Pedoman Klinis Defibrilasi
Pedoman klinis utama dari defibrilasi adalah bahwa tindakan ini hanya boleh dilakukan pada shockable wave, yaitu fibrilasi ventrikel dan pulseless ventricular tachycardia. Pemberian defibrilasi pada pasien dengan irama jantung selain itu malah dapat menginduksi henti jantung.
Efikasi defibrilasi akan menurun seiring waktu penundaan defibrilasi pada pasien henti jantung. Setelah 10 menit terlewati, kemungkinan keberhasilan defibrilasi menurun drastis hingga nyaris mencapai nol.[3]
Defibrillator Manual dan Otomatis
Terdapat kelebihan dan kekurangan untuk defibrillator manual maupun automated external defibrillator (AED). Defibrillator manual memiliki kelebihan yaitu waktu jeda (hands off time) antara resusitasi jantung paru dan defibrilasi yang lebih pendek karena petugas terampil dapat menentukan denyut jantung shockable dalam 5-10 detik.
AED membutuhkan hands off time lebih lama, tetapi kelebihan AED adalah penggunaannya yang lebih luas pada skenario di luar Rumah Sakit. AED juga sangat sensitif dalam mendeteksi irama shockable.[40]
Di Indonesia, belum ada regulasi yang menegaskan kewajiban adanya AED pada ruang publik serta siapa saja yang berkompetensi menggunakannya. Namun berdasarkan rekomendasi yang diberikan oleh Yayasan Jantung Indonesia dan Badan Perlindungan Konsumen Nasional, menganjurkan harus selalu tersedia AED pada kotak P3K di setiap fasilitas umum beserta petugas yang telah terlatih dalam penanganan kegawatdaruratan henti jantung dengan pemakaian alat tersebut.[41,42]
Kepedulian instansi pemerintah dalam persiapan tanggap darurat henti jantung di fasilitas umum juga telah tercermin melalui kegiatan pelatihan dasar AED di lingkungan instansi pemerintah Direktorat Bea Cukai.[43]
Wearable and Implantable Cardioverter Defibrillator (WCD and ICD)
Penggunaan wearable cardioverter defibrillator (WCD) dan implantable cardioverter-defibrillator (ICD) pada pasien yang berisiko mengalami rekurensi henti jantung sangat bermanfaat dalam meningkatkan harapan hidup selama perawatan di rumah sakit.[37,38]
Penulisan pertama oleh: dr. Graciella N T Wahjoepramono