Indikasi CT Scan Tulang Belakang
Indikasi CT scan tulang belakang atau CT scan spine adalah untuk mengevaluasi kelainan tulang belakang, seperti adanya fraktur atau dislokasi tulang belakang, spondilitis TB, spine curvature disorder, ataupun herniasi diskus.[1,4,5]
Indikasi CT Scan Tulang Belakang Secara Umum
Secara garis besar, CT scan tulang belakang dapat digunakan untuk:
- Deteksi fraktur dan evaluasi trauma
- Penilaian terhadap perubahan-perubahan degeneratif, seperti: herniasi diskus, penyakit facet joint, spondylosis, stenosis spinal, spondylolysis, spondylolisthesis
- Penyakit inflamasi, seperti rheumatoid arthritis, ankylosing spondylitis
- Evaluasi kondisi yang disertai kelainan alignment atau orientasi tulang belakang, seperti: skoliosis atau spondylolysis
- Proses infeksi, seperti osteomyelitis dan abses
- Panduan untuk berbagai prosedur pada tulang belakang, seperti: biopsi, aspirasi, radioterapi, operasi stereotactic, dan injeksi pada tulang belakang
- Lainnya: Neoplasma, evaluasi pascaoperasi, dan kelainan perkembangan tulang belakang (developmental spine abnormalities)[1,4,5]
CT Scan Tulang Belakang Tanpa Kontras
CT scan tulang belakang merupakan modalitas pencitraan lini pertama dalam mengevaluasi trauma tulang belakang akut pada orang dewasa. Pemeriksaan ini juga sudah dianggap sebagai gold standard untuk mengidentifikasi fraktur pada tulang vertebra servikal, torakal, dan lumbal.[4,6]
Kriteria NEXUS
Dalam mengevaluasi trauma servikal akut pada orang dewasa, kriteria NEXUS (National Emergency X-Radiography Utilization Study) dan CCR (Canadian C-spine Rule) dapat digunakan untuk membantu pengambilan keputusan klinis mengenai kebutuhan pencitraan. Kriteria NEXUS memiliki satu kriteria inklusi (kecurigaan cedera servikal yang signifikan secara klinis pascatrauma) dan satu kriteria eksklusi (trauma tembus).
Terdapat lima komponen dari kriteria NEXUS, yaitu:
Midline spinal tenderness (nyeri tekan di garis tengah tulang belakang)
- Intoksikasi
- Perubahan tingkat kesadaran
- Defisit neurologis fokal
- Cedera dengan nyeri yang dapat mengalihkan pasien dari rasa nyeri cedera servikal
Apabila terdapat salah satu dari lima komponen di atas, maka pencitraan servikal perlu dilakukan.[7,8]
Kriteria CCR
Kriteria CCR menggunakan algoritma yang lebih kompleks dalam penentuan kebutuhan pencitraan servikal pada pasien trauma yang sadar (GCS 15) dan stabil. Kriteria CCR terdiri dari:
Tiga kriteria risiko tinggi. Jika terdapat satu dari komponen berikut, maka pencitraan perlu dilakukan:
- Usia ≥ 65 tahun
- Parestesia pada ekstremitas
- Mekanisme cedera berbahaya: Jatuh dari ketinggian ≥ 1 meter atau 5 lantai; cedera dengan beban aksial (axial load) ke kepala, seperti menyelam; kecelakaan kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi; pengendara sepeda yang menabrak objek, seperti tiang, mobil
Lima kriteria risiko rendah. Jika terdapat satu dari komponen berikut terpenuhi, maka cervical collar dapat dilepas dan kemudian lakukan penilaian rotasi vertebra servikal, sedangkan jika tidak ada satupun dari komponen berikut yang terpenuhi, maka pencitraan servikal perlu dilakukan:
- Tabrakan kendaraan bermotor dari belakang dengan mekanisme sederhana (simple rear-end MVC)
- Pasien dalam posisi duduk di instalasi gawat darurat (IGD)
- Pasien dapat berjalan (ambulatory) pascainsiden
- Tidak terdapat nyeri leher pada saat pemeriksaan
- Tidak terdapat midline cervical spine tenderness
- Penilaian rotasi vertebra servikal. Pasien diminta untuk memutar kepala 45° ke kiri dan kanan. Apabila pasien mampu memutar kepala, maka pencitraan servikal tidak perlu dilakukan. Apabila pasien tidak mampu memutar kepala, maka imobilisasi c-spine dan pencitraan servikal perlu dilakukan[6,7,9]
Penentuan Kebutuhan Pencitraan Tulang Belakang Torakolumbal
Berbeda dengan tulang vertebra servikal, tidak ada kriteria yang digunakan secara luas dan tervalidasi untuk membantu menentukan apakah pencitraan tulang belakang torakolumbal perlu dilakukan. Namun, terdapat sebuah studi prospektif terhadap lebih dari 3.000 pasien trauma tumpul dewasa yang melaporkan sensitivitas 98,9% untuk mengidentifikasi pasien dengan cedera tulang vertebra torakolumbal yang signifikan secara klinis.
Studi tersebut mengusulkan kriteria untuk membantu pengambilan keputusan klinis berupa:
- Pasien tidak sadar dan tidak dapat di evaluasi, seperti: GCS < 15; intoksikasi; atau cedera dengan nyeri yang dapat mengalihkan pasien dari rasa nyeri cedera torakolumbal (painful distracting injury)
- Tanda positif pada pemeriksaan fisik: nyeri; nyeri tekan pada palpasi; deformitas; defisit neurologis
- Mekanisme cedera risiko tinggi: jatuh (fall); crush injury; kecelakaan kendaraan bermotor hingga kendaraan terguling atau pasien terlontar dari kendaraan; kecelakaan kendaraan yang tidak tertutup; kecelakaan mobil versus pejalan kaki
- Usia ≥ 60 tahun[6]
Apabila terdapat satu dari komponen diatas, maka pencitraan vertebra torakolumbal perlu dilakukan.[6,10]
CT Scan Tulang Belakang dengan Kontras Intravena
Pemeriksaan CT scan tulang belakang rutin umumnya tidak memerlukan penggunaan media kontras intravena (IV). Namun, pada beberapa keadaan seperti penilaian metastasis, tumor jaringan lunak, infeksi, atau abses, pemeriksaan CT scan tulang belakang dapat dilakukan dengan kontras IV. Pada pasien dengan riwayat operasi tulang belakang, media kontras IV dapat digunakan agar mempermudah diferensiasi jaringan parut dengan penyakit diskus yang rekuren (recurrent disc disease).[5]
Perhatian Khusus Untuk Evaluasi Lesi Tulang
Lesi-lesi tulang (bone lesions) dapat diidentifikasi dengan baik melalui pemeriksaan CT scan tanpa kontras. Pemeriksaan CT scan dapat berperan sebagai pelengkap bone scan dalam mengevaluasi spondilolysis. Pemeriksaan CT scan dengan kontras intravena juga bermanfaat apabila terdapat kecurigaan infeksi atau keganasan. Meski demikian, ACR merekomendasikan radiografi sebagai pemeriksaan inisial untuk mengevaluasi lesi tulang.
Selain itu, pemeriksaan MRI merupakan modalitas yang dipilih pada kecurigaan infeksi atau tumor. Pemeriksaan CT scan dengan kontras hanya dilakukan ketika terdapat kontraindikasi untuk pemeriksaan MRI atau pemeriksaan tersebut tidak memungkinkan.[13]
CT Scan Tulang Belakang pada Anak
Terdapat beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk menilai risiko cedera servikal pada anak, termasuk kriteria Pediatric Emergency Care Applied Research Network (PECARN) untuk anak usia < 16 tahun dan skor Pieretti-Vanmarcke yang lebih spesifik untuk anak usia ≤ 3 tahun.[11]
Kriteria PECARN
Pada kriteria PECARN, terdapat risiko tinggi terjadinya cedera servikal apabila ditemukan satu atau lebih komponen berikut:
- Perubahan status mental
- Defisit neurologis fokal
- Nyeri leher
- Tortikolis
- Cedera torso yang substansial
- Kondisi predisposisi terjadinya cedera servikal
- Menyelam
- Kecelakaan kendaraan bermotor dengan risiko tinggi (high-risk motor vehicle crash)[11]
Skor Pieretti-Vanmarcke
Skor Pieretti-Vanmarcke dapat dikategorikan menjadi risiko rendah (0-1 poin) dan risiko tinggi (2-8 poin) dengan komponen sebagai berikut:
- GCS < 14 (3 poin)
- GCS 1 untuk respon mata (2 poin)
- Kecelakaan kendaraan bermotor (2 poin)
- Usia ≥ 2 tahun[12]
Pencitraan perlu dilakukan dalam mengevaluasi kasus trauma servikal pada anak usia 3-16 tahun yang telah memenuhi kriteria NEXUS atau PECARN, atau anak usia <3 tahun dengan skor Pieretti-Vanmarcke 2-8 poin.[11]
Perhatian Khusus
Menurut American College of Radiology (ACR) Appropriateness Criteria, penggunaan CT scan tanpa kontras sebagai modalitas inisial pada trauma servikal pada anak masih bersifat kontroversial. ACR merekomendasikan radiografi sebagai modalitas inisial pada kasus trauma servikal, torakal, dan lumbar pada anak, baik untuk kelompok usia < 3 tahun maupun kelompok usia 3-16 tahun.
Meskipun CT scan servikal tanpa kontras IV adalah modalitas pencitraan standar yang digunakan untuk orang dewasa dengan trauma servikal, modalitas ini bukan merupakan modalitas yang sangat disarankan oleh ACR untuk anak dikarenakan efek stokastik dari paparan radiasi serta potensi kebutuhan sedasi. Pemeriksaan CT scan tulang belakang tanpa kontras dapat dilakukan sebagai pemeriksaan lanjutan apabila hasil radiografi menunjukkan temuan yang bersifat ambigu atau abnormal.[11]