Penggunaan pada Kehamilan dan Ibu Menyusui Codeine
Penggunaan codeine pada kehamilan termasuk dalam kategori C menurut FDA. Penggunaan pada ibu menyusui memiliki potensi risiko terhadap bayi yang disusui, misalnya letargi atau gangguan napas, sehingga sebaiknya dihindari.
Penggunaan pada Kehamilan
Kategori C (FDA): studi pada binatang percobaan memperlihatkan ada efek samping terhadap janin, tetapi belum ada studi terkontrol pada wanita hamil. Obat hanya boleh digunakan jika besarnya manfaat yang diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap janin.
Secara umum, penggunaan codeine pada ibu hamil maupun ibu menyusui sebaiknya dihindari mengingat risiko terhadap ibu dan anak belum dapat disingkirkan. Studi hewan coba maupun studi epidemiologi mutakhir masih belum memberikan kesimpulan yang konsisten.[28,29]
Broussard et al dalam studi kasus kontrol berbasis populasi menyimpulkan bahwa penggunaan codeine selama kehamilan secara signifikan meningkatkan risiko kelainan anatomi bawaan pada janin, seperti defek septum atrioventrikular, sindrom jantung kiri hipoplastik, dan hidrosefalus. Namun, hasil penelitian ini dilemahkan oleh risiko bias memori dan misklasifikasi paparan, sehingga secara serius memengaruhi kalkulasi risiko pada masing-masing luaran yang dianalisis.[28]
Di sisi lain, suatu studi prospektif berbasis populasi menemukan bahwa tidak ada perbedaan risiko tingkat kematian maupun malformasi kongenital pada janin yang terpapar codeine atau tidak. Hal ini juga didukung oleh TGA yang mengategorikan codeine ke dalam kategori A.[29]
Penggunaan opioid secara berkepanjangan pada ibu hamil bisa menimbulkan neonatal opioid withdrawal syndrome setelah neonatus lahir. Opioid dapat melewati plasenta dan menyebabkan depresi pernapasan serta efek psikofisiologis pada neonatus.[35]
Penggunaan pada Ibu Menyusui
Studi terdahulu melaporkan ada peningkatan risiko bradikardia, apnea episodik, dan sianosis pada neonatus dari ibu yang mengonsumsi codeine. Secara teoritis, kadar obat dalam ASI <10% merupakan ambang batas praktis untuk memprediksi risiko obat terhadap bayi yang disusui. Kadar codeine dalam ASI hanya sebesar 1–1,2%, sehingga obat ini secara teori memiliki risiko efek samping terhadap bayi yang minimal.[30]
Namun, suatu studi retrospektif pada 72 wanita menyusui yang mengonsumsi codeine menemukan bahwa 24% partisipan melaporkan penurunan tingkat kesadaran bayi yang kemudian membaik ketika konsumsi codeine atau pemberian ASI dihentikan. Pada studi kasus-kontrol ini, ditemukan bahwa rerata dosis codeine pada kelompok kasus lebih tinggi daripada kelompok kontrol (1,62 mg/kg/hari vs 1,02 mg/kg/hari).[31]
Bayi pada kelompok kasus juga lebih besar peluangnya untuk memerlukan perawatan di IGD terkait gejala letargi, asupan ASI yang kurang, dan gangguan napas. Studi ini menyimpulkan bahwa peningkatan dosis codeine pada wanita menyusui berpotensi meningkatkan risiko letargi, gangguan napas, dan asupan makan yang kurang pada bayi yang disusui.[31]
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur