Kontraindikasi dan Peringatan Moxifloxacin
Moxifloxacin kontraindikasi pada pasien dengan riwayat hipersensitivitas terhadap obat ini atau golongan quinolone lainnya. Penggunaan moxifloxacin pernah dilaporkan menyebabkan aritmia.
Semua jenis fluoroquinolone termasuk moxifloxacin meningkatkan risiko kejadian tendinitis seperti tendinitis Achilles dan ruptur tendon pada semua usia, konsumsi bersama kortikosteroid, dan pasien yang menerima transplantasi jantung, ginjal, atau paru.[3]
Kontraindikasi
Kontraindikasi pemberian moxifloxacin antara lain:
- Riwayat hipersensitivitas terhadap moxifloxacin dan obat golongan quinolone lain.
- Pasien usia 18 tahun ke bawah
- Pasien dengan riwayat penyakit tendon akibat pemberian fluoroquinolone
- Ibu hamil dan menyusui
- Pasien dengan riwayat interval QT memanjang
- Pasien dengan riwayat bradikardia
- Gangguan elektrolit menetap, khususnya hipokalemia
- Pasien dengan myasthenia gravis[3,7]
Peringatan
Pemanjangan interval QT dan kasus torsade de pointes pernah dilaporkan pada pasien yang menerima terapi moxifloxacin. Sebaiknya, hindari penggunaan obat pada pasien yang diketahui memiliki riwayat pemanjangan interval QT, hipokalemia, dan penggunaan bersama obat-obatan yang diketahui juga dapat memperpanjang interval QT.
Hati-hati penggunaan pada pasien dengan kondisi proaritmik seperti bradikardia atau acute myocardial ischemia.[3,8]
Masalah sistem saraf pusat seperti pusing, konfusi, dan halusinasi juga dapat terjadi. Pemberian moxifloxacin pada pasien dengan masalah sistem saraf pusat harus sangat hati-hati, karena obat bisa memicu kambuhnya kejang atau menurunkan ambang kejang.
Evaluasi adanya diare saat terapi atau beberapa minggu setelahnya juga diperlukan. Diare yang berhubungan dengan pemberian antibiotik spektrum luas biasanya terjadi akibat Clostridium difficile.[3,7]
Evaluasi lebih ketat juga diperlukan bila terjadi gejala neuropati perifer seperti hipoestesi, parestesi, diestesi atau kelemahan. Pasien yang sedang menjalani terapi dengan moxifloxacin sebaiknya diedukasi untuk segera ke dokter bila merasakan keluhan seperti rasa nyeri, terbakar, kesemutan, baal, atau kelemahan anggota tubuh untuk mencegah gangguan lebih lanjut yang ireversibel.[3,8]
Moxifloxacin dapat meningkatkan risiko tendinitis dan ruptur tendon pada semua usia, terutama pada pasien yang berusia lebih dari 60 tahun, sedang mengonsumsi kortikosteroid, dan yang menerima transplantasi organ. Moxifloxacin juga dapat menurunkan kadar kalium, sehingga pasien yang mengonsumsi obat yang dapat menurunkan kadar kalium harus dipantau agar tidak terjadi hipokalemia.[3, 7,11]
Pada pasien yang harus mengoperasikan mesin atau berkendara, edukasi tentang kemungkinan timbulnya efek samping sistem saraf pusat, seperti pusing, pandangan kabur, bahkan sinkop.[7]
Pada pasien dengan penyakit radang panggul komplikata seperti abses pelvis atau tuboovarium, lebih direkomendasikan penggunaan moxifloxacin secara intravena. Namun, perlu diingat bahwa penyakit radang panggul dapat disebabkan oleh fluoroquinolone-resistant Neisseria gonorrhoeae, sehingga pemberian sebagai terapi tunggal sebaiknya dihindari. Pasien dapat diberikan antibiotik kombinasi kuinolon dan golongan sefalosporin.[7]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja