Farmakologi Codeine
Secara farmakologi, codeine atau kodein merupakan agonis reseptor opiat yang dapat bekerja dengan mengaktivasi reseptor µ. Obat ini ditandai dengan efek analgesik kerja cepat. Metabolismenya dalam tubuh sangat dipengaruhi oleh polimorfisme CYP2D6 dan eliminasinya terutama terjadi melalui urine.
Farmakodinamik
Pembahasan aspek farmakodinamik codeine tidak lepas dari mekanisme kerja reseptor opiat. Reseptor opiat merupakan reseptor yang berikatan dengan protein G dan berfungsi sebagai pengatur transmisi sinaptik melalui protein G, yang kemudian akan mengaktivasi protein efektor.
Ikatan antara senyawa opiat ke reseptor akan memicu pertukaran guanosin trifosfat (GTP) dengan guanosin difosfat (GDP). Pembentukan GTP menghambat aktivitas adenilat siklase, sehingga menurunkan kadar cAMP intraseluler. Hal ini menyebabkan inhibisi berbagai neurotransmiter nosiseptif, seperti senyawa P, GABA, dopamin, asetilkolin, dan noradrenalin.
Ikatan opiat pada reseptor juga turut menghambat pelepasan vasopresin, somatostatin, insulin, dan glukagon. Pada saat bersamaan, senyawa opiat menutup kanal kalsium tipe N dan membuka kanal kalium. Masuknya kalium ke kompartemen intraseluler ini menyebabkan hiperpolarisasi dan penurunan eksitabilitas saraf.[8,9]
Codeine, seperti halnya agonis reseptor opiat lain yang lazim digunakan secara klinis, bekerja melalui aktivasi reseptor µ (Mu Opioid Receptor, MOR). MOR terdapat pada sistem saraf pusat (SSP), jaringan saraf selain SSP, dan jaringan nonsaraf. Studi pada berbagai hewan coba menunjukkan peran penting MOR di SSP dalam modulasi nyeri, sehingga reseptor opiat ini menjadi target terapeutik dalam manajemen nyeri.[10-14]
Namun, mekanisme kerja codeine terhadap MOR yang berperan dalam efek analgesik codeine bukan merupakan satu-satunya efek codeine terhadap tubuh. Keberadaan MOR yang luas di berbagai jaringan membuat codeine berisiko memicu efek samping yang berhubungan dengan senyawa opiat, seperti depresi napas, mual muntah, dan penurunan transit makanan di saluran cerna.[8,11,13]
Farmakokinetik
Ditinjau dari sisi farmakokinetik, codeine memiliki waktu puncak plasma dan waktu paruh plasma yang cepat serta memiliki volume distribusi yang besar. Eliminasi utama terjadi melalui ginjal.
Absorbsi
Absorbsi codeine cukup cepat seperti ditunjukkan oleh puncak konsentrasi plasma yang tercapai dalam waktu 60 menit setelah konsumsi oral. Bentuk metabolit codeine lainnya seperti codeine-6-glukuronat dan morfin-6-glukuronat juga memiliki waktu konsentrasi plasma puncak yang mirip (1–2 jam setelah pemberian).
Di sisi lain, waktu paruh plasma codeine tidak berbeda antara pemberian pada dosis 25 mg dan 50 mg (rerata t1/2: 2,0–2,1 jam). Namun, waktu paruh plasma metabolit turunan codeine seperti morfin dan morfin-3-glukuronat dapat mencapai 4–16 jam. Dengan demikian, meskipun hanya sebagian kecil codeine diubah menjadi morfin yang lebih poten terhadap reseptor µ, keadaan steady state dapat tercapai dalam kurun waktu 48 jam pada pemberian codeine 15 mg tiap 4 jam.[15]
Distribusi
Codeine memiliki volume distribusi yang cukup besar, yaitu 3–6 L/kg. Sementara itu, hanya 7–25% codeine dalam plasma yang terikat pada protein.
Metabolisme
Jalur metabolisme utama codeine terletak di hati dan meliputi proses N-demetilasi menjadi norcodeine, 3-Ο-demetilasi menjadi morfin, dan konjugasi glukuronat. Sekitar 50–70% codeine diubah oleh UGT2B7 menjadi codeine-6-glukuronat, yang memiliki afinitas sama dengan codeine terhadap reseptor µ. Sementara itu, 10–15% codeine akan mengalami N-demetilasi menjadi norcodeine oleh CYP3A4.
Sisanya akan mengalami 3-Ο-demetilasi oleh CYP2D menjadi morfin yang merupakan metabolit dengan afinitas 200 kali lebih besar dibandingkan codeine terhadap reseptor µ. Hampir 60% morfin dimetabolisme melalui glukuronidasi menjadi morfin-3-glukuronat sedangkan 5–10% diubah menjadi morfin-6-glukuronat oleh UGT2B7.[6]
Gen CYP2D6 merupakan gen yang paling banyak dipelajari dalam jalur metabolisme codeine dan memiliki implikasi klinis yang esensial. Variasi individual CYP2D6 dapat terbagi menjadi poor metabolizer (PM), extensive metabolizer (EM), dan ultrarapid metabolizer (UM). Hal ini menentukan efisiensi codeine dalam menimbulkan efek fisiologis yang diharapkan dan risiko toksisitasnya.[16]
Eliminasi
Hampir 90% dari seluruh dosis codeine yang dikonsumsi mengalami eliminasi melalui urine. Sekitar 10% komponen codeine yang keluar melalui urine berada dalam bentuk senyawa codeine.[15,17]
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur