Teknik Transplantasi Ginjal
Teknik transplantasi ginjal menggunakan teknik operasi heterotopik, yaitu meletakkan organ donor di lokasi yang berbeda dari organ lama yang umumnya tidak diangkat. Ginjal donor yang digunakan untuk transplantasi ginjal dapat berasal dari 2 sumber, yaitu living donor dan deceased or cadaveric donor.
Donor dari orang yang masih hidup (living donor) biasanya berasal dari saudara kandung, orang tua, anak (berusia lebih dari 18 tahun), kerabat dekat, atau teman dekat. Pendonor ginjal harus memiliki 2 ginjal normal dan traktus urinarius bawah normal, tidak sedang mengalami infeksi, telah mendapatkan informasi lengkap tentang transplantasi dan memberikan persetujuannya.[1,3,4,11]
Donor dari orang yang sudah meninggal (deceased or cadaveric donor) berasal dari individu yang mati batang otak. Donor dapat diambil apabila orang tersebut sudah menandatangani persetujuan bahwa ia akan mendonorkan ginjalnya ketika ia meninggal, atau atas persetujuan keluarga pendonor. Apabila persetujuan sudah didapatkan, ginjal akan diambil dan disimpan sampai resipien yang cocok ditemukan.[1,3,4]
Persyaratan Transplantasi di Indonesia
Di Indonesia, seluruh prosedur transplantasi organ diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no 38 tahun 2016 mengenai penyelenggaraan transplantasi organ.
Calon pendonor harus terlebih dahulu teregistrasi di Komite Transplantasi Nasional yang terletak di Jakarta atau perwakilan Komite Transplantasi Nasional yang terdapat di masing-masing provinsi sebelum dapat menjadi donor transplantasi. Hal yang sama berlaku untuk donor dari individu yang mati batang otak. Individu tersebut harus sudah teregistrasi di Komite Transplantasi Nasional saat masih hidup.[8]
Persyaratan Administrasi
Untuk dapat mendaftar dan teregistrasi di Komite Transplantasi Nasional, terdapat persyaratan administrasi dan medis yang harus dipenuhi, yaitu:
- Surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki SIP (surat ijin praktek)
- Telah berusia 18 tahun, dibuktikan dengan KTP, kartu keluarga, dan/atau akta kelahiran
- Membuat pernyataan tertulis tentang kesediaan pendonor menyumbangkan organ tubuhnya secara sukarela tanpa meminta imbalan
- Memiliki alasan menyumbangkan organ tubuhnya kepada resipien secara sukarela
- Mendapat persetujuan suami/istri, anak yang sudah dewasa, orang tua kandung, atau saudara kandung pendonor
- Membuat pernyataan memahami indikasi, kontra indikasi, risiko, prosedur transplantasi organ, panduan hidup pasca transplantasi organ, serta pernyataan persetujuannya
- Membuat pernyataan tidak melakukan penjualan organ ataupun perjanjian khusus lain dengan pihak resipien[8]
Persyaratan Medis
Terdapat pula persyaratan medis yang harus dipenuhi untuk dapat menjadi pendonor organ. Persyaratan medis ini berupa pemeriksaan medis awal dan skrining oleh rumah sakit penyelenggara transplantasi.[8]
Proses Evaluasi Ginjal Donor
Ada beberapa tahapan tes yang harus dilakukan dari pendonor ginjal untuk dapat memastikan apakah ginjal yang didonorkan dapat diterima oleh resipien, yaitu tes golongan darah, pengenalan tipe jaringan, uji silang, serta serologi.[1,4,5]
Tes Golongan Darah
Pemeriksaan golongan darah dilakukan menggunakan sistem A, B, AB dan O. Resipien dan donor harus memiliki golongan darah yang sama atau kompatibel, yaitu:
- Apabila resipien memiliki golongan darah A, maka golongan darah Donor harus A atau O
- Apabila resipien memiliki golongan darah B, maka golongan darah Donor harus B atau O
- Apabila resipien memiliki golongan darah O, maka golongan darah Donor harus O
- Apabila resipien memiliki golongan darah AB, maka golongan darah Donor dapat berasal dari seluruh golongan darah (A,B, AB atau O)[1,4,5]
Apabila resipien menerima donor ginjal yang tidak sesuai, maka tubuh penerima akan mengenali ginjal tersebut sebagai benda asing dan merusaknya.
Pengenalan Tipe Jaringan (Tissue Typing)
Tes berikutnya adalah pemeriksaan human leukocyte antigen (HLA) dari darah untuk mengenali jenis tipe jaringan baik dari pendonor maupun dari resipien. Antigen sebagai marker dapat ditemui di berbagai sel tubuh yang membedakan tiap-tiap orang secara unik. Marker ini diturunkan dari kedua orang tua.
Untuk dapat menerima ginjal yang diberikan, maka antara marker resipien dengan marker donor harus memiliki tingkat kesamaan yang tinggi (perfect match). Transplantasi dengan tingkat kesamaan yang tinggi akan memberikan hasil yang lebih baik selama beberapa tahun ke depan. Tingkat kecocokan yang baik biasa ditemui pada pendonor yang masih merupakan kerabat dekat resipien.[1,3–5]
Uji Silang (Crossmatch)
Antibodi akan terbentuk pada saat terjadi infeksi, kehamilan, transfusi darah, hingga proses transplantasi. Apabila terdapat antibodi terhadap ginjal donor, maka tubuh resipien akan menghancurkan ginjal tersebut. Oleh sebab itu, uji silang (crossmatch) harus dilakukan untuk memastikan resipien dapat menerima ginjal donor dengan baik.
Uji silang dilakukan dengan mencampurkan darah dari resipien dengan sel jaringan donor. Apabila uji silang positif, berarti resipien memiliki antibodi terhadap donor. Sebaliknya, jika hasil uji silang negatif berarti resipien tidak memiliki antibodi terhadap donor dan dapat menerima ginjal donor. Uji silang ini dilakukan sebanyak beberapa kali pada tahap persiapan transplantasi, dan uji terakhir harus dilakukan dalam waktu 48 jam sebelum transplantasi dilakukan.[1,3–5]
Serologi
Pemeriksaan serologi dilakukan untuk mengetahui adanya infeksi virus HIV, hepatitis, dan cytomegalovirus (CMV) agar dapat diberikan terapi pencegahan yang tepat setelah dilakukan transplantasi. Pemeriksaan ini dilakukan pada semua donor, guna mencegah terjadinya penularan ke resipien.[1,6]
Persiapan Pasien
Persiapan pasien diawali dengan evaluasi kesesuaian kriteria resipien. Kriteria resipien secara umum adalah memiliki penyakit terminal yang ireversibel atau gagal ginjal stadium akhir, traktus urinarius bawah normal, dan penyakit ginjal primer tidak aktif atau terkontrol. Resipien yang mengalami infeksi, tetapi minimal dan dapat dikontrol tetap diperbolehkan untuk menjalani transplantasi ginjal.[12]
Pasien yang akan menjalani transplantasi ginjal harus melalui beberapa pemeriksaan dan evaluasi. Hal ini dilakukan agar dapat menjalani prosedur operasi dengan baik, dan mampu menerima terapi untuk mencegah penolakan ginjal donor pascatransplantasi dilakukan. Beberapa hal yang dapat dilakukan di antaranya:
- Pemeriksaan medis umum, yaitu pemeriksaan laboratorium kondisi metabolik umum, koagulasi darah, darah rutin, kolonoskopi, hingga pap smear dan mamografi (pada wanita) serta prostat (pada pria)
- Evaluasi kardiovaskular, yaitu pemeriksaan EKG, ekokardiografi, hingga kateterisasi jantung
- Evaluasi fungsi paru, yaitu pemeriksaan rontgen thorax hingga spirometri[1,4,5]
Prosedur transplantasi dapat ditunda atau bahkan dihentikan, apabila resipien memiliki beberapa kondisi di bawah ini:
- Gangguan kardiovaskular yang tidak dapat ditangani, dan dapat mengganggu jalannya operasi
- Riwayat kanker dengan metastasis, atau sedang menjalani kemoterapi
- Infeksi sistemik akut yang tidak dapat diatasi secara efektif
- Gangguan psikiatri yang tidak terkontrol
- Penyalahgunaan zat atau obat-obatan
- Gangguan neurologi dengan kelainan fungsi kognitif, sehingga tidak bisa membuat keputusan selama prosedur dilakukan
- Gangguan organ lain yang cukup serius yang tidak akan mengalami perbaikan setelah transplantasi dilakukan
- Kegagalan mengikuti rencana terapi yang diberikan[1,4,5]
Prosedural
Prosedur transplantasi ginjal membutuhkan masa persiapan di rumah sakit selama beberapa hari. Tindakan transplantasi ginjal dilakukan dalam kondisi anestesi umum dan berlangsung umumnya selama 2‒4 jam.
Tipe operasi yang dilakukan, yaitu transplantasi heterotopik (heterotopic transplant), di mana ginjal yang diberikan diletakkan di lokasi yang berbeda dengan posisi ginjal awal. Tipe transplantasi ginjal berbeda dengan transplantasi hati atau jantung yang merupakan transplantasi ortotopik (orthotopic transplant), di mana organ yang mengalami kelainan akan diangkat dan digantikan dengan organ baru di lokasi yang sama.[1,2,4,5]
Ginjal donor akan diletakkan secara ekstra peritoneal pada fossa iliaca. Ginjal kiri donor akan diletakkan di bagian kanan, sedangkan ginjal kanan donor akan diletakkan di sisi kiri. Hal ini bertujuan agar ureter dapat secara mudah dihubungkan ke kandung kemih resipien. Ginjal resipien tidak dikeluarkan kecuali ginjal yang telah rusak tersebut menyebabkan masalah berat, seperti tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol, infeksi ginjal, atau pembesaran ginjal secara signifikan.[1,2,4,5]
Gambar 2. Skema Posttransplantasi Ginjal
Arteri dan vena ginjal donor akan disambungkan dengan arteri dan vena iliaca eksterna yang berada di pelvis resipien. Ureter dari ginjal donor kemudian dihubungkan ke kandung kemih. Proses pemulihan di rumah sakit biasanya memakan waktu 3‒7 hari.[1,2,4,5,13]
Follow Up
Follow up transplantasi ginjal dibedakan menjadi follow up jangka pendek setelah operasi dan jangka panjang yang harus dilakukan sepanjang hidup pasien.
Follow Up Jangka Pendek
Setelah operasi transplantasi ginjal, monitoring yang harus dilakukan tidak berbeda dengan prosedur operasi mayor lainnya. Pasien perlu dilakukan pemantauan keseimbangan cairan dan elektrolit, perawatan luka, manajemen nyeri, dan anjurkan pasien untuk mulai mobilisasi dini.
Dua hal yang perlu diperhatikan adalah risiko konstipasi akibat penggunaan kortikosteroid dan imunosupresan, serta penyembuhan luka yang lebih lama. Karena itu, pasien kadang perlu diberikan laksatif sesuai kebutuhan dan jahitan tidak boleh diangkat setidaknya selama 3 minggu.[1,2,4,5]
Follow Up Jangka Panjang
Setelah operasi transplantasi dilakukan, monitoring yang perlu dilakukan meliputi fungsi ginjal yang baru, tanda awal penolakan ginjal oleh tubuh resipien, efek samping obat-obatan yang diberikan, hingga pemantauan terhadap peningkatan risiko infeksi atau kanker akibat terapi imunosupresan yang diberikan. Misalnya peningkatan risiko melanoma maligna pada pasien transplantasi ginjal.[1,2,4,5,10]
Penolakan tubuh resipien akan ginjal yang ditransplantasikan dapat terjadi pada 30% penderita yang menerima transplantasi ginjal. Penolakan biasanya muncul sekitar 6 bulan pascatransplantasi, hingga beberapa tahun kemudian. Pemberian terapi yang tepat dapat menghindari terjadinya penolakan pada banyak kasus.[1,2,4,5,10]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli