Edukasi Pasien Rekonstruksi Payudara
Edukasi pasien rekonstruksi payudara diberikan pada pasien yang akan menjalani rekonstruksi, seperti menurunkan berhenti merokok dan menurunkan berat badan agar mencegah terjadinya komplikasi. Edukasi juga diberikan postoperatif agar pasien beristirahat, serta menghindari mengangkat beban berat, berolahraga berat, dan aktivitas seksual selama 4–6 minggu.[6,7]
Edukasi Preoperatif
Sebelum menjalani rekonstruksi payudara, pasien perlu mendapatkan penjelasan mengenai prosedur operasi dan anestesi yang akan dilakukan, sehingga mengurangi rasa takut dan cemas. Pasien harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan teknik rekonstruksi payudara yang akan dilakukan.[2]
Edukasi juga diberikan agar pasien dapat menyesuaikan ekspektasi terhadap hasil operasi, dan mencegah kekecewaan. Payudara rekonstruksi akan terlihat dan teraba berbeda dengan payudara asli. Rasa nyeri, penyesuaian terhadap body image, atau ketidaknyamanan mungkin timbul setelah operasi, dan dapat memengaruhi kepuasan pasien.[2,3]
Pasien yang menjalani rekonstruksi payudara setelah mastektomi juga perlu mengetahui, bahwa payudara hasil rekonstruksi tidak dapat digunakan untuk menyusui. Hal ini karena jaringan payudara yang berfungsi menghasilkan air susu ibu (ASI) sudah tidak ada.[31]
Pada pasien dengan radioterapi, rekonstruksi payudara sebaiknya dilakukan minimal 6 bulan setelah radioterapi selesai. Jika tidak ada kontraindikasi, pasien dapat menjalani rekonstruksi payudara segera. Rekonstruksi segera berhubungan dengan perbaikan kualitas hidup, menurunkan angka komplikasi secara umum, serta mengurangi frekuensi dan biaya operasi.[2,4]
Sebaiknya, dokter menyediakan penjelasan tertulis mengenai risiko dan manfaat dari masing-masing tipe rekonstruksi payudara. Dokter juga dapat menunjukkan gambar-gambar berbagai prosedur rekonstruksi, sehingga pasien dapat membayangkan dengan lebih baik.[2]
Bagi pasien perokok aktif, sebaiknya berhenti merokok minimal 1 bulan sebelum operasi. Merokok dikaitkan dengan peningkatan risiko komplikasi, antara lain kegagalan flap dan penyembuhan luka yang lebih lama. Pasien obesitas sebaiknya diminta untuk menurunkan berat badan, sehingga memiliki indeks massa tubuh (IMT) kurang dari 30 kg/m2. Hal ini juga berhubungan dengan pencegahan terjadinya komplikasi pascaoperasi.[2,6]
Edukasi Postoperatif
Pada postoperatif, pasien dapat memulai fisioterapi dini. Fisioterapi dapat dilakukan dari hari pertama postoperatif. Pada pasien yang menjalani rekonstruksi dengan flap dari abdomen, fisioterapi dini dibutuhkan untuk mencegah atelektasis.[6,10]
Setelah pasien dipulangkan dari rumah sakit, pasien disarankan untuk melakukan aktivitas fisik di bawah supervisi tenaga medis. Aktivitas fisik dengan supervisi berhubungan dengan pemulihan yang lebih cepat, mobilitas lebih dini, serta meningkatkan rasa nyaman pasien.[6,10,32]
Memar dan pembengkakan dapat terjadi hingga 8 minggu. Penyembuhan bekas luka dapat terjadi hingga 1–2 tahun setelah operasi, tetapi bekas luka mungkin tidak dapat hilang seluruhnya. Sebaiknya, pasien menghindari bra dengan kawat di bagian bawah, dan yang berbahan renda, karena dapat menyebabkan ketidaknyamanan jika menekan atau bergesekan dengan bekas luka.[7]
Hindari mengangkat beban dengan tangan di atas kepala (overhead lifting), olahraga berat, dan aktivitas seksual selama 4–6 minggu setelah rekonstruksi. Secara umum, pasien dapat kembali beraktivitas normal 6-8 minggu pascaopeorasi.[7]
Pasien dapat disarankan untuk melakukan mammografi 1x per tahun, dimulai 6–12 bulan setelah radioterapi terakhir. Pasien juga perlu diedukasi untuk segera menghubungi tenaga kesehatan bila terjadi perubahan kulit tiba-tiba, misalnya pembengkakan, benjolan, nyeri, serta jika ada cairan yang keluar dari payudara, aksilla, atau area donor jaringan.[4,7]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra