Penatalaksanaan Undesensus Testis
Penatalaksanaan utama undesensus testis (UDT) atau kriptorkidismus adalah dengan pembedahan pada usia 6 bulan atau lebih. Watchful waiting disarankan pada usia 0-6 bulan karena sekitar 80% testis masih dapat turun secara spontan di 6 bulan pertama. Tata laksana hormonal umumnya tidak dianjurkan karena kurang efektif dan memiliki respon terapi yang lambat. Seluruh pasien dengan UDT harus segera dirujuk ke dokter spesialis urologi anak.[1,4,7]
Rujukan ke Spesialis Urologi Anak
Seluruh pasien dengan undesensus testis (UDT) harus dirujuk ke dokter bedah anak atau urologi anak. Pemeriksaan penunjang sebelum rujuk umumnya tidak diperlukan. Apabila UDT terdiagnosa segera setelah lahir, rujukan dapat ditunda hingga usia 6 bulan. Rujukan segera diperlukan bila usia saat pertama kali terdiagnosis lebih dari 6 bulan atau testis tidak turun secara spontan setelah usia 6 bulan (koreksi sesuai usia gestasi pada bayi prematur). Apabila UDT tidak terpalpasi bilateral, testis terletak ektopik, dan terdapat kelainan penyerta lain, pasien sebaiknya segera dirujuk ke spesialis terlepas dari usia pasien.[1,3,4,6]
Watchful Waiting
Terapi nonfarmakologis pada undesensus testis (UDT) adalah observasi (watchful waiting). Sekitar 80% kasus UDT dapat turun secara spontan pada usia 0-3 bulan. Penurunan secara spontan juga masih dapat terjadi pada usia 3-6 bulan. Perlu diingat bahwa testis ektopik memiliki kemungkinan sangat kecil untuk turun spontan, sehingga lebih baik dirujuk lebih cepat. Pasien dengan sindrom tertentu, testis tidak teraba bilateral, dan testis terletak intraabdominal juga sebaiknya tidak diobservasi dan segera dirujuk untuk evaluasi lebih lanjut.[1,4,6]
Pasien dengan testis asendens atau UDT yang didapat (acquired UDT) juga lebih disarankan untuk diobservasi terlebih dahulu sebelum dilakukan orkiopeksi, karena testis dapat turun secara spontan saat pubertas dan tidak meningkatkan risiko kanker testis.[1,6,7]
Terapi Farmakologis
Hingga saat ini, belum terdapat terapi farmakologis yang secara efektif dapat menginduksi turunnya testis pada undesensus testis (UDT). Terapi hormonal dengan hCG atau GnRH memiliki keberhasilan 20% untuk tata laksana UDT. Terapi dengan luteinizing hormone-releasing hormone (LHRH) juga dapat diberikan dengan keberhasilan terapi 9‒62%. Keberhasilan terapi hormonal sangat bergantung pada lokasi testis dan usia pasien. Terapi dengan hCG dan GnRH memiliki tingkat re-asenden yang cukup tinggi.[1,4,6] Terapi hormonal juga memiliki efek samping menurunkan fertilitas pada jangka panjang. [1,6,17]
Terapi hormonal lebih bermanfaat untuk memperbaiki fertilitas pada UDT. Terapi dengan hCG dapat menstimulasi produksi testosterone androgen. GnRH pasca orkiopeksi juga dapat meningkatkan spermatogonia dan memperbaiki indeks fertilitas. Pemberian terapi hormonal dapat menimbulkan efek samping seperti apoptosis sel germinal, inflamasi testis, eritema skrotum, hiperpigmentasi skrotum, induksi pertumbuhan rambut pubis, dan pertumbuhan penis.
Pemberian terapi hormonal pada UDT, baik untuk induksi penurunan testis ataupun memperbaiki fertilitas, hingga saat ini masih kontroversial dan membutuhkan studi lebih lanjut. Oleh karena itu, belum dapat direkomendasikan untuk diberikan secara rutin dan tidak direkomendasikan sebagai terapi lini pertama.[1,4,6]
Pembedahan
Orkiopeksi atau orkidofunikolisis merupakan tata laksana utama pada undesensus testis (UDT) dengan pendekatan skrotal atau inguinal. Pembedahan yang dilakukan dapat berbeda-beda tergantung klasifikasi UDT. Pembedahan sebaiknya dilakukan pada usia paling cepat 6 bulan dan selambat-lambatnya usia 18 bulan.[1,4,8,15]
UDT dengan Testis Palpabel
Pembedahan yang disarankan adalah orkiopeksi atau orkidofunikolisis pada usia 6-12 bulan atau paling lambat 18 bulan. Pembedahan dapat dilakukan dengan pendekatan inguinal atau skrotal. Pasien umumnya memerlukan perawatan 1-2 hari pascaoperasi dan dilakukan kontrol 3-6 bulan pascaoperasi, kemudian evaluasi kembali saat pubertas.
Pendekatan inguinal lebih sering dilakukan karena memiliki angka keberhasilan lebih tinggi (92%), manipulasi funikulus spermatikus dan anulus internus lebih mudah, dan lebih praktis jika diperlukan herniotomi secara bersamaan.
Teknik pembedahan pada pendekatan inguinal meliputi:
- Insisi sejajar dengan lipatan kulit dan membuka fascia Scarpa
- Mobilisasi testis dan korda spermatika keluar dari kanalis inguinalis setinggi cincin inguinalis interna.
- Pembebasan funikulus spermatikus ke arah proksimal hingga anulus internus, diseksi fiber otot kremaster, dan pembebasan gubernakulum
- Lakukan herniotomi jika ditemukan kantung hernia
- Ligasi proksimal prosesus vaginalis paten setinggi cincin inguinalis interna bila diperlukan. Prosesus vaginalis paten yang tidak teridentifikasi dan tidak diperbaiki dengan baik dapat meningkatkan kegagalan orkiopeksi pada undesensus testis (UDT).
- Pemeriksaan dan perbaikan kelainan struktural lain bila diperlukan
- Menilai ukuran testis dan menghubungkan testis dengan epididimis
- Reposisi testis ke dalam tunika subdartos pada hemiskrotum ipsilateral tanpa adanya tekanan, maneuver Prentiss umumnya dilakukan pada tahap ini bila funikulus spermatikus kurang panjang
- Fiksasi testis setelah dipastikan tidak terdapat tegangan dan torsi
- Drainase saluran limfatik testis dan inguinal
Pendekatan skrotal lebih dianjurkan pada testis dengan letak lebih rendah atau testis ektopik. Angka keberhasilan pendekatan skrotal adalah 88-100% dengan rekurensi 1%. Pendekatan skrotal lebih memungkinkan manipulasi terhadap gubernakulum, vas deferens, dan prosesus vaginalis. Pendekatan skrotal memerlukan insisi inguinal tambahan bila terdapat hernia inguinalis.[1,4,8]
UDT dengan Testis Tidak Palpabel
Sebelum dilakukan pembedahan harus dilakukan pemeriksaan lokasi testis ulang perioperatif dengan anestesi umum, apabila terdapat perubahan lokasi atau klasifikasi undesensus testis (UDT), tata laksana pembedahan yang dilakukan dapat berubah.
Testis yang tidak palpabel pada kasus-kasus UDT paling sering terletak intraabdominal. Apabila testis menjadi palpabel setelah pemeriksaan ulang, maka dapat dilakukan tata laksana dengan orkiopeksi sesuai dengan UDT palpabel. Apabila testis tetap tidak teraba, langkah pertama yang harus dilakukan adalah identifikasi lokasi testis dengan laparoskopi atau eksplorasi inguinal. Laparoskopi lebih dianjurkan karena lebih praktis dan lebih tidak invasif, kecuali bila terdapat kontraindikasi laparoskopi (riwayat operasi abdomen dengan risiko tinggi adanya adhesi). Orkiopeksi atau orkidektomi, ataupun prosedur Fowler-Stephen, kemudian dapat dilakukan secara laparoskopik.[1,4,8]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja