Indikasi dan Dosis Codeine
Indikasi codeine atau kodein adalah untuk meredakan nyeri ringan hingga sedang dan untuk menangani batuk kering yang disertai nyeri. Dosis codeine yang digunakan adalah dosis terapeutik minimal yang paling aman dan berdurasi paling singkat karena obat ini berisiko menyebabkan penyalahgunaan dan adiksi opiat.[20-22]
Obat ini hanya dianjurkan untuk orang dewasa. Untuk anak-anak, hanya anak tertentu yang dapat dipertimbangkan untuk menerima codeine. Obat ini tidak dianjurkan untuk anak yang berusia <12 tahun, anak berusia 12–18 tahun yang menjalani tonsilektomi dan/atau adenoidektomi, serta anak yang berisiko tinggi mengalami depresi napas.[35]
Menurut beberapa studi, berbagai indikasi codeine yang telah disebutkan sebenarnya masih perlu dikritisi lebih lanjut karena kurangnya bukti yang adekuat terkait manfaat dan risiko penggunaan codeine sebagai pereda nyeri dan batuk kering.[20-22]
Manajemen Nyeri
Untuk mengatasi nyeri ringan dan sedang pada orang dewasa, codeine 30–60 mg tiap 4 jam dapat diberikan bila perlu. Dosis maksimal adalah 240 mg/hari. Gunakan dosis efektif yang paling rendah dan durasi yang paling singkat.[18]
Untuk pasien anak yang tidak memiliki kontraindikasi yang disebutkan di atas, codeine dapat diberikan dengan dosis 0,5–1 mg/kgBB setiap 4–6 jam. Dosis maksimal adalah 60 mg/dosis. Gunakan dosis efektif yang paling rendah dan durasi paling singkat.[35]
Kontroversi terkait Manajemen Nyeri dengan Codeine
Telah banyak uji klinis yang mengungkap efikasi codeine sebagai obat pereda nyeri, khususnya pada kasus nyeri gigi dan nyeri pascaoperasi. Zhang dan Po dalam sebuah meta analisis menemukan bahwa penambahan codeine 60 mg ke dalam paracetamol 600 mg secara signifikan menurunkan tingkat nyeri pascaoperasi hingga >50% bila dibandingkan pemberian paracetamol saja. Namun, penambahan codeine tersebut meningkatkan risiko efek samping berupa rasa kantuk.[20]
Sementara itu, studi Moore et al menyimpulkan bahwa kombinasi codeine 60 mg dan paracetamol 1.000 mg berkaitan dengan penurunan derajat nyeri bila dibandingkan paracetamol saja pada pasien yang baru menjalani prosedur akut pada gigi.[21]
Walaupun kedua studi ini memberikan bukti awal yang cukup baik terkait efektivitas codeine dalam meredakan nyeri, manfaat codeine tunggal (tanpa kombinasi dengan obat lain) dan variasi dosisnya sebagai pereda nyeri masih belum dapat disimpulkan.
Kemudian, Derry, et al melakukan tinjauan sistematik tentang manfaat codeine tunggal dibandingkan analgesik lain seperti obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) dan plasebo. Derry, et al menganalisis 33 uji klinis yang mencakup 2.411 partisipan dan menemukan bahwa codeine 60 mg menurunkan intensitas nyeri setidaknya selama 4–6 jam setelah konsumsi obat secara bermakna.[22]
Namun, analisis lanjutan mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan efek analgesik codeine antara kelompok pasien pascaoperasi gigi dan pasien pasca operasi nongigi. Hal ini ditunjukkan oleh number-needed-to-treat (NNT) pascaoperasi gigi sebesar 21, sedangkan NNT pascaoperasi lainnya hanya 6,8. Oleh karena itu, studi menyimpulkan bahwa efek analgesik codeine 60 mg tunggal hanya baik pada sebagian kecil individu dan cukup bervariasi tergantung pada prosedur operasi yang terlibat.[22]
Batuk Kering
Untuk menangani batuk kering yang disertai nyeri pada orang dewasa, codeine 15–30 mg dapat diberikan, yakni sebanyak 3–4 kali per hari. Gunakan dosis efektif yang paling rendah dan durasi yang paling singkat.[18]
Untuk anak-anak, kontraindikasi codeine sama seperti yang telah disebutkan di atas. Bila anak tidak memiliki berbagai kontraindikasi tersebut, obat ini dapat diberikan dalam dosis 7,5–30 mg peroral setiap 4–6 jam sesuai kebutuhan. Gunakan dosis efektif yang paling rendah dan durasi yang paling singkat.[35]
Kontroversi terkait Manajemen Batuk Kering dengan Codeine
Penggunaan codeine sebagai obat pereda batuk juga telah lama dilakukan dalam praktik kedokteran walaupun bukti yang mendukung hal ini belum cukup kuat. Hasil penelitian pada hewan coba memang menunjukkan bahwa codeine cukup efektif untuk menekan pusat batuk serta kerja otot napas dalam mekanisme batuk. Namun, efektivitas codeine dalam meredakan batuk pada hewan coba tak sebaik ketika codeine diberikan untuk meredakan batuk pada manusia.[23]
Pada awalnya, batuk akibat penyakit saluran napas atas diduga tidak cukup responsif terhadap pemberian codeine bila dibandingkan batuk akibat penyakit saluran napas bawah. Namun, penelitian lanjutan mengindikasikan bahwa codeine tidak lebih baik dibandingkan plasebo untuk mengurangi gejala batuk pada pasien penyakit paru obstruktif kronik.[23-25]
Berdasarkan temuan tersebut, manfaat codeine sebagai obat pereda batuk masih memerlukan evaluasi lebih lanjut terutama tentang karakteristik pasien yang berpotensi mendapat manfaat dari penggunaan codeine.[23-25]
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur