Pendahuluan Transplantasi Jantung
Transplantasi jantung adalah prosedur penggantian jantung yang gagal berfungsi dengan jantung dari donor yang sesuai. Pada awal penggunaan prosedur ini, luaran pasca transplantasi buruk karena komplikasi pasca tindakan yang kompleks, seperti reaksi penolakan dan infeksi. Kemudian, setelah dimulainya penggunaan imunosupresan, angka kesintasan pasca operasi transplantasi jantung meningkat dan prosedur ini menjadi tata laksana standar untuk gagal jantung tahap akhir.[1,2]
Transplantasi jantung dapat dilakukan pada pasien dengan gagal jantung kongestif stadium akhir yang harapan hidupnya diperkirakan kurang dari 1 tahun tanpa transplantasi. Pedoman American College of Cardiology and American Heart Association (ACC/AHA) juga menyebutkan bahwa transplantasi jantung dapat dilakukan pada pasien dengan syok kardiogenik refrakter, aritmia ventrikel refrakter yang mengancam nyawa, dan gagal jantung kongenital tanpa hipertensi pulmonal.
Transplantasi jantung tidak disarankan pada pasien usia di atas 65 tahun. Tindakan ini juga sebaiknya tidak dilakukan pada pasien dengan infeksi sistemik aktif; gangguan sistemik aktif, seperti penyakit kolagen-vaskular dan penyakit sel sabit; keganasan aktif; memiliki riwayat penyalahgunaan zat; dan ketidakmampuan pasien untuk patuh menjalani follow-up pasca tindakan. Gagal ginjal dan kelainan hepar yang bersifat advanced irreversible juga merupakan kontraindikasi transplantasi jantung.[1,3]
Transplantasi jantung membutuhkan sayatan melalui sternum dan penggunaan mesin cardiopulmonary bypass yang berfungsi sebagai jantung dan paru pasien selama operasi berlangsung. Jantung donor 'diambil' oleh tim bedah setelah penilaian lengkap untuk memastikan fungsinya memadai. Sementara itu, jantung resipien diambil saat menjalani cardiopulmonary bypass dan ahli bedah menghubungkan jantung donor ke pembuluh darah utama resipien.
Setelah tindakan, pasien memerlukan obat imunosupresi dan terapi induksi. Dokter perlu memilih imunosupresi secara cermat dan menghindari imunosupresi yang berlebihan. Terapi induksi dilakukan selama periode awal pasca operasi. Terapi induksi dapat dilakukan dengan pemberian basiliximab atau alemtuzumab.
Beberapa komplikasi yang paling umum adalah penolakan, vaskulopati allograft jantung, disfungsi cangkok, penyakit ginjal kronis, infeksi, dan keganasan. Hampir semua resipien transplantasi jantung akan menderita setidaknya satu komplikasi. Akibatnya, kualitas hidup dan kesintasan pasien dapat terganggu tergantung pada tingkat keparahan komplikasi.[1-5,14]