Pendahuluan Skrining Kanker Payudara
Skrining kanker payudara merupakan tindakan untuk mendeteksi kanker sebelum gejala timbul. Tujuan diagnosis dini kanker payudara adalah untuk dapat segera memberikan penatalaksanaan sehingga perkembangan penyakit dapat dihindari. Kanker payudara yang ditemukan lebih awal, ketika masih kecil dan belum menyebar, lebih mudah diobati, sehingga prognosis menjadi lebih baik dan dapat mencegah kematian.[1-3]
Di Indonesia, penanggulangan kanker payudara salah satunya ditetapkan pada Permenkes nomor 34 tahun 2015, di mana program mengutamakan aspek promotif dan preventif yang berasal dari masyarakat maupun inisiatif perorangan yang dilaksanakan secara komprehensif, efektif, dan efisien. Kanker payudara masih menduduki peringkat pertama dari seluruh kasus kanker di Indonesia (18,6 per 100.000).[4]
Alasan utama tingginya mortalitas kanker payudara di negara berkembang adalah kurangnya program skrining yang efektif, baik skrining untuk mendeteksi keadaan sebelum kanker maupun kanker pada stadium dini. Hal ini mengakibatkan kurangnya penanganan sebelum proses invasif yang lebih lanjut.[1,4]
Metode pemeriksaan skrining kanker payudara secara umum terbagi tiga, yaitu metode utama, penunjang, dan teknik lain. Metode utama terdiri dari breast self examination atau pemeriksaan payudara sendiri (SADARI), clinical breast examination atau pemeriksaan payudara klinis (SADANIS), serta mamografi. Metode penunjang bisa dengan USG atau MRI payudara, sedangkan teknik lainnya masih kontroversi dan belum memiliki bukti ilmiah yang adekuat.[1-3,5]
Namun, dibutuhkan kehati-hatian dalam melakukan skrining kanker payudara. Analisis sistematis oleh Mandrik et al pada tahun 2019 mempelajari manfaat dan bahaya skrining kanker payudara. Berdasarkan beberapa penelitian, ditemukan inkonsistensi dalam bukti sekunder manfaat skrining. Walaupun sebagian uji klinis dan studi observasional memberikan hasil pengurangan mortalitas kanker payudara dengan skrining mamografi, tetapi ditemukan juga overdiagnosis, hasil positif atau negatif palsu, ansietas pasien karena hasil yang mungkin tidak akurat, serta paparan radiasi akibat mamografi.[6]