Kontraindikasi dan Peringatan Norfloxacin
Kontraindikasi norfloxacin adalah pada pasien dengan riwayat gangguan tendon, tendinitis, ruptur tendon, anak pre-pubertas, kehamilan, dan pasien dengan riwayat hipersensitivitas terhadap norfloxacin atau golongan fluorokuinolon lain. Peringatan diperlukan terkait risiko norfloxacin menyebabkan efek samping berat dan eksaserbasi myasthenia gravis.[3,4]
Kontraindikasi
Norfloxacin kontraindikasi untuk diberikan pada kondisi hipersensitivitas terhadap norfloxacin atau golongan kuinolon lain seperti ciprofloxacin, levofloxacin, moxifloxacin, dan ofloxacin. Selain itu, norfloxacin kontraindikasi untuk diberikan pada pasien dengan riwayat gangguan tendon, tendinitis atau ruptur tendon, serta anak pre-pubertas dan ibu hamil.[3,4]
Obat golongan fluorokuinolon, termasuk norfloxacin, berhubungan dengan efek samping berat yang ireversibel yang dapat terjadi bersamaan, seperti tendinitis, ruptur tendon, neuropati perifer, dan efek terhadap sistem saraf. Fluorokuinolon dapat menyebabkan eksaserbasi kelemahan otot pada pasien dengan riwayat myasthenia gravis.
Obat norfloxacin dapat menyebabkan keluhan pusing. Jika terjadi, jangan mengendarai kendaraan atau mengoperasikan mesin. Hindari atau batasi paparan terhadap sinar matahari berlebih. Pastikan asupan cairan yang cukup.[4]
Reaksi Efek Samping Berat
Fluorokuinolon berhubungan dengan reaksi efek samping berat dan ireversibel yang dapat terjadi bersamaan, seperti tendinitis dan ruptur tendon, neuropati perifer, serta efek pada sistem saraf pusat. Hentikan segera pemberian norfloxacin dan hindari penggunaan fluorokuinolon lain pada pasien yang mengalami reaksi tersebut.[3,4]
Eksaserbasi Myasthenia Gravis
Norfloxacin dapat menyebabkan eksaserbasi kelemahan otot berhubungan dengan myasthenia gravis. Eksaserbasi dapat mengancam jiwa jika terjadi kelemahan otot pernapasan. Hindari penggunaan pada pasien dengan riwayat myasthenia gravis.[3,4]
Tendinitis atau Ruptur Tendon
Fluorokuinolon berhubungan dengan peningkatan risiko tendinitis dan ruptur tendon pada semua usia. Oleh karena itu, norfloxacin tidak boleh diberikan pada pasien dengan riwayat cedera, inflamasi atau ruptur tendon, terutama Achilles.
Risiko dapat meningkat dengan pemberian bersamaan kortikosteroid, penerima transplantasi organ, dan pasien dengan usia di atas 60 tahun, namun juga dapat terjadi tanpa faktor risiko di atas. Ruptur tendon Achilles adalah yang paling sering terjadi, namun tendon lain juga telah dilaporkan terkena. Inflamasi dan ruptur dapat terjadi secara bilateral.[3,4]
Pemanjangan Interval QT
Fluorokuinolon dapat memperpanjang interval QT. Hindari penggunaan pada pasien dengan riwayat pemanjangan QT, hipokalemia dan hipomagnesemia tak terkoreksi. Hindari juga pada pasien dengan penyakit jantung seperti gagal jantung, infark miokard, bradikardia atau pemberian bersamaan obat yang diketahui dapat memperpanjang interval QT termasuk antiaritmia kelas IA dan III.[3,4]
Orang tua dan wanita lebih sensitif terhadap obat dengan efek pemanjangan interval QT. Oleh karena itu, perlu diwaspadai jika memberikan golongan fluorokuinolon, termasuk norfloxacin, pada populasi ini.[4]
Aneurisma dan Diseksi Aorta
Fluorokuinolon berhubungan dengan ruptur aneurisma atau diseksi aorta dalam dua bulan setelah pemberian, khususnya pada populasi lansia. Durasi terapi yang lama (> 14 hari) dapat meningkatkan risiko.
Fluorokuinolon tidak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat aneurisma aorta atau pada kelompok dengan risiko tinggi, termasuk pasien dengan penyakit vaskular aterosklerosis perifer, hipertensi, penyakit genetik yang melibatkan perubahan pembuluh darah seperti sindrom Marfan, dan pasien lansia, kecuali tidak ada pilihan terapi lain.[4]
Disglikemia
Fluorokuinolon berhubungan dengan kejadian hipoglikemia berat, bahkan fatal. Efek ini paling sering terjadi pada lansia dengan diabetes, namun juga dilaporkan pada pasien tanpa riwayat diabetes.[3,4]
Reaksi Hipersensitivitas
Reaksi hipersensitivitas berat, termasuk anafilaksis, dapat terjadi pada pemberian fluorokuinolon umumnya setelah dosis pertama. Hentikan pemakaian obat segera jika muncul reaksi hipersensitivitas.[3,4]
Spektrum reaksi hipersensitivitas terhadap fluorokuinolon dapat beragam, dapat terjadi gejala tipikal seperti gatal, urtikaria, ruam, edema, atau manifestasi dermatologi berat seperti sindrom Stevens-Johnson, Toxic Epidermal Necrolysis, vasculitis, pneumonitis, nefritis, dan nekrosis hepar.[3,4]
Fototosensitivitas
Reaksi fotosensitif ditemui pada pasien yang terpapar sinar matahari berlebih ketika mengonsumsi fluorokuinolon. Hindari paparan matahari berlebih. Lakukan pencegahan seperti gunakan pakaian tertutup dan tabir surya. Jika terjadi reaksi fotosensitif, hentikan konsumsi obat segera.[4]
Efek terhadap Sistem Saraf Pusat
Fluorokuinolon berhubungan dengan peningkatan risiko efek sistem saraf pusat, seperti kejang, peningkatan tekanan intrakranial, dan psikosis toksik. Norfloxacin hanya boleh diberikan pada populasi dengan riwayat epilepsi jika tidak ada pilihan terapi lain dan manfaat lebih besar dari risiko.
Norfloxacin dapat memicu dan memperburuk gejala pada pasien dengan gangguan psikiatri, halusinasi, dan konfusi. Obat ini juga berpotensi menyebabkan gemetar, agitasi, insomnia, kecemasan, mimpi buruk, paranoia, pusing, tremor, halusinasi, depresi, dan pikiran atau tindakan bunuh diri.[4]
Neuropati Perifer
Fluorokuinolon berhubungan dengan peningkatan risiko neuropati perifer seperti paraesthesia, hipoesthesia, disaesthesia, atau kelemahan. Gejala dapat muncul segera setelah konsumsi dosis pertama dan dapat ireversibel.[4]
Superinfeksi
Penggunaan dalam jangka lama dapat menyebabkan superinfeksi jamur dan bakteri, termasuk diare akibat Clostridium difficile.[4]
Gangguan Ginjal
Penggunaan pada pasien dengan gangguan ginjal harus menggunakan dosis yang disesuaikan. Penggunaan pada populasi ini dapat meningkatkan risiko ruptur tendon.[4]
Rheumatoid Arthritis
Gunakan dengan pengawasan pada pasien dengan rheumatoid arthritis karena dapat meningkatkan risiko ruptur tendon.[4]
Sifilis
Norfloxacin tidak efektif terhadap sifilis dan dapat menyamarkan gejala, sehingga seluruh pasien harus diperiksa untuk sifilis pada saat penegakkan diagnosis gonorrhea dan 3 bulan setelahnya.[4]
Pasien Defisiensi G6PD (Glucose-6-Phosphate-Dehydrogenase)
Pada populasi pasien dengan defisiensi G6PD, pemberian obat golongan fluorokuinolon dapat menyebabkan reaksi hemolitik.[4]
Penulisan pertama oleh: dr. Queen Sugih Ariyani