Patofisiologi Undesensus Testis
Patofisiologi undesensus testis (UDT) atau kriptorkidismus adalah kegagalan penurunan testis dari pul bawah ginjal (lower kidney pole) ke dalam skrotum akibat kegagalan perbesaran dan ekstensi gubernakulum, serta kesalahan perkembangan prosesus vaginalis yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti hormon, suhu, dan tekanan intraabdomen.[3,10,11]
Embriologi Testis dan Gubernakulum
Pembentukan genitalia dimulai pada minggu embrionik ke-5, di mana terjadi pembentukan gonad yang belum terdiferensiasi dari lapisan mesoderm pada prekursor urogenital (urogenital ridge).
Diferensiasi seksual diatur oleh gen SRY pada kromosom Y yang menentukan fenotip setiap individu. Pada embrio laki-laki, gen SRY memicu sel mesenkim pada gonad untuk memproduksi protein TDF (Testis-determining factor), sehingga mulai terjadi pembentukan testis dari anlagen genitalia (genital anlage).
Adanya TDF memicu migrasi sel germinal primordial pada minggu embrionik ke-6 yang menyebabkan sel Sertoli mensekresikan substansi penghambat Mullerian (Mullerian inhibiting substance atau MIS). MIS memicu supresi hormon Mullerian dan regresi duktus Mullerian, sehingga tidak terjadi pembentukan tuba falopi, uterus, dan vagina pada embrio laki-laki.
Pada usia gestasi 9 minggu, sel Leydig mulai berkembang dan mulai menghasilkan testosterone. Hormon-hormon androgen kemudian disekresikan ke duktus Wolffian, sehingga pembentukan epididimis, vas deferens, dan vesika seminaria dimulai. Pada periode ini, pembentukan gubernakulum pada embrio laki-laki juga sudah tampak dengan jelas.[7,10,11]
Peran Gubernakulum
Gubernakulum memiliki peranan yang sangat penting dalam proses desensus testis. Gubernakulum dalam kondisi normal mengalami pembesaran dan elongasi, serta rotasi dan traksi, sehingga melekat pada dasar skrotum dan menarik testis turun. Gubernakulum juga berperan dalam penutupan prosesus vaginalis setelah testis turun ke dalam skrotum. Mekanisme ini sangat dipengaruhi oleh hormon dan sistem saraf genitofemoral yang diperantarai calcitonin gene-related peptide (CGRP). Kegagalan dalam mekanisme ini dapat menyebabkan testis tidak turun ke dalam skrotum secara sempurna.[5,10,11]
Fisiologi Penurunan Testis
Tahap terakhir dari perkembangan genitalia laki-laki adalah penurunan testis. Penurunan testis terjadi dalam 2 fase, yaitu fase penurunan intra-abdominal dan fase penurunan inguinal. Mekanisme yang berperan dalam kedua tahap ini dan sangat dipengaruhi oleh hormone. Gangguan dalam fase ini akan menyebabkan testis gagal turun.[3,5,10]
Fase Intraabdominal
Fase intraabdominal terjadi pada minggu gestasi 8-15, dimulai dengan pembesaran gubernakulum. Gubernakulum menempel pada bagian kaudal testis, mengalami penebalan dan elongasi. Fase intraabdomen sangat dipengaruhi oleh gen INSL3 dan LGR8. INSL3 berperan dalam stimulasi mitosis gubernakulum dan sekresi MIS. Kegagalan pada fase intraabdominal menyebabkan testis terletak intraabdomen, sehingga sering kali tidak terpalpasi saat pemeriksaan skrotum. Meskipun demikian, kegagalan pada fase ini sangat jarang terjadi.[5,7,10,11]
Diferensiasi dan pertumbuhan tulang-tulang pelvis juga terjadi secara bersamaan pada fase intraabdominal, rongga abdomen juga mengalami perkembangan, dan terjadi pembentukan prosesus vaginalis peritonei (PVP). Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen, sehingga epididimis mendahului testis masuk ke dalam PVP dan berada pada regio inguinal. Gubernakulum juga terus mengalami ekstensi dan berada pada cincin eksternal inguinal. Gubernakulum membantu testis mengalami penurunan dari pul bawah ginjal dan bergerak dari sisi kranio-lateral dorsal ke arah kaudo-medial ventral hingga mencapai leher kandung kemih.[7,10]
Fase Inguinal
Fase inguinal dimulai pada minggu gestasi ke-25 hingga ke-35 dan sangat dipengaruhi oleh faktor hormonal. Pada fase inguinal, testis bergerak turun dari leher kandung kemih ke dasar skrotum dengan bantuan gubernakulum. Gubernakulum yang semula berada pada cincin inguinal eksternal harus mengalami ekstensi sepanjang 4-5 cm ke dasar skrotum pada akhir minggu ke-35, sehingga dapat berfungsi sebagai penunjuk testis untuk turun ke dalam skrotum.
Pada minggu ke 25-28, testis mengalami penurunan secara cepat melalui kanalis inguinalis, kemudian migrasi ke pubis dan masuk ke dalam skrotum pada minggu ke 35-40. Setelah testis dan gubernakulum sampai pada dasar skrotum dan gubernakulum menempel pada dinding skrotum, maka obliterasi prosesus vaginalis terjadi. Prosesus vaginalis menutup pada bagian atas skrotum, sehingga testis tidak naik kembali dan tetap berada di dalam skrotum. Prosesus vaginalis kemudian mengalami regresi. Abnormalitas pada CGRP dapat menyebabkan gangguan obliterasi prosesus vaginalis. Prosesus vaginalis paten merupakan salah satu penyebab terjadinya undesensus testis.[5,7,10]
Pengaruh Tekanan Intraabdominal
Selain gubernakulum, tekanan intraabdominal juga memiliki peran penting dalam proses penurunan testis. Tekanan intraabdominal juga menyebabkan testis terdorong turun. Kondisi-kondisi yang menyebabkan penurunan tekanan intraabdominal, seperti gastroschizis, omfalokel, dan ekstrofi kloaka, juga dapat meningkatan risiko testis gagal turun sehingga terjadi undesensus testis.[5,7,10]
Pengaruh Suhu
Suhu normal testis adalah 2-7 C di bawah suhu tubuh. Regulasi suhu testis diatur oleh kulit skrotum, tunika dartos, pleksus pampiniformis, otot kremaster, dan jaringan lemak. Perubahan pada gradien suhu sebanyak 1-2 C dapat mengganggu spermatogenesis dan menyebabkan infertilitas. Peningkatan suhu abdomen dan kanalis inguinalis juga dapat mendorong terjadinya undesensus testis.[3,7] Undesensus testis yang terlambat ditangani dapat menyebabkan infertilitas.
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja