan stadium.[1,7]
Testis sparing surgery (TSS) adalah pembedahan yang dapat dilakukan pada pasien dengan testis soliter dan bertujuan untuk mempertahankan fertilitas dan fungsi hormonal. TSS sebaiknya hanya dilakukan bersamaan dengan frozen section examination. Tawarkan TSS terutama pada massa berukuran kecil dengan tumor marker negatif.[7]
Operasi rekonstruksi dengan testis prostetik adalah pilihan yang dapat dilakukan saat orchidectomy atau saat follow up jika pasien menghendaki. Penggunaan testis prostetik tidak menimbulkan efek samping.[1,7]
Diseksi kelenjar getah bening retroperitoneal merupakan pembedahan yang lebih kompleks dan invasif. Tindakan ini dapat menimbulkan komplikasi seperti infeksi dan gangguan ejakulasi. Oleh karena itu, diseksi kelenjar getah bening retroperitoneal jarang dilakukan untuk seminoma, kecuali untuk massa residual abdomen yang bertambah besar dan tidak berespon dengan pengobatan lain.[1]
Kemoterapi
Tumor testis memiliki kemosensitivitas yang baik, sehingga kemoterapi menghasilkan angka kesembuhan yang sangat baik, terutama dengan regimen berbasis cisplatin. Bleomycin, etoposide, dan cisplatin (BEP); atau etoposide dan cisplatin (EP) adalah 2 regimen kemoterapi yang paling umum digunakan.
Kemoterapi dapat dimulai sesegera mungkin pada kasus yang mengancam nyawa, terutama bila tampilan klinis mendukung diagnosis kanker testis atau terdapat peningkatan tumor marker. [1,7]
Radioterapi
Seminoma testis adalah tumor sel germinal yang sangat sensitif terhadap terapi radiasi. Dosis intensity modulated radiotherapy (IMRT) optimal telah diturunkan menjadi 20-25 Gy untuk stadium I dan 30-36 Gy untuk stadium II. Karena tingkat kekambuhan panggul yang rendah dilaporkan pada tumor stadium I (kurang dari 5%), penurunan ini meningkatkan tingkat fertilitas pasca terapi dan mengurangi toksisitas gastrointestinal.[1]
Perencanaan Tata Laksana Berdasarkan Stadium Tumor
Tata laksana pada seminoma testis juga bisa ditentukan berdasarkan stadium tumor. Secara umum, seminoma testis dianggap sebagai neoplasma yang sangat treatable dengan angka kesintasan yang tinggi.[1]
Seminoma Stadium 0
Carcinoma in situ (CIS) tanpa peningkatan tumor marker. Pada stadium ini tidak diperlukan tindakan apapun, kecuali jika CIS berkembang menjadi kanker invasif.[1,9]
Seminoma Stadium I
Seminoma stadium I merupakan kanker yang terbatas pada testis. Pilihan penatalaksanaanya adalah:
- Orchidectomy radikal inisial umumnya bersifat kuratif
- Observasi aktif selama 10 tahun. Surveilans aktif dapat mengurangi risiko morbiditas terkait terapi yang tidak perlu
- Kemoterapi tunggal dengan 1-2 siklus carboplatin untuk pasien yang menginginkan terapi yang lebih agresif[1,9]
Seminoma Stadium II A
Stadium II menggambarkan kanker dengan metastasis di pelvis dan abdomen. Pada stadium IIA pilihan tata laksananya antara lain:
- Orchidectomy inisial
- Radioterapi lebih disarankan dibandingkan kemoterapi
- Kemoterapi dapat menjadi pilihan alternatif dari radioterapi dengan bleomycin, etoposide, dan cisplatin (BEP); atau etoposide dan cisplatin (EP)[1,9]
Seminoma Stadium II B dan C
Pada stadium IIB atau IIC terjadi adenopati retroperitoneal yang lebih ekstensif. Pilihan terapinya adalah:
- Orchidectomy inisial
- Kemoterapi dengan BEP atau EP lebih disarankan[1,9]
Seminoma Stadium III
Pilihan penatalaksanaan pada seminoma testis stadium III adalah:
- Orchidectomy radikal inisial
- Kemoterapi dengan BEP atau EP
- Pantau tumor berukuran kecil dengan CT scan[1,9]
Evaluasi Pasca Penatalaksanaan Primer
Penanganan pasca orchidectomy dilakukan berdasarkan ada atau tidaknya massa residual.
- Lakukan surveilans jika tidak ada bukti massa residual atau massa < 3 cm
- Jika terdapat massa residual berukuran > 3 cm, lakukan pemeriksaan fludeoxyglucose (FDG)-positron emission tomography (PET) scan
- Jika hasil PET scan negatif, disarankan surveilans pasca terapi
- Jika hasil PET scan positif, disarankan untuk tindakan reseksi. Apabila pada massa residual yang telah direseksi terdapat jaringan germ cell tumor yang viabel, disarankan kemoterapi tambahan 2 siklus
- Apabila reseksi massa residual tidak memungkinkan secara teknis, cukup disarankan surveilans. Kemoterapi tambahan sebaiknya ditunda hingga terdapat bukti progresivitas penyakit dari pemeriksaan radiologi[9]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja