Teknik Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
Teknik cognitive behavioral therapy (CBT) berfokus pada pikiran dan perilaku pasien. Pikiran-pikiran negatif akan menyebabkan pasien mempunyai perasaan dan perilaku negatif, dan begitu juga sebaliknya.[1]
Pemikiran seseorang akan berhubungan dengan apa yang dirasakan dan dilakukan. Pada CBT, pasien akan diminta untuk mengidentifikasi distorsi dalam proses pemikirannya, yang berhubungan dengan gangguan yang dialami. Distorsi yang terjadi pada situasi-situasi tertentu tersebut akan dicoba untuk diubah sehingga masalah dapat dihindari. Saat ini, CBT telah dikembangkan dalam telemedicine.[2,10,11]
Pikiran-pikiran negatif/distorsi pikiran yang timbul secara otomatis setiap kali pasien menghadapi masalah disebut sebagai automatic negative thoughts. Dalam CBT, hubungan di antara komponen-komponen disebut sebagai model kognitif. Model ini digunakan untuk memahami distress mental pasien atau masalah yang dialami pasien dan menjadi kerangka untuk mengembangkan prosedur terapi individual untuk pasien.[4]
Gambar 1. Contoh Hubungan Situasi, Pikiran, dan Perilaku (Sumber: Irwan, 2020)
Persiapan Pasien
Persiapan yang diperlukan oleh pasien sebelum menjalani CBT adalah mengikat kontrak dengan terapis untuk memastikan bahwa pasien akan hadir dalam setiap sesi CBT. CBT adalah kolaborasi antara peran serta aktif pasien dan bimbingan dari terapis.[12]
Pasien yang akan menjalani CBT sebaiknya pasien dengan tilikan diri yang baik dan mampu mengendalikan gejala-gejalanya, baik dengan maupun tanpa bantuan obat. Pasien-pasien dengan gejala psikotik harus mendapatkan farmakoterapi yang adekuat sebelum memulai sesi CBT.[12]
Pasien dan terapis harus sebaiknya menetapkan jadwal pertemuan mingguan di awal dan pasien harus komitmen dengan jadwal tersebut. Komitmen terhadap jadwal merupakan bagian dari kontrak terapetik dalam CBT.[12]
Tujuan akhir CBT juga harus ditetapkan di awal. Formulasi tujuan akhir dari terapi harus bersifat SMART (specific, measurable, achievable, realistic, dan time limited).[4] Misalnya tujuan akhir terapi untuk pasien dengan gangguan obsesif kompulsif adalah mengurangi waktu yang dihabiskan untuk mencuci tangan dari 5 jam menjadi 1 jam per hari dalam 3 minggu proses terapi.[12]
Prinsip-Prinsip Dasar CBT
CBT mempunyai beberapa prinsip dasar, yaitu:
- CBT didasarkan pada hubungan antara proses kognitif, emosi perasaan, dan perilaku seseorang
- CBT merupakan prosedur yang singkat dan terbatas waktu
- CBT membutuhkan hubungan terapetik yang kuat dan kerjasama kolaboratif antara terapis dan pasien
- Dalam CBT, pasien akan dipandu untuk menemukan sudut pandang berpikir yang baru untuk masalah mereka
- CBT dilakukan secara terstruktur, terarah, dan berorientasi pada masalah
- CBT sering disusun berdasarkan model pendidikan (memberikan pengetahuan)
- CBT mengandalkan metode induktif, pendekatan ilmiah dengan menggunakan logika dan reasoning, dan
- Sesi CBT hanya merupakan panduan, pasien tetap harus berlatih sendiri di antara sesi-sesi CBT
- CBT berorientasi pada kondisi saat ini dan berfokus pada masalah[1]
Isi Sesi CBT
Sesi-sesi dalam CBT mempunyai tujuan dan isi berikut:
- Membantu pasien untuk memulihkan aktivitas hariannya sebagai dasar dan arah terapi secara bertahap
- Mendorong pasien untuk mengidentifikasi dan menentang pikiran negatif serta asumsi-asumsi, sehingga pasien mampu menggunakan bukti-bukti yang lebih realistik mengenai apa yang mereka alami
- Membantu pasien mengalihkan perhatian dari gejala-gejala fisik dan suasana perasaan negatif yang berhubungan dengan gangguannya
- Membantu pasien agar mampu kembali menjalankan aktivitas rutin sehari-hari dan produktif
- Menilai kondisi pasien di setiap awal sesi, baik dengan menggunakan instrumen atau skor subyektif oleh pasien. Namun disarankan untuk melakukan monitoring proses dan hasil terapi setiap sesi dengan menggunakan instrumen yang sesuai
- Membuat review penugasan minggu sebelumnya pada awal sesi, dan diakhiri dengan penjelasan mengenai penugasan minggu berikutnya, sesuai dengan tahapan setiap sesi[1,13]
Prosedural
Prosedur CBT terdiri dari 10‒20 sesi pertemuan, sekali dalam seminggu, dan lamanya setiap sesi adalah 1 jam. Sesi-sesi ini dibagi menjadi beberapa tahapan. Jumlah sesi untuk setiap tahapan bersifat individual dan berbeda untuk setiap pasien.[2] Tahapan tersebut terdiri dari identifikasi, restrukturisasi kognitif, identifikasi dan koreksi, dan catatan pikiran.[1,2]
Identifikasi
Identifikasi hubungan antara pikiran, perasaan, dan perilaku yang dialami oleh pasien. Pada tahapan ini pasien berlatih bersama terapis untuk mengenali situasi yang mendasari munculnya pikiran-pikiran disfungsional, perasaan yang timbul akibat pikiran-pikiran tersebut, dan apa yang dilakukan oleh pasien ketika pikiran-pikiran tersebut timbul.[1,2]
Restrukturisasi Kognitif
Restrukturisasi kognitif yaitu dengan mempertanyakan atau menganalisa dan mengevaluasi pikiran-pikiran negatif yang timbul. Pada tahapan ini, pasien diminta untuk mempertanyakan pikiran-pikiran negatifnya dan mengevaluasi apakah terdapat bukti-bukti yang mendukung pikiran-pikiran negatifnya.[1,2]
Identifikasi dan Koreksi,
Identifikasi dan koreksi dimana pasien diminta untuk mengidentifikasi dan mengubah pikiran disfungsional. Pasien belajar untuk mengenali distorsi pada proses pikirnya yang menyebabkan timbulnya pikiran-pikiran negatif/disfungsional pada situasi-situasi tertentu. Kemudian pasien melakukan koreksi sendiri atas pikiran-pikiran disfungsionalnya.[1,2]
Catatan Pikiran (Jurnal)
Pada tahap awal, pasien dipandu oleh terapis untuk melakukan tahapan-tahapan di atas. Namun selanjutnya, pasien akan diminta untuk menggunakan jurnal untuk secara mandiri mencatat dan melakukan tahapan-tahapan di atas. Pasien diminta membuat catatan ini segera setelah adanya stressor atau perubahan perasaan/pikiran. [1,2]
Jurnal biasanya terdiri dari 3 kolom yang berisi situasi pemicu, pikiran otomatis yang muncul, dan perasaan yang menyertai. Pasien juga diminta secara aktif mengoreksi pikiran-pikiran ini.[1,2]
Tabel 1. Jurnal atau Catatan Pemikiran Disfungsional (Contoh Identifikasi)
No | Situasi Pemicu | Pikiran Otomatis | Perasaan |
1 | Saat berada di kelas dan teman-teman tidak menyapa aku | Teman-teman sudah mulai bosan dengan aku | Sedih dan ingin pulang, tidak mau bertemu siapapun |
Sumber: Irwan, 2020.
Tabel 2. Jurnal atau Catatan Pemikiran Disfungsional (Contoh Evaluasi)
No | Bukti yang Pro | Bukti yang Kontra |
1
2 | Mereka sibuk mengobrol ketika aku lewat di dekat mereka Mereka tidak memperhatikan ketika aku lewat | Mereka masih bercanda di grup dan masih menyertakan aku Mereka tersenyum dan membalas ketika aku yang menyapa mereka |
Sumber: Irwan, 2020.
Aktivasi atau Modifikasi Perilaku
Tahapan-tahapan di atas adalah komponen kognitif dari CBT. Pasien diminta mengidentifikasi perilaku-perilaku yang menyertai perasaan negatifnya. Pasien kemudian diminta secara aktif mengenali perilaku-perilaku yang menguatkan pikiran negatifnya.[1,2]
Sama seperti pada tahapan sebelumnya, pasien diminta membuat catatan kegiatan harian dan mengidentifikasi perasaan dan pikiran pada saat melakukan kegiatan-kegiatan itu. Pasien juga diminta untuk secara rutin menjadwalkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan (misalnya keluar makan bersama teman).[1,2]
Follow up
Sebagai follow up untuk sesi sebelumnya, pasien akan diberikan tugas untuk menilai tingkat gangguannya secara kuantitatif (baik dengan menggunakan instrumen atau skor subjektif dari pasien) pada seminggu sebelumnya dan review penugasan minggu sebelumnya.[13]
Follow up untuk CBT umumnya digunakan sebagai sesi booster dan dilakukan dalam jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan pasien dan terapis. Setelah sesi terapi diakhiri, diharapkan pasien bisa melakukan semua keterampilan yang diajarkan secara mandiri dan terus menerus.[12]
Perlu ditegaskan bahwa membaiknya kondisi pasien, bukan berarti pasien boleh berhenti melakukan CBT secara mandiri. Sesi booster bisa diberikan 3‒4 kali dalam 6‒12 bulan pasca CBT selesai.[2,12]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini