Teknik Urinalisis
Teknik pemeriksaan urinalisis adalah dengan memeriksa sampel urin secara makroskopis, mikroskopis, dan menggunakan tes dipstick. Pemeriksaan dilakukan menggunakan strip reagen dan evaluasi mikroskopis sampel urin.[1-4]
Persiapan Pasien
Tidak ada persiapan khusus sebelum pengambilan sampel urin untuk urinalisis. Dokter umumnya melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang terkait kondisi klinis pasien sebelum mengusulkan pemeriksaan. Obat-obatan rutin tetap dikonsumsi seperti biasa, namun pasien perlu menginfokan pada dokter obat apa saja yang sedang dikonsumsi.
Pasien tidak perlu berpuasa sebelum pemeriksaan kecuali jika urinalisis dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan lain yang membutuhkan puasa. Pasien disarankan untuk banyak minum air putih sebelum pemeriksaan untuk mempermudah buang air kecil.[1-4]
Pengambilan Sampel Non-invasif
Teknik pengeluaran urin spontan (spontaneous voiding) merupakan teknik pengambilan urin non-invasif yang paling banyak digunakan dalam praktik klinis. Namun, teknik ini memiliki keterbatasan, yaitu adanya kemungkinan kontaminasi bakteri dari penis atau vagina.
Lakukan edukasi mengenai cara pengambilan urin yang tepat, yaitu dengan metode “clean-catch”. Sampel urin pada teknik non-invasif merupakan urin midstream sehingga urin yang dikeluarkan pertama kali bukan merupakan urin yang ditampung ke dalam wadah.[1-4]
Pasien Pria:
Sebelum melakukan pengambilan sampel urin midstream, instruksikan pasien pria yang tidak disirkumsisi untuk menarik kulit preputium ke belakang. Sebelum menampung urin, pasien diminta untuk berkemih dahulu (10 ml), baru urin ditampung dalam wadah bermulut lebar. Setelah diberi label, sampel dikirim ke laboratorium.[1-4]
Pasien Wanita:
Pada pasien wanita, instruksikan pasien untuk memisahkan labia, mencuci, dan memisahkan regio peri uretra dengan menggunakan kassa yang lembab sebelum melakukan pengambilan spesimen. Pembersihan labia menggunakan cairan antiseptik tidak dianjurkan karena berpotensi menimbulkan hasil negatif palsu pada kultur urin.
Minta pasien untuk berkemih terlebih dahulu (10 ml), baru selanjutnya menampung urin pada wadah bermulut lebar dan steril. Apabila terjadi kontaminasi, dapat ditemukan adanya epitel vagina dan lactobacillus pada pemeriksaan urinalisis. Pada pengiriman sampel, harus diberikan catatan pasien sedang dalam kondisi menstruasi atau tidak.[1-4]
Pengambilan Sampel Invasif
Terdapat beberapa teknik pengambilan urin invasif, yaitu menggunakan kateter uretra atau aspirasi suprapubik.
Pada pengambilan sampel urin menggunakan kateter, urin yang diambil bukan yang terdapat pada kantung urin (urine bag), namun petugas kesehatan melakukan aspirasi menggunakan spuit pada selang kateter. Pengambilan sampel dari kantung urin harus dihindari karena adanya kemungkinan kontaminasi. Walaupun lebih akurat, pengambilan sampel urin menggunakan kateter berpotensi menyebabkan infeksi iatrogenik. Selain itu, sebelum mengirimkan sampel, perlu diberikan catatan bahwa sampel berasal dari kateter.
Pengambilan urin menggunakan teknik aspirasi suprapubik memiliki kemungkinan terjadinya kontaminasi darah sehingga terdapat risiko terjadinya hasil positif palsu pada indikator protein, leukosit, dan eritrosit. Identifikasi vesika urinaria dilakukan sebelum prosedur, dengan cara melakukan pemeriksan fisik, atau ultrasonografi apabila diperlukan.[1-4]
Sampel Urine 24 Jam
Prinsip pengambilan sampel untuk pemeriksaan urine 24 jam adalah menampung seluruh urine yang dihasilkan dalam satu wadah khusus selama 24 jam. Pada hari pertama, ketika buang air kecil pertama kali di pagi hari, buang seluruhnya ke dalam toilet
Setiap kali buang air kecil setelahnya, selama 24 jam, kumpulkan seluruh urine ke dalam wadah. Simpan wadah dalam kulkas ketika tidak digunakan.
Pada hari kedua, ketika buang air kecil pertama kali di pagi hari, tampung seluruhnya ke dalam wadah. Kembalikan wadah berisi sampel ke tempat pemeriksaan sesuai instruksi.[1-4]
Pengiriman Sampel Urin
Panduan yang dikeluarkan oleh Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI) pada 2020 menyebutkan bahwa sampel harus diterima maksimal 1 jam setelah penampungan dan harus sudah diperiksa dalam waktu 2 jam.[3]
Peralatan
Pada pengambilan sampel urin midstream dengan berkemih spontan, dibutuhkan wadah bermulut lebar dan steril yang diberi label identitas pasien. Pada pasien wanita, dibutuhkan kassa bersih dan lembab untuk mengusap labia sebelum melakukan pengambilan sampel.
Jika sampel diambil menggunakan kateter atau aspirasi suprapubik, maka diperlukan alat tambahan untuk pemasangan kateter dan aspirasi suprapubik. Ini mungkin mencakup tapi tidak terbatas pada sarung tangan steril, duk steril, anestesi lokal, kassa steril, jarum 22 G, dan kateter.[3,4]
Posisi Pasien
Pengambilan sampel urin midstream dengan berkemih spontan dilakukan dengan posisi berdiri atau jongkok. Jika digunakan kateter atau aspirasi suprapubik, pasien umumnya dalam posisi litotomi atau supinasi.[3,4]
Prosedural
Urinalisis lengkap melibatkan tiga komponen pemeriksaan, yaitu fisik, kimiawi, dan mikroskopik. Pemeriksaan fisik meliputi deskripsi volume, warna, kejernihan, bau, dan massa jenis urin. Pemeriksaan kimiawi terdiri dari identifikasi pH, sel darah merah, sel darah putih, protein, glukosa, urobilinogen, bilirubin, zat badan keton, leukosit esterase, dan nitrit. Pemeriksaan mikroskopik meliputi identifikasi sel, kristal, silinder, serta mikroorganisme.[4]
Faktor yang Mempengaruhi Akurasi Hasil Urinalisis
Terdapat beberapa faktor yang berpotensi mempengaruhi akurasi hasil urinalisis.
Cahaya dan Suhu:
Bilirubin dan urobilinogen berpotensi mengalami kerusakan ketika terpapar cahaya dalam waktu tertentu sehingga menyebabkan hasil urinalisis tidak akurat. Suhu ruang dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri.
Pertumbuhan Bakteri:
Kontaminasi beberapa bakteri patogen dapat menyebabkan reaksi pada urin dan menurunkan akurasi urinalisis. Misalnya, bakteri dapat memberikan hasil positif palsu pada pemeriksaan darah dan menyebabkan urin bersifat lebih asam atau basa.
pH Basa:
Adanya protein pada urin dapat menyebabkan hasil positif palsu dan menyebabkan urin bersifat lebih basa
Glukosa:
Glukosa pada urin dapat dimetabolisme oleh beberapa spesies bakteri tertentu dan menurunkan pH urin.
Zat kontras:
Zat kontras dapat memberikan hasil positif palsu pada pemeriksaan massa jenis urin.
Aktivitas Fisik:
Aktivitas fisik yang dilakukan sebelum pengambilan sampel urin dapat mempengaruhi kadar elektrolit dan massa jenis urin.
Konsumsi Makanan dan Obat:
Konsumsi makanan dan obat tertentu dapat mempengaruhi warna, bau, dan pH urin. Sebagai contoh adalah jengkol dan pete.
Konsumsi garam merkuri dapat menyebabkan hasil negatif palsu pada reaksi leukosit esterase dan konsumsi timol berpotensi menimbulkan hasil positif palsu pada pemeriksaan kadar albumin.[2,4]
Interpretasi Hasil Pemeriksaan Fisik Urin
Urinalisis harus dilakukan dalam dua jam setelah pengambilan sampel untuk mendapat hasil yang reliabel. Jika pemeriksaan baru dapat dilakukan setelah dua jam, sampel urine harus ditempatkan dalam kulkas dengan suhu 4 derajat untuk mencegah kolonisasi bakteri.[2]
Warna normal urin bervariasi dari kuning jernih hingga pekat. Warna urin ditentukan oleh konsentrasi dan komposisi kimia. Kejernihan urin ditentukan oleh senyawa dalam urin, seperti debris seluler, kristal, bakteri, atau protein. Discharge vagina, sperma, dan sekresi prostat juga dapat mempengaruhi kejernihan urine.
Urin berwarna kuning gelap memiliki konsentrasi lebih tinggi, dan dapat dijumpai pada pasien dehidrasi. Sebaliknya, urin dengan konsentrasi encer berwarna pucat, misalnya pada pasien diabetes insipidus.Warna urin dapat dipengaruhi obat-obatan, makanan, atau kondisi medis tertentu.
Urin berwarna merah dapat disebabkan oleh:
- Makanan: buah bit, blackberry, buah naga
- Obat: propofol, chlorpromazine, thioridazine
- Kondisi medis: infeksi saluran kemih, nefrolitiasis, hemoglobinuria, porfiria
Urin berwarna oranye dapat disebabkan:
- Makanan: wortel, vitamin C, pigmen cairan empedu
- Obat: rifampicin, phenazopyridine
Urin berwarna hijau dapat disebabkan:
- Makanan: asparagus
- Obat: vitamin B, metilen biru, propofol, amitriptyline
- Kondisi medis: infeksi saluran kemih akibat Pseudomonas spp
Urin berwarna biru dapat disebabkan:
- Obat: metilen biru, indomethacin, amitriptyline, triamteren, cimetidine intravena, dan promethazine intravena
- Kondisi medis: blue diaper syndrome (malabsorpsi triptofan)
Urin berwarna coklat dapat disebabkan:
- Makanan: kacang fava
- Obat: levodopa, metronidazole, nitrofurantoin, primaquine, chloroquine
- Kondisi medis: sindrom Gilbert, tirosinemia, penyakit hepatobilier
Urin hitam dapat disebabkan oleh alkaptonuria, melanoma maligna, atau perdarahan yang sangat banyak. Urin putih dapat disebabkan propofol, chyluria, pyuria, dan kristal fosfat.[2]
Tabel 1. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Fisik Urin
Parameter | Hasil Pemeriksaan | Kemungkinan Penyebab |
Warna | Kuning | Normal |
Kuning kecokelatan | Pigmen empedu; alkaptonuria; konsumsi levodopa, metronidazole, metildopa, nitrofurantoin, dan primaquine | |
Cokelat/hitam | Dehidrasi; pasca aktivitas fisik | |
Hijau/biru | Konsumsi amitriptyline, cimetidine, indomethacin, propofol; infeksi saluran kemih akibat Pseudomonas sp | |
Jingga | Pigmen empedu; konsumsi wortel; konsumsi nitrofurantoin, phenothiazine, rifampicin, atau vitamin C | |
Merah/merah muda | Konsumsi buah bit; hematuria; hemoglobinuria; myoglobinuria; kontaminasi darah menstruasi; kristal asam urat; konsumsi rifampicin | |
Kekeruhan | Jernih/ | Normal |
Agak keruh/keruh | Adanya bakteri, bekuan darah, media kontras, kontaminasi feses; diet tinggi purin; | |
adanya lipid pada urin seperti pada kondisi kiluria, cairan limfatik, mukus | ||
presipitasi sel darah; adanya silinder; pyuria; cairan semen; dan infeksi jamur | ||
Bau | Urinoid | Normal |
Menyengat | Dehidrasi | |
Fruity | Ketoasidosis diabetik | |
Sulfur | Dekomposisi sistin | |
Fecal smell | Fistula vesikurektal | |
Amonia | Retensio urin | |
Massa jenis/osmolalitas | 1.002-1.035 (biasanya 1.016 - 1.022). O = 50-1200 mOsm/kg (biasanya 275-900 mOsm/kg) namun dapat berbeda antar laboratorium | Normal. Variasi pada massa jenis urin dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti status hidrasi dan aktivitas fisik |
Menurun | Nekrosis tubular akut; insufisiensi adrenal akut; aldosteronisme; penggunaan obat-obatan diuretik; diabetes insipidus; polydipsia psikogenik; gangguan fungsi renal; nefritis interstitial; hiper/hipokalemia; pielonefritis | |
Meningkat | Adanya penggunaan media kontras; dehidrasi; penurunan aliran darah ke ginjal (syok, gagal jantung, stenosis arteri renalis); diare; emesis | |
False elevation | Penggunaan media kontras radioopak intravena; proteinuria | |
False depression | Urin alkalin | |
Volume | 0.5-1.5 ml/kg/jam (1,000– 1,600 mL/hari) | Normal |
Anuria (< 100 ml/hari) dan oliguria (< 500 ml/hari) | Dehidrasi berat; diare; perdarahan; penyakit ginjal; obstruksi renalis; iskemia renal sekunder; hipotensi | |
Poliuria (> 2.500-3.000 cc/hari) | Konsumsi alkohol atau kafein; diabetes mellitus; diabetes insipidus; peningkatan konsumsi cairan; pemberian terapi glukosa intravena |
Sumber: dr. Dyah Ayu Kusumoputri Buwono, Alomedika, 2023.[1-4]
Interpretasi Mikroskopik
Sampel urin yang belum disentrifugasi diamati di bawah mikroskop untuk pemeriksaan mikroskopik. Elemen yang diperiksa dalam pemeriksaan mikroskopik urinalisis meliputi eritrosit, leukosit, cast hialin dan granular, kristal, dan epitel.
Nilai hitung eritrosit ≤2/LPB dianggap normal. Definisi hematuria mikroskopik adalah didapatkan 3 atau lebih eritrosit/LPB dalam 2-3 sampel urin. Hematuria dapat bersifat transien ataupun persisten. Jika ditemukan hematuria (baik transien maupun persisten) pada pasien berusia >50 tahun, perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut untuk mengetahui adanya keganasan.
Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan hematuria antara lain nefrolitiasis, infeksi saluran kemih, pyelonephritis, glomerulonephritis, dan nefropati imunoglobulin A. Pada hematuria yang disebabkan oleh kelainan di glomerulus, temuan khas pada urinalisis berupa eritrosit dismorfik, cast eritrosit, dan proteinuria (>500 mg/dL).
Nilai hitung leukosit normal umumnya 2-5/LPB atau kurang. Hitung leukosit tinggi mengindikasikan infeksi, inflamasi, atau kontaminasi. Jenis leukosit yang ditemukan dalam urin umumnya adalah neutrofil.[1-4]
Tabel 2. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Mikroskopik Urin
Parameter | Hasil | Kemungkinan Penyebab |
Silinder | Sel darah merah | Negatif: Normal |
Positif: Glomerulonefritis; vaskulitis; nefritis tubulointerstitial; nekrosis tubular akut | ||
Sel darah putih | Negatif: Normal | |
Positif: pyelonephritis; nefritis interstitial; glomerulonephritis; inflamasi renal | ||
Epitel | Negatif: Normal | |
Positif: Nekrosis tubular akut; eklamsia; sindrom nefritik; reaksi rejeksi transplantasi | ||
Granular | Negatif: Normal | |
Positif: penyakit glomerular/tubular; pyelonephritis; infeksi virus;stress/aktivitas fisik | ||
Hialin | 0-5 per lapang pandang: Normal Positif: normal; demam; aktivitas fisik; penyakit ginjal kronik | |
Lemak | Negatif: Normal | |
Positif: proteinuria berat (sindrom nefrotik); penyakit ginjal; hipotiroidisme; nekrosis tubular akut; diabetes mellitus | ||
Sel | Sel darah merah | Normal: 0-5 sel/lapang pandang |
Sel darah putih | Normal: 0-5 sel/lapang pandang
| |
Epitel | Normal: ≤15-20 epitel skuamosa per lapang pandang | |
Bakteri, fungi, parasit | Normalnya negatif | |
Kristal | Asam urat | Normal: negatif |
Positif: hiperurikosuria; urin bersifat asam; normal; nefropati asam urat | ||
Kalsium oksalat | Normal: negatif | |
Positif: urin bersifat asam; hiperoksalosuria; keracunan etilen glikol | ||
Fosfat | Positif: urin alkali, konsumsi diet tinggi kalsium, imobilisasi lama | |
Tripel fosfat (sturvit) | Positif: urin bersifat alkali, infeksi saluran kemih akibat bakteri yang memproduksi enzim urease seperti Proteus dan Klebsiella | |
Sistin | Positif: sistinuria | |
Sulfur | Positif: konsumsi antibiotik yang mengandung sulfa |
Sumber: dr. Dyah Ayu Kusumoputri Buwono, Alomedika, 2023.[1-4]
Interpretasi Hasil Pemeriksaan Kimiawi
Setelah pemeriksaan mikroskopik dilakukan, sampel urin disentrifugasi dengan kecepatan 3.000 rpm selama 3-5 menit. Supernatan yang dihasilkan kemudian dianalisis dengan strip reagen (dipstick) untuk menilai pH, berat jenis, protein, glukosa, keton, bilirubin, nitrit, leukosit esterase, dan darah.
Glukosuria:
Glukosuria adalah ditemukannya glukosa dalam urin, diakibatkan oleh kadar glukosa darah yang tinggi atau menurunnya threshold ginjal. Glukosuria didapatkan ketika kadar glukosa darah melebihi 180 mg/dL, membuat tubulus proksimal ginjal tidak dapat mereabsorbsi kelebihan glukosa sehingga diekskresikan dalam urin. Penyakit yang tersering menyebabkan glukosuria adalah diabetes mellitus. Glukosuria juga sering didapatkan pada kehamilan.
Ketonuria:
Pada keadaan normal, tidak ditemukan keton pada urin. Keton merupakan hasil metabolisme lemak ketika karbohidrat tidak cukup memenuhi kebutuhan energi tubuh. Jenis keton yang umum ditemukan adalah asam asetoasetat, aseton, dan asam B-hidroksi butirat. Keton pada urin dapat ditemukan pada kasus diabetes tidak terkontrol, ketoasidosis diabetik, olahraga berat berlebihan, kelaparan, muntah-muntah hebat, dan kehamilan.
Proteinuria:
Nilai normal protein urin kurang dari 150 mg/dL, dan tidak terdeteksi oleh dipstick. Tes dipstick hanya dapat mendeteksi protein jenis albumin dengan nilai melebihi 300-500 mg/dL. Proteinuria bisa didapatkan pada kasus preeklampsia atau kerusakan filtrasi ginjal.[1-4]
Tabel 3. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Kimiawi Urin
Parameter | Hasil | Kemungkinan Penyebab |
pH | 4.5 – 8 (biasanya 5.5 – 6.5) | Normal |
Meningkat (alkali) | Spesimen urin yang sudah lama; hiperventilasi; adanya bakteri yang memproduksi urease; asidosis tubulus renalis; vegetarian | |
Menurun (asam) | Konsumsi jus cranberry; dehidrasi; diabetes mellitus; ketoasidosis diabetik; diare; emfisema; konsumsi diet tinggi protein; depresi kalium; predisposisi terhadap terbentuknya batu ginjal atau kandung kemih | |
Protein | Proteinuria ≤ 150 mg/hari | Normal |
Albuminuria 30-300 mg/hari | Penyakit glomerulus; risiko progresivitas penyakit ginjal; myeloma multipel; gagal jantung kongestif; sindrom Fanconi; penyakit Wilson; pyelonephritis; hipotermia; proteinuria ortostatik; dehidrasi | |
Glukosa | Negatif | Normal |
Positif | Diabetes mellitus; sindrom Cushing; sindrom Fanconi; kehamilan | |
Bilirubin terkonjugasi | Negatif | Normal |
Positif | Disfungsi liver; obstruksi bilier; hiperbilirubinemia kongenital; hepatitis; sirosis hepatis | |
Urobilinogen | 0.1 mg/dL – 1 mg/dL hingga 4 mg/dL dalam sehari | Normal |
Meningkat | Hemolisis; penyakit liver; thalassemia | |
Menurun | Penggunaan antibiotik; obstruksi duktus bilier | |
Badan keton | Negatif | Normal |
Positif | Diabetes mellitus tidak terkontrol; kehamilan; kelaparan kronik | |
Nitrit | Negatif | Normal |
Positif | Infeksi saluran kemih akibat bakteri yang positif terhadap enzim nitrat reductase seperti E. coli, Proteus, Enterobacter, dan Klebsiella | |
Leukosit Esterase | Negatif | Normal |
Positif | Inflamasi saluran kemih; balanitis, ureteritis, tuberkulosis, tumor kandung kemih, nefrolitiasis, benda asing, aktivitas fisik, glomerulonephritis, konsumsi kortikosteroid; demam; inflamasi pelvis |
Sumber: dr. Dyah Ayu Kusumoputri Buwono, Alomedika, 2023.[1-4]
Pemeriksaan Urin Porsi Empat (Four-Glass Test)
Berdasarkan panduan yang dikeluarkan oleh Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI) pada 2020, pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan asal infeksi saluran kemih berdasarkan porsi urin. Pemeriksaan cairan semen ejakulat dikatakan berpotensi meningkatkan akurasi diagnostik dari pemeriksaan urin 4 porsi.
Pemeriksaan ini biasa dilakukan pada pasien dengan dugaan prostatitis bakterial. Pemeriksaan urin porsi empat mengindikasikan lokasi infeksi pada saluran kemih, yaitu:
- Porsi pertama (VB1): 5–10 ml urin pertama menunjukkan kondisi uretra
- Porsi kedua (VB2): menunjukkan kondisi kandung kemih
- Porsi ketiga (EPS): sekret setelah dilakukan pemijatan prostat
- Porsi keempat (VB4): urin setelah pemijatan prostat (pemijatan prostat tidak dianjurkan dilakukan pada pasien dengan prostatitis bakterial akut)[2-4]
Follow Up
Jika urinalisis menunjukkan hasil abnormal, beberapa pemeriksaan lanjutan mungkin diperlukan untuk membantu menentukan sebab kelainan. Pemeriksaan yang dilakukan ditentukan sesuai riwayat klinis dan kecurigaan diagnosis banding.[1-4]
Proteinuria
Pasien dengan protein dipstick 3+ atau lebih dapat memiliki proteinuria signifikan. Pemeriksaan lanjutan yang dibutuhkan ditentukan oleh kondisi klinis pasien, dapat berupa pemeriksaan fungsi ginjal, glukosa darah, atau pemeriksaan protein urine kuantitatif.[1-4]
Infeksi Saluran Kemih
Pada spesimen urin clean catch pasien wanita, 5 bakteri/LPB diperkirakan secara kasar setara dengan 100.000 CFU/mL. Pada pasien simptomatik, hitung koloni lebih dari 100 CFU/mL mengindikasikan adanya infeksi saluran kemih (ISK) yang memerlukan antibiotik.
Pemeriksaan lanjutan berupa kultur urine perlu dilakukan pada pasien yang menderita ISK bagian atas, ISK dengan komplikasi, atau ISK berulang. ISK tanpa komplikasi tidak memerlukan kultur urine kecuali jika terapi empiris gagal.[1-4]
Glukosuria
Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan glukosuria adalah diabetes mellitus, kehamilan, dan sindrom Cushing. Untuk memastikan diagnosis diabetes mellitus, dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa glukosa darah puasa, tes toleransi glukosa oral, dan HbA1c.[1-4]
Ketonuria
Keton pada urin dapat ditemukan pada kasus diabetes tidak terkontrol, ketoasidosis diabetik, olahraga berat berlebihan, kelaparan, muntah-muntah hebat, dan kehamilan. Anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk menggali keluhan dan gejala klinis yang menyertai diperlukan untuk menegakkan diagnosis.[1-4]
Gross Hematuria
Gross hematuria, yakni urine yang berwarna merah atau cokelat, dapat disebabkan oleh batu, infeksi, atau tumor saluran kemih, maupun adanya kontaminasi urin akibat darah dari sumber lain seperti menstruasi atau hemoroid. Anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk menggali keluhan dan gejala klinis yang menyertai diperlukan untuk menegakkan diagnosis.[1-4]
Hematuria Mikroskopik Asimptomatik
Pasien dengan hematuria mikroskopik asimptomatik perlu dievaluasi lebih lanjut untuk mencari etiologi. Pemeriksaan lanjutan yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan fungsi ginjal, pemeriksaan radiologis saluran kemih, dan sistoskopi.[1-4]
Penulisan pertama oleh: dr. Krisandryka Wijaya