Farmakologi Fluconazole
Farmakologi fluconazole adalah sebagai obat antifungi sistemik golongan triazol. Fluconazole dapat menghambat sintesis sterol pada dinding sel jamur, sehingga memberikan efek fungistatik.[1,9]
Farmakodinamik
Fluconazole bekerja pada enzim sitokrom P-450 yaitu lanosterol 14-alpha-demethylase yang berfungsi untuk mengubah lanosterol menjadi ergosterol. Senyawa ergosterol merupakan senyawa penting untuk sintesis dinding sel jamur.
Atom nitrogen bebas pada cincin azol yang berada dalam fluconazole akan berikatan dengan atom besi pada kelompok heme di lanosterol 14-alpha-demethylase. Ikatan ini mengakibatkan aktivasi oksigen, yang pada akhirnya menghambat demetilasi lanosterol. Akibatnya, produksi ergosterol terhenti, sehingga menyebabkan hambatan sintesis dan pertumbuhan dinding sel jamur.
Selain itu, terjadi akumulasi 14 alpha-methyl sterols yang bersifat toksik pada membran sel dan dapat menghentikan pertumbuhan sel. Efek fungistatik dari fluconazole dapat dilihat pada spesies jamur penyebab kandidiasis oral atau kandidiasis mukokutan, misalnya Candida albicans, Candida glabrata, dan Candida parapsilosis, serta pada Cryptococcus neoformans.[4,9]
Farmakokinetik
Fluconazole mengalami absorpsi di saluran pencernaan, dengan bioavailabilitas 90% atau lebih. Fluconazole berpenetrasi ke seluruh cairan tubuh, dan dapat ditemukan di urin, kulit, kuku, vagina, dan cairan serebrospinal. Fluconazole dimetabolisme secara minimal di hati, dan ekskresinya melalui ginjal.
Absorpsi
Absorpsi fluconazole sangat baik di saluran pencernaan, tanpa dipengaruhi makanan. Pada orang sehat, bioavailabilitas fluconazole oral mencapai lebih dari 90%. Pada pasien sehat yang mendapat fluconazole 50 mg/kg, waktu mencapai konsentrasi obat maksimum (Tmax) adalah 3 jam.
Konsentrasi puncak pada plasma (Cmax) pasien sehat yang berpuasa dicapai dalam 1–2 jam setelah konsumsi obat. Steady-state concentration tercapai dalam 5–10 hari setelah konsumsi per oral dosis 50-400 mg sekali sehari. Rerata Area Under the Curve (AUC) adalah 20,3 pada pasien sehat yang mendapat fluconazole 25 mg.[2]
Distribusi
Volume distribusi fluconazole diperkirakan menyerupai volume distribusi total body water. Fluconazole mampu berpenetrasi ke seluruh cairan tubuh. Fluconazole dapat ditemukan pada urin, kulit dan kuku, vagina dan sekret vagina, saliva, sputum, mata, air susu ibu (ASI), hingga cairan serebrospinal.
Konsentrasi pada urin dan kulit dapat mencapai 10 kali lipat, dibandingkan konsentrasi plasma. Konsentrasi fluconazole dalam ASI diperkirakan serupa dengan konsentrasi di plasma. Permeabilitas selaput otak terhadap fluconazole dapat meningkat dalam keadaan inflamasi, seperti pada kasus meningitis. Konsentrasi fluconazole pada cairan serebrospinal diperkirakan 50–94% dari konsentrasi plasma.[1,9]
Metabolisme
Fluconazole dimetabolisme secara minimal di hati. Obat ini merupakan inhibitor CYP2C9, CYP3A4, dan CYP2C19. Dua jenis metabolit dapat terdeteksi di urine pasien sehat yang mengonsumsi 50 mg fluconazole. Dua metabolit ini adalah metabolit glukoronidasi dan N-oksida.[2,9]
Eliminasi
Waktu paruh fluconazole setelah pemberian oral diperkirakan selama 30 jam, dengan variasi antara 20–50 jam. Proses eliminasi terjadi melalui ekskresi ginjal, lalu keluar pada urin dalam bentuk unchanged drug, sebanyak 80%, dan metabolit, sebanyak 11%.
Farmakokinetik fluconazole dapat dipengaruhi oleh gangguan fungsi ginjal, dimana klirens kreatinin berbanding terbalik dengan waktu paruh eliminasi, sehingga perlu pengurangan dosis pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.[1,9]
Resistensi Fluconazole
Fluconazole direkomendasikan oleh Infectious Diseases Society of America (IDSA) sebagai pengobatan lini pertama untuk infeksi Candida sp. Namun, sekitar 7% dari seluruh isolat bloodstream yang diuji di Centers for Disease Control and Prevention (CDC) resisten terhadap fluconazole. Lebih dari 70% isolat yang resisten tersebut berasal dari spesies Candida glabrata atau Candida krusei.
Resistensi fluconazole dapat terjadi akibat perubahan kualitas dan kuantitas dari enzim target, yaitu lanosterol 14-α-demethylase. Hal ini akan menurunkan akses ke target obat. Selain itu, diduga terjadi mutasi gen pada titik ERG11, yang menyebabkan penurunan afinitas terhadap azol. Akibatnya, dibutuhkan konsentrasi obat intraseluler yang lebih tinggi untuk menghambat molekul enzim dalam sel jamur.
Mekanisme lain yang mungkin mendasari berhubungan dengan resistensi obat karena fluconazole mengalami efflux, atau keluar dari sel secara aktif menggunakan transporter. Terdapat 2 transporter yang berperan, yaitu fasilitator mayor yang dikode oleh gen Multiple Drug Resistance (MDR) dan ATP-binding cassette yang dikode oleh gen Candida drug resistance (CDR).[1,10,11]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra