Farmakologi Digoxin
Farmakologi digoxin berkaitan dengan efeknya terhadap Na-K-ATPase. Digoxin menunjukkan efek inotropik positif dan kronotropik negatif yang menyebabkan peningkatan kontraktilitas jantung dan penurunan detak jantung.
Farmakodinamik
Digoxin memiliki efek inotropik positif dan kronotropik negatif, yang berarti digoxin dapat meningkatkan kontraktilitas jantung dan menurunkan detak jantung. Efek penurunan detak jantung terutama bermanfaat dalam tata laksana atrial fibrilasi.[1,2]
Digoxin mampu menghambat aktivitas pompa Na-K-ATPase pada miokardium, sehingga meningkatkan ketersediaan kalsium dalam miokardium dan sistem konduksi jantung. Digoxin juga menyebabkan peningkatan natrium intraseluler, sehingga terjadi influks kalsium dalam jantung yang akan meningkatkan kontraktilitas. Akibatnya, curah jantung meningkat, dan tekanan pengisian ventrikel menurun.[1,2,13]
Digoxin juga meningkatkan aktivitas vagal, dengan cara mengaktifkan eferen vagal pada jantung, atau dikenal sebagai efek parasimpatomimetik. Efek ini akan memengaruhi otomatisasi sinus jantung, yaitu pada nodus sinoatrial (SA) dan atrioventrikular (AV), dan menyebabkan terjadinya penurunan detak jantung, serta memperpanjang konduksi atrioventrikular.[2,12,13]
Pada gagal jantung, terjadi aktivasi neurohormonal yang mengakibatkan peningkatan norepinefrin. Digoxin dapat menurunkan kadar norepinefrin melalui aktivasi sistem parasimpatis.[1]
Farmakokinetik
Absorpsi digoxin mayoritas terjadi di usus halus, dengan bioavailabilitas hingga 90% pada pemberian per oral. Digoxin banyak didistribusikan pada otot rangka, jantung, dan ginjal. Eliminasi digoxin terutama melalui ginjal, dengan waktu paruh 1,5–2 hari.
Absorpsi
Sebanyak 70–80% digoxin diabsorpsi pada usus halus. Bioavailabilitas digoxin oral bervariasi antara 50–90%. Onset digoxin dicapai dalam 0,5–2 jam untuk sediaan oral dan 5–30 menit untuk sediaan intravena. Efek maksimal tercapai dalam 2–6 jam untuk sediaan oral dan 1,5–4 jam untuk sediaan intravena.
Bila digoxin dikonsumsi setelah makan, kecepatan absorpsi akan berkurang, tetapi jumlah obat yang diabsorpsi biasanya tidak berubah. Absorpsi digoxin dapat menurun pada pasien yang mengalami malabsorpsi.[1,4,13]
Distribusi
Fase distribusi digoxin berlangsung selama 6–8 jam. Digoxin didistribusikan secara luas dalam tubuh, serta dapat menembus sawar darah otak dan plasenta. Sejumlah besar digoxin akan terdistribusi ke dalam otot rangka, diikuti jantung dan ginjal. Sebanyak 20–25% digoxin akan terikat oleh protein, terutama albumin.[4,5,11]
Metabolisme
Hanya sekitar 13% digoxin yang mengalami metabolisme. Proses metabolisme terjadi di hepar, dan menghasilkan metabolit berupa dihydrodigoxin dan digoxygenin. Metabolisme digoxin terjadi dengan bantuan molekul glukosa, melalui proses hidroksilasi, epimerisasi, serta pembentukan glukuronida dan konjugat sulfat.
Metabolisme digoxin tidak melibatkan enzim sitokrom P-450. Digoxin juga tidak menginduksi maupun menginhibisi sistem sitokrom P-450.[1,5]
Eliminasi
Setelah pemberian intravena, sekitar 50–70% dosis digoxin akan diekskresikan melalui urin dalam bentuk obat tidak berubah. Kira-kira 25% digoxin mengalami eliminasi di luar ginjal, kemungkinan melalui sistem bilier.
Waktu paruh digoxin bervariasi antara 1,5–2 hari pada pasien sehat. Pada pasien anuria, misalnya karena gagal ginjal akut, waktu paruh memanjang menjadi 3,5–5 hari.[1,5]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra